Jika orang kedua ini terbiasa memilih berpikir seperti itu, dengan sendirinya ia akan terkategori ke kelompok manusia dengan pikiran positif. Sama-sama kita ketahui, hal positif hanya akan menarik hal positif pula, begitupun sebaliknya.
Seseorang kecanduan merokok. Ingin berhenti tapi tak bisa. Berbagai usaha sudah dilakukan, namun tetap saja gagal. Vonis penyakit paru tak menghalanginya dari menyukai rokok. Lantas apanya yang salah dengan pecandu berat ini?
Si pecandu ini sudah tak adil sejak dalam pikirannya. Ia berusaha menjauhkan diri dari rokok tapi tetap merokok. Hal ini karena ia tak memilih pikiran yang tepat, berkutat dengan pilihan pikiran lama. Tidak ‘menggaris bawahi’ bahwa rokok itu jahat/buruk di otaknya. Maka solusinya ialah dengan mengganti pikiran lama dengan pengertian baru akan buruknya rokok. Ia harus ‘menjejali’ otaknya dengan pikiran merokok itu buruk. Pilihan pikiran baru yang kuat akan merombak total pengertian lama, yang lantas menghadirkan sikap baru.
Seseorang yang cacat (lumpuh), bercita-cita mendaki gunung. Seluruh dunia menertawai ide mustahilnya. Namun ia tetap memilih pikiran bahwa ia bisa mendaki gunung. Garis kehidupan menggiringnya pada rentetan takdir akan ide tersebut.
Singkat kata, ia berhasil membuktikan bahwa ia mampu. Merubah hal mustahil menjadi lumrah. Ia sanggup mendaki gunung.
Banyak kisah-kisah tak masuk akal hadir di dunia ini. Lantas apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa harus sudah adil sejak dalam pikiran? Kenapa harus memilih berpikir positif?
Penting sekali untuk kita ketahui, sebagai usaha mengenali diri, bagaimana sebenarnya proses sebuah pikiran itu lahir.
Berikut kronologi berpikir manusia :
Pikiran ----> fokus/konsentrasi ----> perasaan ----> sikap ----> hasil
Pada kasus perokok berat di atas, jika ia mengambil pikiran bahwa rokok itu jahat/buruk, maka fokus/konsentrasi otaknya akan bekerja di seputar itu juga. Otak akan merecall file-file dari gudang memori yang menunjang pikiran bahwa rokok itu jahat/buruk. Otaknya akan memunculkan pengertian bahwa rokok itu buruk bagi kesehatan, bagi ekonomi, karir, bagi lingkungan sekitar. Lalu menjalar hingga melibatkan perasaan. Timbul perasaan tak enak akan rokok, merokok jadi tak senyaman biasanya. Lalu lahirkan sikap yang kemudian melahirkan hasil, memutuskan mnjauhi rokok.
Ada kendali otomatis dalam diri manusia terhadap sesuatu yang dianggapnya berbahaya. Dan kendali tersebut tergantung pada pikiran yang dipilih.