Mohon tunggu...
Ebyn Majid
Ebyn Majid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Manusia yang masih mengembangkan bakatnya dalam bidang menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Idealisme Sang Jenderal

23 September 2023   17:08 Diperbarui: 23 September 2023   17:13 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GAGALNYA MERAPAT KE GANJAR

Agus Harimurti Yudhoyono selaku Ketua Umum Partai Demokrat meminta maaf kepada Puan Maharani selaku Ketua DPP PDI-Perjuangan sebelum komitmennya mendukung Prabowo selaku Calon Presiden 2024. Hal ini dikonfiramsi oleh Hinca Pandjaitan anggota majelis tinggi partai Demokrat. AHY mengungkapkan Demokrat tidak bisa Bersama-sama dalam pilpres 2024 dengan PDIP. Setelah hengkangnya Demokrat dari Anies Baswedan, demokrat diisukan berkomunikasi intensif dengan PDIP hal ini juga sebelumnya sudah pernah diadakan pertemuan AHY dan Puan Maharani beberapa waktu yang lalu.

Sebenarnya alasan mengapa Demokrat tidak bergabung dengan PDIP dikarenakan hubungan antara SBY dan Megawati ini kurang harmonis. Sudah hampir 2 dekade hubungan mereka renggang, seolah olah terjadi perang dingin diantara keduannya. Catatan historis mengungkapkan konflik diantara keduannya dimulai sejak rivalitas politik jelang Pemilu 2004. Sebelum itu, SBY merupakan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) di Kabinet Gotong Royong, kabinet yang dipimpin Megawati. Namun, keduanya lantas bersaing di panggung Pemilu Presiden (Pilpres) 2004. Secara mengejutkan, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla berhasil mengalahkan Megawati-Hasyim Muzadi dengan perolehan suara 60,62 persen berbanding 39,38 persen. Selama 10 tahun kepemimpinan SBY, PDIP besutan Megawati berkomitmen untuk menjadi oposisi dari pemerintahannya. Sinyal rekonsiliasi santer terdengar seiring berjalannya waktu, namun sampai dengan saat ini romantisme yang dibagun keduannya sulit untuk dipersatukan dalam satu kolam koalisi Bersama.

Akan tetapi apabila kita melihat peluang berkoalisi, Partai Demokrat ini memiliki potensi yang besar untuk bergabung Bersama PDIP untuk mengusung Ganjar Pranowo, melihat peta politik pilpres tahun 2024 koalisi yang paling ideal untuk Demokrat adalah PDIP karena melihat komposisi partai yang bergabung dengan PDIP pun masih jauh secara electoral dengan Prabowo, hal itu mengindikasikan adanya peluang dalam penentuan Cawapres terutama AHY yang santer dikabarkan masuk ke dalam bursa Cawapres Ganjar seperti yang diungkapkan Puan Maharani Ketua DPP PDIP. Partai yang sama-sama memenangkan pemilu 2 kali berturut ini pun sebenarnya sudah memberikan tanda-tanda berkoalisi, namun jarak psikologis yang terlalu jauh akhirnya menggagalkan koalisi ini terealisasi.

GEMUKNYA KOALISI PRABOWO

Bergabungnnya Partai Demokrat ke Koalisi Indonesia maju yang mengusung Prabowo Subianto menjadi Presiden 2024 membuat gemuknya koalisi ini. koalisi pendukung Prabowo menjadi yang paling gemuk. Jika digabungkan, suara parpol pendukung Prabowo pada Pemilu 2019 mencapai 39,4 persen atau 261 kursi DPR RI. Perinciannya, Partai Gerindra (12,57 persen atau 78 kursi), Partai Golkar (12,31 persen atau 85 kursi), Partai Demokrat (7,77 persen atau 54 kursi), dan PAN (6,84 persen atau 44 kursi).

Hal ini hamper dipastikan kontestasi pemilu 2024 akan terbentuk 3 poros koalisi, Ganjar, Prabowo, dan Anies Baswedan. Meski koalisi Prabowo paling gemuk diantara yang lainnya tidak menjamin koalisi ini akan mudah memenangkan pertempuran, Soliditas antar partai tentu akan menjadi hambatan diantara parpol pengusung yang lain. Terutama pada saat menjelang penentuan Cawapres pendamping Prabowo, yang tentu akan membuat gejolak di dalam tubuh koalisi. Semua partai memiliki kepentingan di sana, tentu tidak mudah untuk mengontrol dan mengakomodasi semua kepentingan partai tersebut. Kepentingan tersebut tentu akan diperjuangkan mati-matian untuk setiap partai. Dan belum tentu juga keberagaman yang terjadi dalam koalisi yang gemuk berdampak kepada pemilih untuk memilih capres dan cawapres yang diusung, segala kemungkinan masih bisa terjadi berdasarkan hasil Survei SMRC, loyalitas kader partai belum tentu sejalan dengan arah koalisi yang terbangun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun