Tapi tekad sudah bulat. Saya kira, ini akan sama seperti 12 tahun silam ketika saya memilih untuk berkuliah. Pasti akan ada jalan yang terbuka!
Setelah membulatkan tekad, saya memberanikan diri untuk melakukan peminjaman uang sebesar Rp22 juta ke koperasi perusahaan. Dengan uang itu dan ditambah sisa tabungan, saya akan mendaftarkan diri untuk melanjutkan kuliah S2.
Pendek kata, saya pun diterima. Uang pendaftaran Rp26 juta pun terbayar.
"Kini tinggal mengumpulkan uang untuk bayar SPP tiap semester. Pilihannya, cari kerja sampingan dan berburu beasiswa" begitu pikir saya kala itu.
Mestakung! Semesta mendukung!Â
Di saat saya mulai mengajukan aplikasi-aplikasi ke penyedia beasiswa,  saya mendapat tawaran kontrak pekerjaan sampingan dengan honor  yang perbulannya mencapai Rp5 juta.Â
Kalau kontrak selama 4 bulan itu saya ambil, maka seluruh honor yang saya dapat bisa dipakai untuk membayar SPP 2 semester. Tanpa pikir panjang, tawaran itu saya ambil.
Nah, di saat sedang menjalani kontrak di bulan pertama, aplikasi beasiswa yang saya ajukan berbuah positif. Â
LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kementerian Keuangan, salah satu penyedia beasiswa Magister dan Doktoral yang saya ikuti proses seleksinya, menyatakan saya lolos seleksi administratif. Apabila saya lolos di dua tahapan berikutnya, maka beasiswa itu pun akan diberikan untuk saya.
Dewi Fortuna tampaknya berpihak kepada saya lagi. Begitu selesai mengikuti semua tahapan seleksi, saya pun dinyatakan lolos dan berhak menerima beasiswa. Rasa takut tidak dapat membayar biaya dan keperluan kuliah seketika amblas karena LPDP akan memenuhi semua itu. Yang saya harus lakukan adalah memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin. Singkat kata, kuliah yang harusnya saya habiskan 2 tahun, bisa terselesaikan dalam waktu 1 tahun 8 bulan. Bonusnya, penghargaan sebagai wisudawan terbaik!
Begitulah, semua langkah besar yang saya buat selalu dibarengi dengan keraguan dari orang-orang di sekitar.Â