Mohon tunggu...
Nadiyah Munisah Hamelia
Nadiyah Munisah Hamelia Mohon Tunggu... Freelancer - Collegian

Seorang mahasiswi yang masih belajar untuk menulis. Silah koreksi dan mulai berdiskusi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Indonesia: Antara Politik Luar Negeri Non-Intervensi dan Politik "Cari Aman"

22 Oktober 2019   19:30 Diperbarui: 22 Oktober 2019   19:34 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik yang terjadi di Uighur menjadi perbincangan hangat beberapa saat lalu. Beberapa mengatakan bahwa yang terjadi disana saat itu adalah genosida, hingga pelanggaran HAM. Meskipun Cina sendiri membantah apa yang dilakukannya merupkana suatu kesalahan, karena menurut mereka yang terjadi sebenrarnya adalah menghindari paham radikal yang terjadi. Namun, hal ini tetap menuai kontroversi pada dunia internasional. 

Masyarakat Indonesia juga tak tinggal diam dalam menyikapi hal ini. Beberapa unjuk rasa diprakarsai oleh organisasi di Indonesia, antara lain Persaudaraan Alumni 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), dan beberapa lagi diantaranya. Hal ini dikarenakan sikap pemerintah yang diam pada saat terjadi konflik tersebut. Namun hal ini kemudian diklarifikasi oleh mantan wapres Jusuf Kalla yang menuturkan telah menyampaikan keberatan tersebut kepada pemerintah Tiongkok dengan berujar bahwa inilah politik luar negeri Indonesia yang mengedepankan 'Non-Intervensi'. 

Hal ini didasarkan bahwa, pada dasarnya Indonesia tidak mempunyai hak dalam mencampuri urusan negara lain. Padahal, pada kenyataannya, Indonesia memiliki peran yang besar dalam kasus Palestina-Israel, yang bisa dikatakan sebagai 'intervensi' apabila merujuk pada kasus yang dikaitkan dengan kalimat non-intervensi di Cina.

Mengingat hubungan Indonesia -- Cina yang terjalin sangat harmonis, serta bantuan yang tak berhenti mengucur, beberapa spekulasi tak terelakkan untuk mencuat. Apakah politik 'cari aman' sedang dilakukan Indonesia dengan berkedok non-intervensi? Sedangkan Indonesia sendiri diangkat menjadi DK-PBB karena dipercaya mampu menjadi penengah dan menangani kasus serupa seperti Palestina-Israel, Rohingya, dll. Apakah karena kerjasama yang terjalin erat dan kepentingan yang mengantri untuk dijadikan proyek bersama Indonesia cenderung 'diam' dan memilih 'menegur secara halus' hingga terbatas sampai menyatakan keberatan melalui beberapa tokoh besar kepada pemerintahan Cina?

Apapun yang terjadi, bagi Indonesia tentu 'alasan tertentu' dapat dijadikan sandaran sebagai cerminan sikap yang keluar. Bukan berarti hal yang terkait sebagai 'penghindaran' karena dasar negatif. CMIW.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun