Insentif fiskal merupakan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah, yang berkaitan langsung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Menurut teori multiplier economy Keynesian, insentif ini dibuat dengan tujuan dan semangat besar untuk mendukung investasi, yang pada teori dan rumusannya berperan sangat besar dalam perekonomian. Adanya insentif ini memberikan banyak kemudahan untuk para penanam modal dan pengembangnya agar lebih leluasa menggunakan kemampuannya secara maksimal tanpa dikurangi oleh pungutan pajak (Prasetyo, 2008). Kebebasan ini diharapkan akan merujuk kepada pembangunan nasional yang akan memberikan dampak positif berupa kemajuan di berbagai bidang sebagai return dari investasi yang sudah dilakukan.
Perekonomian pada saat ini banyak dinilai menggunakan perhitungan Pendapatan Nasional dengan Gross Domestic Product (GDP) sebagai alat ukurnya yang paling mudah untuk diperkirakan. Harapan dari dikeluarkannya dana untuk permudahan pajak dalam insentif fiskal inilah yang dijadikan motivasi untuk perekonomian Indonesia. Insentif fiskal dengan tujuannya untuk mendorong investasi dan ekspor memiliki berbagai jenis fasilitas yang dapat diajukan dan digunakan oleh bidang usaha (Prasetyo, 2008). Pertama, ada fasilitas pajak penghasilan yang menawarkan tax holiday, tax allowance, pengurangan pajak penghasilan, dan super deduction untuk research and development. Kedua, Fasilitas PPN yang menawarkan pengurangan PPN, barang modal, pelayanan kesehatan dan pendidikan, pelayanan sosial, dan jasa ekspor. Ketiga, yaitu fasilitas bea dan cukai yang menawarkan pembebasan bea masuk atas impor pembangunan atau pengembangan industri (BKPM), pembebasan atau pengembalian bea masuk kepada perusahaan KITE (Ekspor), penangguhan bea masuk kepada perusahaan kawasan berikat (Ekspor), bea masuk ditanggung pemerintah kepada industri tertentu, dan pembebasan bea masuk atas impor barang keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.Â
Insentif fiskal pada perencanaannya ditujukkan untuk meningkatkan investasi ini diterapkan dengan berbagai penilaian terdahulu sebelum bisa diajukan. Penilaian ini dilakukan berdasarkan dengan pemberian poin pada setiap parameter yang ditetapkan agar pemberian insentif dapat terukur dengan baik dan merata (BKPM, 2021). Proses pengajuan dapat berlangsung setelah perusahaan dan penilaian yang dilakukan tidak hanya ditekankan pada usaha dan nilai investasinya, melainkan pada parameter yang diterapkan sendiri oleh badan koordinasi penanaman modal juga selalu dikembangkan agar ditemukan formulasi terbaik agar tujuan besar tercapai. Desain dari insentif yang diberikan merupakan arah gerak dari tujuan murni yang sudah ditetapkan dan setelah ditetapkan ini disadari adanya insentif fiskal yang tidak berpengaruh terhadap realisasi investasi.
Pemberian manfaat atas tax holiday yang diterapkan saat ini ditentukan dari besarnya nilai investasi, KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha di Indonesia) atau cangkupan produknya, dan wilayah dari tempat usaha berdiri yang dibedakan dengan kategori wilayah KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) atau bukan, di luar Kawasan Ekonomi Khusus mendapatkan masa pengurangan pajak, persentase pengurangan pajak terhitung, dan dua tahun setelahnya cenderung sedikit dibandingkan dengan usaha di Kawasan Ekonomi Khusus (Kementerian Keuangan, 2020). Perbedaan ini tidak diterapkan secara sembarang, pemberian insentif yang lebih besar pada Kawasan Ekonomi Khusus diharapkan dapat memberikan multiplier effect pada wilayah tersebut, dengan mengadakan berbagai pembangunan baik fisik maupun non-fisik.
Kawasan Ekonomi Khusus ini juga diharapkan akan menjadi sumber perekonomian yang mapan dan memberikan penghidupan yang lebih baik di kawasannya. Dalam rancangan skema pemberian insentif tertera kriteria kuantitatif industri pionir yang digunakan dalam pemberian poin yang setelahnya akan diinterpretasi untuk menghasilkan keputusan apakah fasilitas tax holiday layak untuk diberikan atau tidak (Kementrian Keuangan, 2020). Pemberlakuan sistem skor ini dilakukan agar penilaian tetap adil, transparan, dan terukur secara konkrit. Kriteria kuantitatif ini pun dinilai masih terlalu sempit jika dijadikan sebagai satuan yang baku dalam jangkauan waktu yang panjang sehingga saat ini pemerintah masih mengkaji untuk menambah kriteria pemberian skor dalam ketentuan fasilitas tax holiday.Â
Berbagai persyaratan ditetapkan untuk memastikan investasi pemerintah dalam bentuk pemberian insentif ini akan jatuh kepada pihak yang tepat dan bertanggungjawab, baik dalam membentuk usahanya dalam jangka panjang dan menjaga tenaga kerja Indonesia yang dikaryakan, juga efek ekonomi dari kegiatan yang dilakukan seperti pemberian perizinan penggunaan fasilitas usaha untuk masyarakat umum, program pembangunan daerah untuk membantu operasional usaha, dan bentuk dukungan nyata untuk masyarakat sekitar. Adanya hal tersebut memang baik untuk tetap dilakukan namun melihat kemampuan usaha untuk melakukan banyak hal tersebut menimbulkan pertanyaan baru, apakah tax holiday dirasa perlu dan layak dilakukan jika perusahaan bisa berjalan dengan sangat baik tanpa insentif tersebut dan pemerintah hanya membuang anggarannya saja untuk memberikan fasilitas pengurangan pajak untuk badan usaha.
Berbagai kemudahan telah diluncurkan dan dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Pelaku usaha yang memiliki akses untuk menempuh fasilitas ini adalah usaha yang telah memiliki skala yang besar dan dinilai memiliki kinerja yang baik. Pertanyaan lain yang ditimbulkan dari insentif yang diberikan adalah apakah insentif ini benar-benar perlu dikeluarkan oleh pemerintah disaat usaha sudah memiliki kemampuan yang jauh lebih dari mumpuni dalam pemberlakuan bisnis dan melakukan pembangunan pada usahanya sendiri yang memberikan pengaruh eksternalitas positif bagi masyarakat sekitar. Dipersyaratkan beberapa hal seperti Internal Rate of Return (IRR) yaitu diskonto atau discount rate yang menjadi sebuah present value dari aliran kas yang masuk yaitu sama dengan investasi awal dan perhitungan IRR dapat dijadikan sebagai dasar apakah investasi layak dilakukan karena IRR dapat menunjukkan tingkat efisiensi dari sebuah investasi (Abuk, G. 2020). Indikator lain yang digunakan sebagai indikator adalah payback period yaitu angka pengembalian modal investasi melalui keuntungan atau profit dalam kurun waktu tertentu.
Tertera pada buletin APBN 2018 ternyata paket insentif fiskal hanya berada pada peringkat ke-11 dari faktor yang mempengaruhi investasi dengan poin penilaian sebesar 3.05 poin, yang mana lebih kecil dibanding faktor stabilitas ekonomi dan politik dengan poin penilaian 3.82 poin (Prasetyo, 2008). Pada peringkat atas, stabilitas ekonomi dan politik menjadi peran kunci alasan investor menanamkan modalnya yang berarti jika tujuan utamanya adalah meningkatkan minat investasi, pemerintah bisa mengeluarkan belanjanya untuk menjaga dan meningkatkan stabilitas ekonomi dan politik terlebih dahulu. Stabilitas ekonomi dan politik secara umum juga dirasa memegang peran penting dari segala tujuan aktivitas ekonomi, serta menjadi harapan untuk pengadaan penghidupan masyarakat dan negara agar lebih baik (Hastuti P, 2018).
Paket insentif pajak yang telah disiapkan dalam postur APBN ini telah mengeluarkan dana yang besar namun dengan pengaruhnya yang ada, apakah pemberian insentif ini dapat dinilai sebagai pemborosan atau loss dari pendapatan pajak yang seharusnya. Menurut Holland dan Vann, pemberian insentif pada lahan yang tidak tepat tidak selalu bernilai percuma atau tidak mengalami penyerapan, insentif yang dilakukan dapat dipastikan terserap tetapi return yang akan dihasilkan tidak akan berbeda apabila insentif tidak diberikan. Pemberian insentif yang berlebihan juga dapat menjadikan perubahan pandangan, mulai dari keengganan dalam membayar pajak untuk periode berikutnya, menganggap sepele pembayaran pajak, dan jika berlanjut akan mempertanyakan ketegasan pemerintah atas pembayaran pajak dan tidak berkenan lagi untuk membayar pajak dikarenakan tidak mempercayai pemerintah dalam pengelolaan anggaran. Masyarakat secara individu jika dihitung dari perkapitanya dapat dikategorikan dalam golongan yang baik dan mampu, namun tax ratio yang ada juga diharapkan untuk tetap dalam kategori yang baik (Prasetyo, 2008). Sebagai sumber pendapatan negara terbanyak, pajak juga memiliki kelebihan yaitu mudah dalam perhitungannya, sehingga rancangan anggaran dapat dirumuskan dengan baik dan tepat, penarikan pajak dapat dilakukan dengan baik dan terpercaya.