Mohon tunggu...
Eka Putra Nggalu
Eka Putra Nggalu Mohon Tunggu... Seniman - Komunitas KAHE

Penggiat Komunitas KAHE

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Yang Terhempas, Yang Terkikis": Dialektika Sejarah Sikka Pasca Tsunami 1992

29 Mei 2019   11:05 Diperbarui: 29 Mei 2019   13:57 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Yang Terhempas, Yang Terkikis" | Dokumentasi Komunitas KAHE

Tsunami Pulau Flores terjadi pada 12 Desember 1992 pukul 13.29. Peristiwa itu tercatat sebagai salah satu dari sepuluh tsunami terdahsyat di dunia. LIPI mencatat 2080 orang tewas akibat tsunami tersebut. Dari jumlah yang besar itu, Maumere menjadi kota dengan korban jiwa paling banyak, yaitu 1490 jiwa. 590 korban berasal dari pulau Babi, sebuah pulau yang berada 5 km berjarak 40 km dari pusat gempa M 7,8 yang mengguncang lepas pantai kota Maumere.

Secara material, di Maumere tercatat 28.118 rumah, 785 bangunan sekolah, 307 masjid serta 403 ruko, dan perkantoran hancur. Pada tahun 1992, angka tersebut tergolong tinggi.

Menanggapi hal itu, sejak tahun 2017, Komunitas KAHE bergulat dengan arsip-arsip dan artefak-artefak yang menyimpan memori tentang peristiwa tersebut. Gerakan komunitas ini didasari oleh kegelisahan terhadap makin hilang dan terkikisnya memori kolektif masyarakat Maumere dan Kabupaten Sikka tentang salah satu momen krusial dalam sejarah. Padahal, memori kolektif itu sungguh menentukan arah gerak pembangunan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Selain sebagai memori, artefak-artefak itu juga dikenakan sebagai metafora untuk melihat sejauh mana kota Maumere bergerak dan berubah saat ini?

Pertunjukan Yang Terhempas, Yang Terkikis diharapkan dapat menjadi salah satu dari artefak itu. Pertunjukan ini menempatkan Kampung Wuring - sebuah kampung nelayan di wilayah kelurahan Wolomarang, Kabupaten Sikka - sebagai lokus dan fokus riset penciptaan karya. Kampung Wuring yang terbentuk oleh migrasi suku Bajo dan Bugis antara tahun 1902-1918 itu menjadi salah satu tempat dengan kehancuran paling parah pada tsunami Flores 1992.

Kampung Wuring | Dokumentasi Komunitas KAHE
Kampung Wuring | Dokumentasi Komunitas KAHE

Kemudian, dalam pertunjukan Yang Terhempas, Yang Terkikis, kampung Wuring ditempatkan sebagai idiom lokal untuk membicarakan perubahan-perubahan yang tengah terjadi di tubuh masyarakat kota Maumere. Struktur kampung Wuring pun diadopsi sebagai dramaturgi. Ada upaya untuk merefleksikan arah gerak kebudayaan di Maumere yang ditandai dengan beragam pertemuan dan silang sengkarut antara yang tradisional dan modern, yang lokal dan global.

Sebagaimana Wuring, Maumere sebagai kota pelabuhan, sejak dulu adalah juga semacam ruang transisi yang menjadi irisan dari pelbagai unsur-unsur dialektis yang menuntut pengenalan atas identitas masing-masing. Wuring juga memberikan satu wawasan reflektif tentang krisis ruang, pola konsumsi, dan interaksi yang dideterminasi oleh prinsip developmentalisme - yang memodifikasi manusia-manusia dan lingkungan tempat hidupnya sebagai objek.

Kampung Wuring | Dokumentasi Komunitas KAHE
Kampung Wuring | Dokumentasi Komunitas KAHE

Yang Terhempas, Yang Terkikis bercerita tentang Mamat Kasip, seorang juragan kapal ikan di Wuring. Ia beristri lima dan menjunjung tinggi Pancasila. Kisah hidup Mamat menjadi sorotan seluruh warga kampung. Ia meminta seorang wartawan, teman sejawatnya saat kuliah untuk menulis kisah hidupnya sebelum ia meninggal. Pementasan ini adalah secuil cerita tentang hidup Mamat Kasip yang terus menjadi pergunjingan hingga akhir hayatnya.

Pertunjukan Yang Terhempas, Yang Terkikis dikerjakan dengan metode penciptaan bersama oleh penggiat di Komunitas KAHE. Pertunjukan ini akan dipentaskan di Taman Monumen Tsunami, Maumere, Flores-NTT pada Rabu, 29 Mei 2019, pukul 19.15 WITA. Pertunjukan ini didukung sepenuhnya oleh Bakti Budaya, Djarum Foundation.

Stage Crew
Stage Crew "Yang Terhempas, Yang Terkikis" di Taman Monumen Tsunami | Hak cipta: Andry Sola

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun