Lilin itu telah redup
Di tengah keputusasaan yang mengombak
Menyisakan cairan hangat yang tlah mengering
Seolah rasa sakit tergambar begitu erat
Sebuah hancur yang terpahat dengan indah namun menjerat
Dari miliran jiwa mengapa harus Ayah yang pergi mengarungi lautan?
Mengapa sebuah keputusan terasa tidak adil bagiku?
Tuhan membawa serta ketetapannya sekaligus lilin kehidupanku, cahaya sanubariku.
Lautan seolah berkata "Tenang saja ini hanya sementara."
Sementara katanya? Tidak!
Ayah terlalu dalam menggapai lautan
Sampai ku tak sanggup menariknya pulang
Lilinku telah pergi
Hanya menyisakan pedih di hati.
Sejuta hiburan takkan bisa mengakhiri
Hanya kau sebuah awal dan akhir yang kuingini
Ayah
Jangan takut
Lautan takkan bisa melahapmu
Karena nyawa sebuah lilin ada pada sumbunya
Dan akulah sumbu itu
Aku takkan membiarkan lilinku raib tanpa izinku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H