Mohon tunggu...
Eci Aulia
Eci Aulia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku

Author

Selanjutnya

Tutup

Home

Dekonstruksi Makna 'Saleh', Emang Boleh?

21 Oktober 2024   12:12 Diperbarui: 21 Oktober 2024   12:25 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Home. Sumber ilustrasi: Unsplash

Moderasi beragama di Indonesia nampaknya semakin masif saja. Arus derasnya tidak hanya berhasil mengobok-obok aturan Sang Pencipta, tetapi juga melakukan penggeseran makna suatu kata, yakni kata, "saleh". Hal ini tentu akan berdampak pada pola pikir dan perilaku masyarakat.

Dalam pidatonya pada Religion Festival, eksibisi capaian Kemenag, di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Rabu (09/10-2024), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan bawa melalui moderasi beragama, indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) terus mengalami peningkatan. Dari 76,02 pada tahun 2023 menjadi 76,47 pada tahun 2024.

Demikian juga halnya dengan indeks kesalehan sosial. Sejak tahun 2020 terus mengalami peningkatan, meski sempat turun sedikit pada tahun 2023 yaitu di angka 82, 59, namun kembali naik menjadi 83,83 pada 2024. Data ini diperoleh melalui survei yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Kemenag di beberapa kota dengan populasi pemeluk agama yang beragam. (kumparanNEWS, 10-10-2024).

Indeks kesalehan sosial diukur melalui lima dimensi yakni, kepedulian sosial, relasi antar manusia, menjaga etika, melestarikan lingkungan, relasi antar manusia, melestarikan lingkungan, serta relasi dengan negara dan pemerintah.

Dengan menyematkan tambahan kata,"sosial" di depan kata, "saleh," maka terminologi makna saleh yang selama ini dipahami umat Islam, yakni taat beribadah karena Allah dan sesuai ketentuan syariat didekonstruksi menggunakan parameter indeks kesalehan sosial (IKS).

Aroma moderasi beragama semakin tercium dalam hal ini. Ide Barat tersebut berhasil dipasarkan ke negeri-negeri Islam atas rekomendasi Rand Corporation. Tujuannya tak lain untuk menghalangi kebangkitan Islam.

Jika ini angin segar bagi kaum moderat, maka sebaliknya ini alarm keras bagi umat Islam betapa moderasi beragama telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan. Menolaknya adalah pilihan yang tepat. Tanpa sadar, moderasi beragama yang menganggap netral nilai-nilai Islam justru akan semakin menjauhkan umat Islam dari kemurnian ajaran agamanya.

Makna saleh dalam prespektif Islam tidak hanya diukur sejauh mana relasinya dengan sesama manusia dan umat agama lain. Akan tetapi, saleh dalam pandangan Islam adalah orang yang beribadah semata karena Allah dan sesuai akidah Islam dan seluruh aturan hidupnya berasal dari wahyu Allah Swt semata.

Maka tanpa perlu menambahkan kata sosial sebagai perluasan makna, orang yang saleh sudah pasti akan senantiasa menjaga relasi dan menghormati sesama manusia, baik Muslim maupun non-Muslim. Sebab, Muslim yang saleh bukan hanya mau diatur dari aspek hablumminannas (hubungan dengan manusia lain) saja.

Jika demikian, ia belum bisa dikatakan saleh. Muslim yang saleh akan menjalankan aturan hidup sesuai syari'at Islam, baik aspek hablumminallah (ibadah ritual), hablumminannas (hubungan dengan manusia lain dalam pergaulan, ekonomi, sosial, budaya, dan yang lainnya) maupun hablumminannafs (akhlak, makanan, minuman, pakaian). 

"Orang-orang yang beriman dan beramal saleh pasti akan Kami masukkan mereka dalam (golongan) orang-orang saleh." (TQS. Al-ankabut: 9).

Dari penjelasan ayat di atas orang saleh adalah orang yang beriman dan beramal saleh. Bukan orang yang beramal dengan hanya mengambil satu aspek hablumminallah saja. Beramal harus meliputi ketiga aspek di atas.

Dengan iman yang dimiliki maka seorang Muslim akan senantiasa mengamalkan perbuatan sesuai tuntunan syari'at. Jadi, tolak ukur kesalehan bukan hanya diukur dari seberapa besar indeks kesalehan sosial. Akan tetapi, ketika ia mengambil Islam secara keseluruhan dan menerapkannya.

Inilah yang menjadi kunci mengapa Islam bisa diterapkan selama lebih kurang 13 abad lamanya. Islam mampu berkuasa tatkala kaum Muslim beriman dan menerapkan Islam secara kafah.

Keindahan penerapan Islam nampak dari ucapan dan aktivitas para penguasa dan kaum Muslim saat itu. Hal inilah yang menjadikan manusia masuk ke dalam Islam secara berbondong-bondong. MasyaAllah. Wallahu alam Bissowwab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun