Mohon tunggu...
K. Ersa
K. Ersa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang individu yang selalu haus akan pengetahuan dan pemahaman yang lebih dalam tentang dunia sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Gaya Kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam Mempertahankan Tradisi dan Mendorong Pembangunan di Yogyakarta

17 Mei 2024   19:53 Diperbarui: 1 November 2024   01:18 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Sri Sultan Hamengkubuwono X adalah raja Kesultanan Yogyakarta sejak tahun 1989 dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1998. Sri Sultan Hamengku Buwono X dikenal sebagai sosok pemimpin yang berperan penting dalam melestarikan budaya dan tradisi Keraton Yogyakarta serta berperan penting dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat Yogyakarta. Konsep kepemimpinan modern yang dipadukan dengan tradisi jawa membuat Sri Sultan Hamengkubuwono X lebih mudah dalam mendorong pembangunan yang diimbangi dengan melestarikan tradisi yang ada. Namun, di era globalisasi saat ini mendorong pembangunan yang diimbangi dengan melestarikan tradisi yang ada tentu memiliki berbagai tantangan dan hambatan. Sri Sultan Hamengkubuwono dengan gaya kepemimpinan modernnya telah berusaha agar pembangunan di Yogyakarta dapat terus berjalan tanpa meninggalkan tradisi kebudayaan yang ada. Oleh karena itu, penulis mengambil judul "Analisis Gaya Kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam Mempertahankan Tradisi dan Mendorong Pembangunan di Yogyakarta"  karena judul ini sangat penting dipelajari untuk memahami gaya kepemimpinan yang tepat di era globalisasi saat ini.

METODE PENELITIAN

              Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata kata lisan maupun tertulis dan tingkah laku yang dapat diamati oleh orang yang di teliti, dalam penelitian ini menjelaskan fenomena dengan lebih dalam melalui pengumpulan data data dan tidak mengutamakan besarnya narasumber yang digunakan melainkan mengedepankan data data yang diperoleh. Menurut Lexy J. Moleong (2005:6) mengungkapkan metode kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Termasuk dengan menjelaskan tingkah laku, persepsi, motivasi, tingkah laku, dan lain-lain secara keseluruhan, dari segi bahasa dan dalam konteks alam tertentu, dengan menggunakan berbagai metode alam. Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dimana penelitian ini menggambarkan semua data atau keadaan subjek atau objek penelitian kemudian dianalisis dan dibandingkan sesuai dengan kenyataan yang berlangsung saat ini. Tipe deskriptif ini bertujuan untuk membuat deskriptif secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Berdasarkan hal tersebut, penelitian yang berjudul "Analisis Gaya Kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam Mempertahankan Tradisi dan Mendorong Pembangunan di Yogyakarta" merupakan penelitian kualitatif deskriptif karena peneliti ingin menggali tentang gaya kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam mendorong pembangunan di Yogyakarta yang di imbangi dengan melestarikan budayanya saat menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN

               Sri Sultan Hamengku Buwono X lahir di Yogyakarta, pada tanggal 2 Maret 1946. Nama kecilnya adalah Bandoro Raden Mas (BRM) Herdjuno Darpito. Beliau merupakan anak tertua dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari istri keduanya yang bernama RA Siti Kustina. Saat usia beliau menginjak dewasa, namanya bergelar menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi. Adapun setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Raja Putra Nalendra Mataram. Setelah penobatannya sebagai raja di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat  pada tanggal 7 Maret 1989, ia diberi gelar Sri Sultan Hamengku Buwono X menggantikan ayahnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sri Sultan Hamengku Buwono 1X meninggal dunia di Amerika Serikat pada tahun 1988. Sultan Hamengku buwono X dalam menjalani kariernya pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Punokawan, Presiden Komisaris PG Madukismo, Ketua Tim Ahli Gubernur DIY pada tahun 1996, dan juga menjadi anggota MPR RI. Selain itu, beliau juga aktif dalam beberapa organisasi dan juga memiliki jabatan di beberapa organisasi, seperti menjadi Ketua Umum Kadinda DIY Yogyakarta, Ketua DPD Golkar DIY Yogyakarta, serta menjadi Ketua KONI DIY Yogyakarta. Sultan Hamengku Buwono X juga menjabat sebagai Gubernur Yogyakarta yang dimulai pada tahun 2008. Ia menjabat sebagai gubernur dalam beberapa periode, 1998-2003, 2003-2008, 2008-2012. Pada periode berikutnya, 2012-2017, ia kembali dinobatkan sebagai gubernur Yogyakarta.

