Mohon tunggu...
ebrian amrdysa
ebrian amrdysa Mohon Tunggu... Lainnya - Coffee Addict

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prodi Sosiologi FISIP 2019.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Review] Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas

2 November 2020   05:32 Diperbarui: 2 November 2020   05:35 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Nama: Ebrian Amr Dysa

NIM: 11191110000051

Review Islam Kepemimpinan Perempuan, Dan Seksualitas.

Neng Dara Affiah, seorang sosiolog, anggota kebijakan Badan akreditasi Nasional (BAN) pendidikan Usia Dini (PAUD) dan pendidikan non formal (PNF) kemendikbud RI periode 2018-2022; Commisiones Komnas perempuan periode 2007-2009 .

            Ia menulis dan menyunting sejumlah buku, diantaranya ialah Rekang Juang Komnas Perempaun: 16 Tahun Menghapus Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas perempuan, 2014); Seksualitas dan Demokrasi: Kasus perdebatan UU Pornografi di Indonesia (Komnas Perempua, 2011); Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas(2009); Gerakan Islam Indonesia Pasca Orde Baru: Merambah dimensi Baru Islam (2006); dan  Menapak Jejak Fatayat NU: Sejarah Gerakan, Pengalaman dan Pemikiran (2005).

            Dalam bukunya, Neng Dara Affiah menjabarkan dalam surah Al-Hujurat ayat 13 yanng mana salah satu keutamaan ajaran Islam adalah memandang manusia secara setara dengan tidak membeda-bedakannya berdasarkan kelas sosial (kasta), ras, dan Jenis kelamin. Dalam Islam yang membedakan seseorang dengan yang lain adalah kualitas ketakwaannya, kebaikannya selama hidup di dunia, dan warisan amal baik yang ditinggalkannya setelah ia meninggal.

            Dalam point ini Neng Dara affiah mencoba untuk menjelaskan bahwa  Allah menciptakan manusia, yaitu laki-laki dan perempuan semua sama, dan mereka dilahirkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi dan tanggung jawab yang harus diemban dan dilaksanakan dengan ikhlas dan penuh amanah. Disini saya sayang setuju akan pembahasan ini dimana kesetaraan seharusnya dijalankan sebagaimana mestinya, agar tidak terjadi diskriminasi dan terjaganya integrasi antara sesama manusia.

            Neng Dara Affiah beropini bahwa alam bawah sadar kolektif masyarakat laki-laki yang sepertinya sangat sulit untuk menerima perempuan sebagai pemimpin, seperti tabu untuk kaum laki-laki jika perempuan diangkat sebagai yang berkuasa, karena sejak kecil kaum pria telah diajarkan atau disosialisasikan dari berbagai pihak bahwa seharusnya pria lah yang menjadi penguasa. Ia mengemukakan bahwa ini merupakan persoalan ego, bukan ayat yang disalahgunakan oleh sebagian pihak, dan ia berpendapat bahwa ayat dapat dimanipulasikan menjadi tameng kepentingan ego penafsirnya.

            Pembahasan menarik  tentang bagaimana cara menggali potensi dan kreativitas pada diri seseorang termasuk wanita, selama ini potensi dan kreativitas wanita terutama di berbagai daerah belum sepenuhnya diberdayakan. Sebaliknya, malahan berbagai ruang musyawarah masyarakat hampir sepenuhnya diisi oleh laki-laki. Seperti Masjid, balai desa, dan berbagai arena publik lainnya.

            Dalam buku ini terpapar konsep-konsep perkawinan, seperti perkawinan pada agama Katolik, dijelaskan bahwa yang sering mengemuka untuk menempatkan perempuan (istri) di rumah adalah dengan mengibaratkan perempuan sebagai "pelengkap" seuami (laki-laki) dan mematuhinya sebagaiana seorang jemaat mematuhi Yesus. Dalam Islam ayat yang sering dikemukakan adalah: "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah terdahulu" (QS. Al-Ahzab/33:37). Ayat  ini dimaknai oleh para agamawan konservatif yang merupaka arus besar dari kalangan Islam sebagai perintah untuk perempuan berdiam di rumah, dan jika pun harus keluar, maka hanya dalam kondisi ada kebutuhan atau darurat. Fungsi daripada pernikahan yaitu dengan tujuan untuk  menghindari zina, yang dikecam oleh hampir semua agama dan dipandang sebagai tindakan tidak bermoral.

            Neng Dara Affiah memberikan kritik terhadap Undang-undang perkawinan No. 1 1947, yang dimana dituliskan pada pasal 4 ayat 2 dinyatakan bahwa seorang suami baru diizinkan melakukan poligami dalam keadaan (1) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri; (2) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; (3) istri tidak dapat memperoleh keturunan. Pada point kedua, dinyatakan bahwa diperbolehkan bagi pria untuk melakukan poligami terhadap wanita yang dipandang memiliki cacat dan kekurangan, tetapi pemberlakuan yang sama tidak terjadi kepada perempuan. Ia mengkritik bahwa ini merupakan hal yang tidak manusiawi dan dapat memberi peluang poligami bagi para pria, dan bertitik pangkal pada mitos bahwa seksualitas laki-laki lebih besar daripada perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun