Mohon tunggu...
Ecik Wijaya
Ecik Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Seperti sehelai daun yang memilih rebah dengan rela

Pecinta puisi, penggiat hidup

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kepada Engkau yang Ku Sebut Aku

22 Agustus 2021   09:48 Diperbarui: 22 Agustus 2021   18:25 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada engkau yang kusebut aku
Kau terperangkap lagi kali ini
Bahkan lebih dalam dari lubang yang kemarin
Labirin ini tak mudah kau temu pintu keluarnya
Aku yang berteriak memanggilmu dari seberang
Cuma sekilas kau pandang lalu kau memilih curang
Ya kau curang!
Bagaimana kau bisa berniat lari dengan menyeretlu kedalam pusaran tak berujung
Menenggelamkan segala wacana tentang aku lalu kau hendak lari sendiri
Langit mana yang berlubang untuk kau sembunyi
Dalam lubang semut pun  aku terikut 


Kepada engkau yang kusebut aku
Terlalu arogan!
Kau memaknai  tangan dan kakimu
Sehingga  cukup itu yang kau kenal
Padahal aku sudah memberi ingatan dalam gema jiwamu
Ada aku disini yang bisa tampak dalam semesta rayamu
Perjalanan yang kau tempuh adalah bayang-bayangku yang kau kejar
Tak ingatkah kau ketika sua denganku.
Di padang benderang tanpa penghalang
Kita berhadapan dan tahu diri atas keterikatan
Saling mengucap dalam diam atas pengakuan
Kau takkan pernah terburai lepas dariku sepanjang jaman
Tapi kau khianat!
Memilih dunia yang begitu mengembirakan
Menjauhiku lebih lagi, agar kau bisa lepas dari ikatan
Kau keliru!
Akulah bayang-bayang
Tapi kau adalah aku


Pada engkau yang kusebut aku
Sudahi pelarianmu
Yang tertulis dalam tinta tak mudah terhapus
Lembaran sudah dibuka saat pertama Adam dicipta
Kemanapun kau sembunyi, menjauh
Talimu mengikatku bertambah kencang
Meski dalam siang dan malamnya waktu
Kau merasa sudah sendiri, itu hanyalah rasa permukaan
Karena aku kau jerat dalam perangkap manipulasi dirimu
Lalu kau merengek bahwa kau ditinggal sendiri tanpa kawalan
Kemari, lihat sendiri
Bagaimana keterikatan  itu melebihi gunung yang memancang bumi agar tenang
Karena itu engkau kusebut aku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun