Mohon tunggu...
Amalia Fitriyani
Amalia Fitriyani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi aktif manajemen dan bisnis.

GMAIL : AMXLIAFTRYN2203@GMAIL.COM

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Aktivitas Tanpa Batas bersama Masyarakat Indonesia yang Cerdas

7 Desember 2021   09:59 Diperbarui: 19 Februari 2022   11:06 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beliau mengaku sudah menjadi petani tembakau beberapa tahun terakhir, dikarenakan tembakau memiliki harga jual yang tinggi membuat dirinya lebih memfokuskan menanam tumbuhan tersebut yang lumayan subur di dataran rendah. 

Namun, beliau mengeluhkan harga jual tembakau belakangan ini yang mana pandemi memiliki peran utama dibaliknya. 

"Belakangan ini untuk menjual tembakau agak susah mas, kita mengolah tembakau seperti biasanya namun pas sampai ke pengepul ditolak dengan alasan masih agak basah padahal waktu itu panen lumayan banyak sekitar 5 sampai 6 bal ya mungkin karena petani bakau semakin lama semakin menjamur jadi kewalahan juga mungkin." Pak Warno terdiam sejenak dan lalu menyeruput kopi hitamnya saat itu, sembari menceritakan bagaimana pahitnya kala itu, dimana ia juga membutuhkan dana yang lumayan besar untuk membiayai kuliah putra bungsunya.

Penduduk desa Banaran saat itu memang sedang musim panen tembakau, saat sudah waktunya panen mereka sering saling bahu-membahu untuk membantu tetangganya yang tengah panen juga, hal ini bertujuan agar hasil panen satu desa dapat cepat terkumpul. Namun nahas, ada beberapa penduduk desa yang hasil panennya ditolak termasuk Pak Warno sendiri, sehingga beliau dan beberapa tetangga yang terdampak harus membawa pulang sebuah kekecewaan.

https://joss.co.id/
https://joss.co.id/

"Akhirnya dibalikin lagi itu mas, dan kita coba keringkan lagi sampai kita rasa sudah benar-benar kering baru dibawa lagi ke pengepul, nah sampai sana saya agak kaget juga karena ternyata harganya malah turun dikarenakan alasannya tembakau sudah tidak fresh lagi. Ya kita juga bingung dan pasrah jadinya yasudah kita terima berapapun harganya toh juga tidak rugi ini walaupun keuntungannya sangat sedikit." ujar beliau.

https://www.solopos.com/
https://www.solopos.com/

Dari kisah Pak Warno diatas, dapat kita simpulkan bahwa dampak pandemi ternyata amat meluas, mulai dari pedagang kecil, pedagang besar, sekelas perusahaan pun bisa terdampak, petani, dan profesi lainnya. 

Lalu adakah solusi dari terjadinya hal ini?

Sebelum pandemi menyerang, masyarakat sudah banyak yang membuka usaha kecil-kecilan dengan bantuan aplikasi sosial media dan E-commerce sebagai perantara antara pedagang dan penjual. Tak selalu dengan modal besar berupa ruko, hanya dengan berdiam diri dirumah sudah bisa menjalani usaha dengan memanfaatkan akses digital yang ada.

https://www.nesabamedia.com/pengertian-online-shop/
https://www.nesabamedia.com/pengertian-online-shop/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun