Mohon tunggu...
Hadi
Hadi Mohon Tunggu... Penulis - Tukang Buku

membaca, menulis, membaca, menulis

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Kapal Bocor, Pisang, dan Banana Country

26 November 2023   12:46 Diperbarui: 4 Desember 2023   13:40 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pemilik, kapten, sekaligus awak kapal penyeberangan antarpulau, Lorenzo tentu punya privilege yang tidak dipunyai orang lain. Dia bisa memilih kapan mau kerja, kapan harus leyeh-leyeh di kampungnya. Dia juga bisa menentukan siapa atau apa yang mau diangkut, serta siapa yang harus ditolak.

Dia juga bisa memutuskan sendiri jalur dan tujuan pelayarannya. Apalagi saat itu belum ada lembaga yang mengatur jalur pelayaran atau preman yang minta uang jalur.

Lorenzo sendiri yang memutuskan untuk menerima orderan mengangkut para penambang emas berikut peralatannya dari Amerika Serikat ke suatu titik di Amerika Selatan. The Telegraph, demikian nama kapalnya, diyakini mampu menjalankan tugas ini pulang pergi.

Pengantarannya berjalan lancar, tapi pulangnya Telegraph mengalami kebocoran. Berhubung sendirian, capek juga kalau nguras air sendirian. Lorenzo terpaksa menepi untuk servis kapalnya. Pelabuhan kecil di Jamaika dipilihnya untuk memperbaiki Telegraph.

                                                                      * * * * *

Perbaikan Telegraph nyatanya memakan waktu. Berhubung Bob Marley belum lahir, Lorenzo tidak bisa mengisi kegabutannya sambil menikmati No Woman No Cry.

Dia coba menghabiskan waktu dengan uklam-uklam mengamati wilayah sekitarnya. Sepanjang perjalanan dia ketemu pisang, pisang, pisang, pisang, dan pisang. Buah tropis yang masih asing bagi kebanyakan orang di kampungnya dan yang terpenting, rasanya enak nampol.

Entah mengapa pohon dan buah tanaman ini yang terus-terusan melintas di kepalanya. Seperti dia yang mengalihkan duniaku.

Panggilan itu ditanggapi serius oleh Lorenzo. Sambil menunggu Telegraph selesai diperbaiki, Lorenzo mencari tahu lebih detil tentang buah ini. Siapa tahu bisa untuk memperbaiki ongkos servis.

Dia tahu, buah ini tidak bisa bertahan lama kalau dipetik dalam keadaan masak. Buah ini bisa bertahan sampai dua minggu kalau dipetik saat masih bau kencur.

Kalau angin baik, ombak baik, dia bisa membawa Telegraph mencapai New Jersey dalam waktu kurang dari dua minggu. Waktu yang tepat untuk menjual buah tersebut. Sudah masak dan tentu saja layak konsumsi.

Setelah Telegraph selesai diperbaiki, Lorenzo menaikkan 160 tandan pisang. Setiap tandannya dia beli dengan harga hampir gratis.

Angin baik dan ombak baik berpihak kepada Lorenzo. Perjalanannya ke New Jersey hanya memakan waktu 11 hari. Sebagian besar pisangnya masih dalam keadaan baik.

Seorang grosir memborong pisang-pisang tersebut dengan harga yang cukup untuk menutup biaya perbaikan The Telegraph. Grosir itu menjual kembali pisang-pisang itu dengan harga jauh lebih tinggi.

Lorenzo untung. Si groir untung. Orang Amerika bisa merasakan buah eksotis dari negeri tropis. Semua untung, semua hepi.

Dari sinilah bisnis pisang di AS bermula. 

Lorenzo beralih dari pengusaha angkutan antarpulau ke bidang perpisangan. Membangun armada pengangkut pisang. Menarik investor agar perusahaannya cepat besar. Membeli lahan di Amerika Tengah dan Selatan.

Pisang menjadi populer di AS. Dalam waktu singkat menyisihkan semua buah lainnya di pasar AS, kecuali apel. Menyisihkan perkebunan tebu di Jamaika sebagai komoditas andalan.

Lorenzo sendiri memilih mengurus perusahaannya dari Jamaika. Keluarganya juga dipindahkan ke sana. Tanah Amerika hanya dipijaknya saat liburan musim panas.

Lorenzo Dow Baker meninggal dalam keadaan makmur. Perusahaannya juga demikian dan terus membesar sepeninggal dirinya. Perusahaan dan pengusaha lain juga ikut-ikutan terjun ke bidang perpisangan.

Cerita selanjutnya adalah oplosan warna hitam, putih, dan abu-abu. Kabar baik bagi sebagian orang, tapi buruk bagi yang lainnya.

Cerita tentang kerakusan korporasi asing. Cerita tentang penguasa boneka yang korup. Cerita tentang pribumi dan rakyat kecil yang tertindas.

Mirip-mirip VOC di masa jaya. Mirip-mirip tanam paksa di masa Hindia Belanda. Mirip-mirip perusahaan tambang di khatulistiwa sana sezaman dengan Orde Baru.

Cerita yang melahirkan istilah Banana Country. Cerita yang mehirkan Banana War. Cerita yang melahirkan istilah Banana Man.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun