Berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi, pasar tenaga kerja merupakan hal yang seringkali dibahas. Subjek yang menjadi pembahasan tersebut antara lain tenaga kerja dan pekerja. Menurut UU No. 13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mempau melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan.atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat, sementara pekerja merupakan setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2003). Tenaga kerja merupakan input yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam tahap tertentu akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan barang dan jasa (Mankiw, 2012).
Input berupa tenaga kerja akan mendapatkan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan berupa upah berdasarkan determinan (faktor penentu) tertentu. Secara teoritis hal ini dibahas dalam kalangan ekonom aliran klasik dan keynesian (Mankiw, 2012). Ekonom klasik memiliki asumsi bahwa setiap pemberi kerja berada pada tingkat persaingan sempurna, sehingga pemberi kerja akan membayar upah kepada tenaga kerja berdasarkan tambahan jumlah produk yang dihasilkan setiap adanya tambahan satu tenaga kerja (marginal productivity of labor). Ekonom keynesian memiliki pandangan yang berlainan, bahwa tingkat upah ditentukan pula dalam aturan upah minimum. Kedua pandangan tersebut telah diterapkan di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2021).
Dalam praktiknya, terdapat penyimpangan dalam penentuan upah yang memusatkan perhatian dalam konteks gender antara pria dan wanita. Pekerja wanita memiliki upah yang lebih rendah sebesar  5-50% dari upah pekerja pria (Putri, Idris, & Pratiwi, 2019). Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara realita bertentangan dengan faktor penentuan upah kepada pekerja. Selain itu, pekerja wanita memiliki persentase yang lebih rendah dibandingkan dengan pekerja pria. Hal tersebut dikemukakan dalam Susiana (2019) bahwa tenaga kerja wanita memiliki bargainning power (posisi tawar) yang rendah karena beberapa faktor, yakni 1) wanita memiliki peluang untuk cuti yang lebih besar, terutama wanita yang sudah menikah; 2) pendidikan wanita cenderung lebih rendah dibandingkan pria; 3) adanya kodrat yang dimiliki oleh wanita untuk mengurus keluarga.
Wanita memiliki peran penting dalam kehidupan berumah tangga. Istri memiliki peran sebagai pendamping suami dan pengasuh anak. Istri juga berperan sebagai teman dan pendamping yang baik dan menyenangkan bagi pasangan hidupnya. Istri dapat diajak untuk berdiskusi mengenai berbagai macam permasalahan yang terjadi dan juga berbincang tentang hal-hal yang ringan. Istri sebagai pendorong dan penyemangat demi kemajuan suami di bidang pekerjaannya (Putri & Lestari, 2015).
Wanita dalam keluarga mempunyai kedudukan antara lain sebagai teman hidup, kekasih, ibu, dalam arti tidak ada diskriminasi antara anggota keluarga. Wanita sebagai ibu berhak untuk menentukan dan berhak ikut melakukan kekuasaan bagi keselamatan dan kebahagiaan baik dalam bidang imaterial maupun material seluruh anggota. Peran wanita dalam keluarga dengan melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mengasuh anak, melayani suami, merupakan suatu kegiatan produktif yang secara tidak langsung menambah pendapatan keluarga (Aswiyati, 2016).Â
Peranan wanita yang secara kodrati adalah mengurus rumah tangga merupakan salah satu pertimbangan dari pihak pencari kerja. Suatu saat pekerja wanita akan melakukan cuti atau meninggalkan pekerjaannya dalam waktu tertentu merupakan hal yang dianggap merugikan perusahaan (Susiana, 2019). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Tim Riset dan Publikasi dalam katadata.co.id (2018), kesetaraan gender memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kahkonen (2021) menjelaskan bahwa melibatkan wanita untuk berpartisipasi dalam perekonomian merupakan formula yang tepat, dimana pemanfaatan tenaga kerja wanita tidak hanya mendukung pertumbuhan jangka pendek yang lebih besar, melainkan mencapai realisasi sepenuhnya dari investasi modal manusia.
Partisipasi wanita di pasar tenaga kerja dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari perspektif endogenous growth theory. Endogenous growth theory memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui akumulasi antara modal dan tenaga kerja, serta teknologi (Novales, Fernandez, & Ruiz, 2009). Adapun hubungan yang diberikan oleh modal, tenaga kerja, dan tekonologi dengan pertumbuhan ekonomi adalah bersifat searah, artinya peningkatan modal dan tenaga kerja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk memudahkan analisis mengenai partisipasi tenaga kerja, maka dapat diasumsikan faktor modal memiliki sifat yang tetap. Â Adapun bentuk persamaan yang dapat digunakan adalah sebagai berikutl
ln(yt) = 0 + 1ln(lt) + 2ln(kt) + 2tt + t
Pada persamaan di atas sebenarnya sudah dilakukan oleh Mamun, Rahman, dan Khanam (2020) dalam bentuk konteks yang berbeda, yakni pada hubungan antara populasi yang menua dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi (yt) diukur dengan pertumbuhan output per kapita, tenaga kerja (lt) diukur dari tenaga kerja berusia 65 tahun ke atas per kapita, stok modal diukut dengan jumlah modal per kapita, serta variabel waktu.
Adapun dalam tulisan ini, variabel tenaga kerja diukur dari jumlah tenaga kerja wanita per jumlah penduduk total. Ketika tenaga kerja memiliki peningkatan, maka akan terdapat kecenderungan peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah keberadaaan dari sektor tenaga kerja yang ada. Apabila sektor tenaga kerja bersifat padat karya, maka peningkatan tenaga kerja akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun sebaliknya, apabila sektor tenaga kerja bersifat padat modal, maka peningkatan tenaga kerja belum tentu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil dari Badan Pusat Statistik (2020), total penduduk usia produktif (15-64 tahun) di Indonesia berjumlah 187,2 juta jiwa dengan persentase sebesar 69,3 persen terhadap total keseluruhan penduduk, artinya penduduk di Indonesia didominasi oleh penduduk usia kerja. Selain itu, sex ratio dari penduduk usia produktif adalah sebesar 102,4 yang artinya setiap 100 penduduk wanita terdapat 102 penduduk pria. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja wanita lebih sedikit dibandingkan dengan tenaga kerja pria.
Tenaga kerja wanita yang berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja hanyalah 53 persen dari jumlah penduduk wanita yang berada di usia kerja, sementara tenaga kerja pria mencapai 83 persen yang berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja (Sembiring, 2019). Kalangan pekerja wanita tersebut mulai mengalami peningkatan pada sektor pekerjaan informal dengan nilai persentase terhadap pekerja wanita yang bekerja pada sektor formal sebesar 61,35 persen (Karunia, 2020). Kondisi tersebut diakibatkan oleh kurangnya permintaan terhadap tenaga kerja wanita untuk bekerja dalam sektor formal, sementara tingkat penawaran tenaga kerja wanita justru sangatlah banyak (Novika, 2020).
Hal yang perlu diperhatikan kembali dalam bentuk partisipasi tenaga kerja wanita dalam pasar tenaga kerja adalah melalui dua perspektif. Sebagai contoh, sektor informal seperti UMKM merupakan sektor yang paling besar didominasi oleh wanita (Novika, 2020). Sektor UMKM merupakan sektor yang memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi, yakni sebesar 61,1 persen (Bank Indonesia, 2021). UMKM merupakan bentuk perusahaan kecil yang dikelola oleh seseorang atau kelompok kecil dan jenis usaha yang mendominasi dari UMKM antara lain industri olahan, perdagangan besar dan eceran, dan akomodasi dan penyediaan makan-minum (Haryanti & Hidayah, 2018). Â Jenis usaha tersebut merupakan jenis usaha yang bersifat padat karya. Selain itu, UMKM merupakan usaha perorangan/kelompok kecil dan termasuk ke dalam sektor informal sehingga tidak terikat oleh jam kerja atau kontrak yang lebih bersifat kaku apabila dibandingkan dengan sektor formal. Hal inilah yang menyebabkan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Produktivitas wanita pada sektor formal justru menunjukkan hasil yang berbeda. Dalam Pasaribu (2018) dan Ukkas (2017) bahwa pekerja pria dikatakan lebih produktif dibandingkan dengan pekerja wanita. Penyebab rendahnya produktivitas pekerja wanita adalah sama halnya dengan apa yang dikemukakan dalam Susiana (2019), yakni pekerja wanita memiliki kemungkinan cuti kerja atau keluar dari pekerjaannya lebih tinggi. Hal tersebut akan menghambat produktivitas pekerjaan khususnya pada sektor formal, dimana spesialisasi bidang sangatlah tinggi.
Melibatkan wanita dalam sektor tenaga kerja bergantung pada bentuk sektor tersebut, yaitu antara formal dan informal. Oleh karena itu, untuk memperluas peran wanita dalam rangka mencapai kesetaraan gender dan pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut
- Perhatikan jenis usaha dalam sektor tenaga kerja. Apabila sektor tenaga kerja tersebut merupakan sektor yang bersifat informal dan padat karya, maka melibatkan wanita dapat menjadi kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi.
- Memberikan insentif atau perhatian tertentu pada UMKM. UMKM merupakan sektor yang didominasi oleh pekerja wanita, maka memberikan insentif seperti dana pengembangan akan memacu untuk produktivitas dari UMKM. Pada akhirnya, akan memberikan dampak pula pada kualitas pekerja wanita atau bahkan meningkatkan partisipasi angkatan kerja wanita dalam sektor UMKM.
- Menelusuri sektor basis di suatu daerah yang bersifat padat karya. Sektor basis di suatu daerah memberikan manfaat terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu, sektor yang bersifat padat karya akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi yang bersifat menyejahterakan rakyat khususnya pada pekerja wanita
Referensi :
Aswiyati, I. (2016). Peran Wanita dalam Menunjang Perekonomian Rumah Tangga Keluarga Petani Tradisional untuk Penanggulangan Kemiskinan di Desa Kuwil Kecamatan Kalawat. Journal of Social and Culture, 1-12.
Badan Pusat Statistik. (2020, September -). Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2020. Retrieved November 24, 2021, from bps.go.id: https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data_pub/0000/api_pub/YW40a21pdTU1cnJxOGt6dm43ZEdoZz09/da_03/1
Bank Indonesia. (2021). Laporan Perekonomian Indonesia 2020. Jakarta: Bank Indonesia.
Haryanti, D. M., & Hidayah, I. (2018, Juli 24). Potret UMKM Indonesia : Si Kecil yang Berperan Besar. Retrieved November 28, 2021, from umkmindonesia.com: https://www.ukmindonesia.id/baca-artikel/62
Kahkonen, S. (2021, Maret 8). Peranan Perempuan dalam Pemulihan Ekonomi Indonesia. Retrieved November 24, 2021, from blogs.worldbank.org: https://blogs.worldbank.org/id/eastasiapacific/peranan-perempuan-dalam-pemulihan-ekonomi-indonesia
Karunia, A. M. (2020, Agustus 19). Kemnaker : 6 dari 10 Pekerja Perempan Bekerja di Sektor Informal. Retrieved November 24, 2021, from money.kompas.com: https://money.kompas.com/read/2020/08/19/180000426/kemnaker--6-dari-10-pekerja-perempuan-bekerja-di-sektor-informal
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jakarta: Lembaran Negaera Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39.
Mamun, S. A., Rahman, M. M., & Khanam, R. (2020). The relation between an ageing population and economic growth in Bangladesh: Evidence from an endogenous growth model. Economic Analysis and Policy, 14-25.
Mankiw, N. G. (2012). Macroeconomics. Cambridge, Massachusetts: Worth Publisher.
Novales, A., Fernandez, E., & Ruiz, J. (2009). Economic Growth. Verlag Berlin Heidenberg: Springer.
Novika, S. (2020, April 17). Kebanyakan Pekerja RI Masuk Sektor Informal, Ini Sebabnya. Retrieved November 24, 2021, from finance.detik.com: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4981010/kebanyakan-pekerja-ri-masuk-sektor-informal-ini-sebabnya
Putri, D. P., & Lestari, S. (2015). Pembagian Peran dalam rumah Tangga pada Pasangan Suami Istri Jawa. Jurnal Penelitian Humaniora, 72-85.
Putri, R. A., Idris, & Pratiwi, A. (2019). Perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap Diskriminasi Kesempatan mendapatkan Upah bagi Tenaga kerja Perempuan di Indonesia ditinjau dari CEDAW Tahun 1979, Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951, dan Konvensi ILO Nomor 111 Tahun 1958. Jurnal Bina Mulia Hukum, 259-278.
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. (2021, Februari 2). Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021. Retrieved November 24, 2021, from jdih.setkab.go.id: https://jdih.setkab.go.id
Sembiring, L. J. (2019, April 24). Sri Mulyani : Gaji Perempuan 23% lebih rendah dibanding Pria. Retrieved November 24, 2021, from www.cnbcindonesia.com: https://www.cnbcindonesia.com/news/20190424154951-4-68602/sri-mulyani-gaji-perempuan-23-lebih-rendah-dibanding-pria#:~:text=Wanita%20hanya%2053%20persen%20dari%20jumlah%20wanita%20yang,dari%20jumlah%20pria%20yang%20ada%20di%20usia%20kerja.
Susiana, S. (2019). Perlindungan Hak Pekerja Perempuan dalam Perspektif Feminisme. Aspirasi : Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 207-221.
Tim Riset dan Publikasi Katadata. (2018, Juli 6). Kesetaraan Gender Kunci Pertumbuhan Ekonomi. Retrieved November 24, 2021, from katadata.co.id: https://katadata.co.id/timpublikasikatadata/finansial/5e9a55e514525/kesetaraan-gender-kunci-pertumbuhan-ekonomi
Penulis : Tim Academic Department ECOFINSC FEB UNDIP
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H