Larung sesaji atau sedekah laut merupakan salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pesisir baik di selatan maupun di utara pulau jawa dengan berbagai wujud dan versi yang berbeda-beda. Salah satu daerah yang mengadakan tradisi sedekah laut adalah masyarakat pesisir cilacap yang mengadakannya sebagai wujud rasa syukur terhadap terhadap Tuhan yang maha Esa atas kelimpahan rizki yang diterima.
Tradisi sedekah laut di dearh cilacap bermula dari perintah Bupati Cilacap ke III Tumenggung Tjakrawerdaya III yang memerintahkan kepada sesepuh nelayan Pandanarang bernama Ki Arsa Menawi untuk melarung sesaji ke laut selatan beserta nelayan lainnya pada hari Jumat Kliwon pada bulan Sura tahun 1875. Sejak itu muncul adat larung sesaji ke laut atau lebih dikenal dengan istilah upacara adat sedekah laut, yang hingga saat ini masih menjadi adat atau tradisi yang dilakukan secara rutin satu tahun sekali pada hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon di bulan Muharram. Bahkan mulai tahun 1983 upacara sedekah laut diangkat sebagai atraksi wisata yang menarik bagi wisatawan mancanegara.[1]
Dalam pelaksanaan tradisi larung sesaji atau sedekah laut terdapat beberapa prosesi yakni dimulai dengan kegiatan ziarah ke Pantai Karang Bandung (Pulau Majethi) yang terletak di sebelah timur tenggara Pulau Nusakambangan yang dilakukan oleh ketua adat Nelayan Cilacap untuk berdoa agar nelayan diberi kesehatan dan tangkapan ikan yang melimpah. Adapun kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah Upacara penyerahan sesaji dari yayasan Honggodento kepada panitia dilanjutkan dengan tirakatan di pendopo kabupaten, yangdidahului dengan pemotongan tumpeng, dalam acara ini diisi kegiatan pengajian dan pembacaan kegiatan sedekah laut.
Salah satu hal menarik dalam proses tradisi sedekah laut adalah adanya jolen yang memiliki makna ojo kelalen berupa kepala sapi atau kambing dan ubo rampe lain dari sejumlah kelompok nelayan dan pemkab Cilacap di kirap dari pendopo kabupaten sebelum dilarung ke laut. Adanya jolen dalam tradisi sedekah laut bukan tanpa maksut, karena jolen memiliki arti ojo kelalen yang berarti mengingatkan kepada manusia agar tidak lupa kepada sang pencipta atas rezeki yang diterimanya.
Dalam upacara sedekah laut yang dilakukan di pesisir pantai Cilacap ini terdapat symbol yakni dalam upacara sedekah laut yaitu mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan sang pencipta. Dari hubungan itu semua terdapat makna pada uborampe yang disiapkan pada acara sedekah laut diantaranya adalah Kacang panjang yang memiliki makna "panjang umure, semulur rezekine (Panjang umurnya dan lancar rezekinya)", bubur merah putih yang memiliki makna "Dadine manungsa saka getih abang karo getih putih (Terbentuknya manusia dari darah merah dan darah putih)", Kelapa Hijau yang memiliki makna "Wong urip kudu seneng dadi pengayome wong (Hidup harus senang menjadi tempat kenyamanan orang lain)" dan masih banyak lagi makna uborampe yang lain.[2]
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita ketahui jika makna dari pelaksanaan sedekah laut yang dilaksanakan setahun sekali tersebut adaah sebagai bentuk perwujudan syukur kepada pencipta atas hasil tangkapan ikan yang diperoleh nelayan juga permohonan doa keselamatan dan kelimpahan rezeki kedepadannya. Selain itu, sedekah laut juga mengandung makna budaya, sosial dan ekonomi.
REFERENSIÂ
Ani Suryanti, Upacara Adat Sedekah Laut di Pantai Cilacap, February 2017, DOI: 10.14710/sabda.v3i2.13268.hlm. 3
Skripsi, Tsuroya Firdausi, Analisis Simbol Pada Upacara Sedekah Laut Di Pantai Teluk Penyu Cilacap, hlm. 64 diakes melalui http://Repository.Iainpurwokerto.Ac.Id/6783/1/Cover_Abstrak_Daftar%20isi_Bab%20i_Bab%20iv%20_Daftar%20pustaka.pdf pada Sabtu, 23 Mei 2021 pukul 05.48 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H