Jika atom, dan beberapa senjata berbahaya lain telah diatur penggunaannya, sehingga bagi siapapun yang melanggar tentu akan mendapatkan sanksi serius dari rezim internasional, maka tentu cara lain sedang difikirkan.Â
Dalam kasus International non-armed Conflict, yang berfokus pada HAM dan bencana alam, disebutkan bahwa pelaku pelanggaran HAM tentu sudah pasti dapat diboyong masuk kedalam ICJ hingga ICC, lain halnya dengan bencana alam yang tak-terhindarkan.Â
Bencana alam yang merugikan negara tetangga baru dapat dituntut dengan cara ganti rugi oleh negara tuan rumah. Ganti rugi belum seberapa jika berbicara dengan kerugian itu sendiri yang ditimbulkan akibat ulah bencana alam.
Mengutip dari beberapa sumber, mengenai teori-teori konspirasi yang membahas bencana buatan yang terjadi di beberapa negara, bahwa terdapat beberapa kemungkinan-kemungkinan yang dapat dijadikan teori baru akan munculnya era baru dalam senjata perang.Â
Selain tak dapat dituntut, tentu bencana alam akan tetap menjadi bencana akibat ulah alam.Â
Beberapa contoh kasus 'bencana alam buatan' adalah Gempa Haiti yang diduga percobaan senjata tektonik oleh negara adidaya -Amerika. Mengapa bisa muncul teori seperti itu?Â
Gempa yang hanya berkekuatan 7 SR dapat meluluh-lantahkan Port-Au-Prince, ibu kota Haiti dengan jumlah korban mencapai 200 ribu jiwa dan 1,5 juta kehilangan tempat tinggal.Â
Media Venezuela menuding bahwa gempa ini berkaitan dengan proyek High Frequency Active Auroral Research Program (HAARP) yang berbasis di Alaska yang diisukan sebagai alat pengendali cuaca.
Bencana lain yang diduga buatan adalah tsunami Aceh tahun 2004 yang berkekuatan 9,1 SR. Gelombang yang ditimbulkan mampu menyapu Thailand, Sri Lanka, India, Maladewa, dan pesisir Timur Afrika.Â
Lebih dari 230 ribu korban jiwa ditimbulkan. Bahkan, dugaan akan tidak adanya aktifitas seismik yang terekam di Sumatera menjadikan ia kuat untuk dipromosikan kedalam kategori teori konspirasi.Â
Meskipun rumor ini langsung dibantah oleh pejabat Angkatan Laut AS dan Dr Bart Bautisda sebagai ilmuwan di Phillipine Institute of Volcanology and Seismology. Bukan berarti bom tsunami ataupun senjata tektonik benar-benar tidak ada.Â