Di persimpangan waktu sempat kita sua
Semacam dejavu lalu, kita bertatap kenang
Matamu, yang pernah kulihat bersinar teduh
Bibirmu, yang pernah bercakap.dan
Tanganmu , yang pernah membelai
Pernah merupa sebilah belati tajam berkilat
Kita sama terkesiap, sama mencabik luka
Hembusan angin lalu menjadi kini
Adalah belaian tikaman-tikaman
Yang tak lagi meneteskan air mata atau luka
Ia menjadi semesta yang benderang
Tak sembunyi dibalik bilik jiwa yang kalut
Jiwamu, jiwaku kali ini seteduh lautan
Mengayun senada irama gelombang naik turun
Kita mendayung perahu sendiri-sendiri
Dibawah rembulan dan bintang yang sama
Menyukai gelombang dan suara ombak
Menjadi kanak yang suka hujan, dan memilih kuyup dengan gembira
Ya, lalu  bakal menjadi kata bijak nan arif
Ia masak oleh waktu yang memerahnya menjadi santan
Menjadi penyedap di tiap sajian waktu yang beragam kisah
Ya, kita lebih mencintai lebih dari hari lalu
Selembar daun yang jatuh pun karena kehendak-Nya, pun luka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H