              Gaya Kepemimpinan Transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang ditunjukkan ketika seorang pemimpin dapat mengispirasi dan memotivasi anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sri Sultan Hamengkubuwono X telah mampu menerapkan gaya kepemimpinan tersebut selama memimpin Yogyakarta. Gaya kepemimpinan transformasinal yang diterapkan Sri Sultan Hamengkubuwono X dapat dilihat dari berbagai program kerja yang beliau terapkan di Yogyakarta dengan tujuan untuk mendorong pembangunan berkelanjutan tanpa meninggalkan tradisi yang ada. Salah satu contoh penerapan gaya kepemimpinan transformasional oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X adalah adanya budaya "SATRIYA." Budaya SATRIYA merupakan perpanjangan dari Selaras, Akal budi luhur -- jatidiri, Teladan -- Keteladanan, Rela melayani, Inovatif, Yakin dan percaya diri, dan Ahli-profesional. Budaya ini mununjukkan tuntutan kepada ASN di Yogyakarta agar selalu berpikir inovatif dan kreatif untuk menyelesaikan permasalahan di Yogyakarta. Dampak dari adanya budaya ini yaitu mampu menciptakan ASN yang inovatif dan kreatif dalam menyelesaikan berbagai persoalan demi mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Yogyakarta.

               Gaya kepemimpinan visioner juga telah diterapkan Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam memimpin Yogyakarta. Gaya kepemimpinan visioner adalah gaya kepemimpinan ketika seorang pemimpin mampu melihat visi kedepan dan berani mengambil tindakan untuk dapat mewujudkannya. Selama menjabat sebagai Gubernur DIY 2017-2020, Sri Sultan Hamengkubuwono X pernah menciptakan sebuah Visi yaitu "Menyongsong Abad Samudera Hindia untuk Kemuliaan Martabat Manusia Jogja" yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Istimewa Yogyakarta. Visi tersebut diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwono X untuk merepresentasikan impian beliau yang besar dalam RPJPD DIY 2005 -- 2025 yaitu agar DIY dapat menjadi salah satu daerah dengan pusat peradaban manusia yang maju, mandiri, dan sejahtera di Kawasan Asia Tenggara. Selain itu dengan adanya latar belakang sejarah, nilai budaya, nilai filososi dan kondisi geografi dari DIY menjadi dorongan tekad Sultan Hamengku Buwono X untuk menjaga keistimewaan DIY. Visi "Menyongsong Abad Samudera Hindia untuk Kemuliaan Martabat Manusia Jogja" diwujudkan dengan adanya pelaksanaan realiasi anggaran keistimewaan yang dikenal sebagai Dana Keistimewaan (Danais). Anggaran ini difokuskan pada program kerja pelestarian cagar budaya, pengembangan nilai sejarah dan nilai budaya, pelaksanaan even budaya, dan pengembangan kesenian budaya di DIY. Danais DIY juga digunakan untuk pembangunan lingkungan dan tata ruang fisik, dengan penekanan terhadap penciptaan ruang ruang wilayah DIY, pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, pembangunan pendidikan, pembangunan teknologi, pembangunan hukum, dan pembangunan diberbagai bidang lainnya. Lalu, pada tahun 2001, Sultan Hamengkubuwono X juga mengusulkan ide pembuatan branding untuk kota Yogyakarta, bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan Markplus Inc. untuk melahirkan brand "Jogja Never Ending Asia". Inisiatif ini menunjukkan visi Sultan Hamengkubuwono X untuk menjadikan Yogyakarta sebagai pemimpin dalam bidang perdagangan, pariwisata, dan industri di kawasan Asia. Setelah 14 tahun berlalu, Sultan merasa perlu untuk melakukan re-branding, karena logo dan tagline lama dinilai tidak lagi relevan. Pada tahun 2014, Sultan memilih tim Hermawan Kertajaya untuk menciptakan logo baru berdasarkan visi dan arahan yang diberikan. Hal ini menunjukkan kepemimpinan Sultan dalam menanggapi perubahan zaman dan memastikan citra kota tetap segar dan relevan.

             Selain itu, Sultan Hamengkubuwono X juga mengambil langkah-langkah konkrit untuk mendukung rebranding, seperti menerbitkan Peraturan Gubernur untuk mengesahkan logo dan tagline baru serta membuat Road Map Implementasi Strategis untuk melaksanakan rebranding secara efektif. Tindakan ini menunjukkan kepemimpinan Sultan dalam memberikan landasan hukum dan arahan strategis untuk mendukung pembangunan kota melalui branding.

KESIMPULAN

            Sri Sultan Hamengkubuwono X menerapkan gaya kepemimpinan transformasional dan visioner dalam memimpin Yogyakarta. Melalui program seperti budaya SATRIYA dan Visi "Menyongsong Abad Samudera Hindia untuk Kemuliaan Martabat Manusia Jogja", beliau mendorong inovasi, pelestarian budaya, pembangunan infrastruktur, serta promosi pariwisata. Sri Sultan Hamengkubuwono X juga menunjukkan kepemimpinan adaptif dengan menginisiasi re-branding kota Yogyakarta untuk menjaga relevansi dan citra positif di era yang terus berubah. Tindakan konkrit seperti menerbitkan peraturan dan roadmap implementasi menegaskan komitmen beliau untuk mendukung perkembangan kota melalui strategi branding yang efektif.

REFERENSI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun