Tsunami Pulau Flores terjadi pada 12 Desember 1992 pukul 13.29. Peristiwa itu tercatat sebagai salah satu dari sepuluh tsunami terdahsyat di dunia. LIPI mencatat 2080 orang tewas akibat tsunami tersebut. Dari jumlah yang besar itu, Maumere menjadi kota dengan korban jiwa paling banyak, yaitu 1490 jiwa. 590 korban berasal dari pulau Babi, sebuah pulau yang berada 5 km berjarak 40 km dari pusat gempa M 7,8 yang mengguncang lepas pantai kota Maumere.
Secara material, di Maumere tercatat 28.118 rumah, 785 bangunan sekolah, 307 masjid serta 403 ruko, dan perkantoran hancur. Pada tahun 1992, angka tersebut tergolong tinggi.
Menanggapi hal itu, sejak tahun 2017, Komunitas KAHE bergulat dengan arsip-arsip dan artefak-artefak yang menyimpan memori tentang peristiwa tersebut. Gerakan komunitas ini didasari oleh kegelisahan terhadap makin hilang dan terkikisnya memori kolektif masyarakat Maumere dan Kabupaten Sikka tentang salah satu momen krusial dalam sejarah. Padahal, memori kolektif itu sungguh menentukan arah gerak pembangunan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Selain sebagai memori, artefak-artefak itu juga dikenakan sebagai metafora untuk melihat sejauh mana kota Maumere bergerak dan berubah saat ini?
Pertunjukan Yang Terhempas, Yang Terkikis diharapkan dapat menjadi salah satu dari artefak itu. Pertunjukan ini menempatkan Kampung Wuring - sebuah kampung nelayan di wilayah kelurahan Wolomarang, Kabupaten Sikka - sebagai lokus dan fokus riset penciptaan karya. Kampung Wuring yang terbentuk oleh migrasi suku Bajo dan Bugis antara tahun 1902-1918 itu menjadi salah satu tempat dengan kehancuran paling parah pada tsunami Flores 1992.
Kemudian, dalam pertunjukan Yang Terhempas, Yang Terkikis, kampung Wuring ditempatkan sebagai idiom lokal untuk membicarakan perubahan-perubahan yang tengah terjadi di tubuh masyarakat kota Maumere. Struktur kampung Wuring pun diadopsi sebagai dramaturgi. Ada upaya untuk merefleksikan arah gerak kebudayaan di Maumere yang ditandai dengan beragam pertemuan dan silang sengkarut antara yang tradisional dan modern, yang lokal dan global.
Sebagaimana Wuring, Maumere sebagai kota pelabuhan, sejak dulu adalah juga semacam ruang transisi yang menjadi irisan dari pelbagai unsur-unsur dialektis yang menuntut pengenalan atas identitas masing-masing. Wuring juga memberikan satu wawasan reflektif tentang krisis ruang, pola konsumsi, dan interaksi yang dideterminasi oleh prinsip developmentalisme - yang memodifikasi manusia-manusia dan lingkungan tempat hidupnya sebagai objek.
Yang Terhempas, Yang Terkikis bercerita tentang Mamat Kasip, seorang juragan kapal ikan di Wuring. Ia beristri lima dan menjunjung tinggi Pancasila. Kisah hidup Mamat menjadi sorotan seluruh warga kampung. Ia meminta seorang wartawan, teman sejawatnya saat kuliah untuk menulis kisah hidupnya sebelum ia meninggal. Pementasan ini adalah secuil cerita tentang hidup Mamat Kasip yang terus menjadi pergunjingan hingga akhir hayatnya.