Mohon tunggu...
Hadi
Hadi Mohon Tunggu... Penulis - Tukang Buku

membaca, menulis, membaca, menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Aji

6 November 2023   08:29 Diperbarui: 17 November 2023   11:32 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://osccdn.medcom.id/images/content/2021/06/19/f5be35150c2d01e422e05505929568f0.jpg

Guru Aji tidak berhenti menyesali diri. Akibat blundernya, dua murid kesayangan, sekaligus orang terdekatnya, tewas. Blunder yang benar-benar ngalahin blundernya Maguire. Sama sekali tidak mencerminkan kepandaiannya. Kepandaian yang mengangkatnya menjadi guru, panutan, sekaligus pemimpin bangsa.

                                                                               * * *

Seperti Guru Tong, Guru Aji juga senang berkelana. Kalau Guru Tong berkelana ke barat dengan tiga muridnya, Guru Aji cukup membawa dua murid ke timur. Salah satunya bahkan nantinya ditinggal di tengah jalan.

                                                                            * * * * *

Baca juga: Tukang Gambar

Suatu hari Guru Aji mendengar kabar tentang sebuah negeri yang wonderful. Tanahnya bisa menumbuhkan tanaman apa saja. Tongkat, kayu, dan batu bisa jadi tanaman. Hasil pertanian dari negeri itu menjadi rebutan pedagang asing. Pelabuhannya selalu sibuk didatangi saudagar dari negeri sebelah. Dan yang terpenting, bebas visa. Insting petualang dan penimba ilmu Guru Aji meronta-ronta. Ditemani dua muridnya, Dora dan Sembada, Guru Aji berkunjung ke negeri itu. 

Setelah perjalanan laut yang begitu lama dan membosankan, sampailah ketiga pengelana itu di negeri yang katanya wonderful itu. Kabar itu ternyata tidak bohong. Ketiganya setuju bahwa negeri ini begitu indah dan subur. 

Tapi kekaguman itu tidak bertahan lama. Dari penglihatan, desas-desus, dan survei sederhana yang mereka lakukan, ditemukan bahwa indeks kebahagiaan penduduk negeri wonderful itu begitu rendah. Penyebab utamanya adalah rezim yang lalim dan begitu represif.

Kaisar Dewata, begitu dia minta dipanggil, sering mengorbankan rakyatnya demi kesenangannya. Rakyat begitu resah, tetapi tidak ada yang berani melawan. 

Guru Aji tergerak membantu rakyat negeri itu. Di negeri seindah ini, indeks kebahagiaan penduduknya tidak boleh rendah. 

Misi awalnya adalah menyadarkan sang pemimpin akan kondisi rakyatnya. Mengingat misinya ini bukan tanpa risiko, Dora diminta menunggu di suatu tempat. Guru Aji juga menitipkan pusaka kesayangannya kepada murid yang ditinggal itu. Dia juga berpesan, kalau pusaka itu harus dijaga baik-baik dan tidak boleh diserahkan kepada siapapun, kecuali Guru Aji Sendiri.

Baca juga: New Coke

Perjalanan Guru Aji dan muridnya ke istana sang kaisar tidak bisa dibilang mudah. Pengalaman, kesaktian, dan kepandaiannya berkali-kali menolong Guru Aji hingga sampai di hadapan sang kaisar. Pertemuan mereka langsung dihiasi percekcokan yang berujung pada kematian sang kaisar. 

Supaya tidak terjadi kekosongan kekuasaan, Guru Aji langsung diangkat sebagai kaisar baru. Menggantikan kaisar lama yang represif itu. Kedudukan sebagai kaisar membuat Guru Aji begitu sibuk. Banyak yang perlu diperbaiki dari rezim yang lama ini. Mulai dari aparatur pemerintahnya sampai kebijakan-kebijakan yang demikian mbuh. 

Pelan-pelan indeks kebahagiaan rakyatnya meningkat. Saat kondisi agak tenang, kesibukan Guru Aji berkurang. Dia teringat akan pusakanya yang ditinggal bersama Dora. Duduk di kursi kaisar membuatnya begitu segan berdiri. Guru Aji memerintahkan Sembada mengambil pusakanya. Sekalian mengajak Dora untuk bekerja di Kantor Kekaisaran. 

Tentu saja Sembada senang sekali mendapat perintah itu. Dapat bertemu teman lama sekaligus calon rekan kerja di Kantor Kekaisaran. 

Singkat cerita, Sembada sampai di rumah yang ditempati Dora. Impian Sembada sirna begitu meminta pusaka. Dora tidak mengizinkan Sembada mengambil pusaka yang dimaksud. Dia juga tidak sudi ikut ke istana. Dia hanya mau menyerahkan pusaka itu langsung ke gurunya. Seperti amanat yang disampaikan sang guru saat menitipkan pusaka itu. 

Sembada tidak bisa menerima penolakan tersebut. Perintah gurunya harus dilaksanakan. Dia tidak mau kembali ke istana tanpa pusaka itu. Sama-sama ngotot, terjadilah perkelahian di antara mereka. Kedua murid setia yang satu guru dan satu ilmu itu akhirnya tewas.

Berita duka itu sampai ke telinga Guru Aji. Sebagai guru yang bijak, tentu saja dia langsung menemukan penyebab tragedi tersebut. Dirinya sendiri. Dirinyalah yang salah memberi perintah kepada murid-muridnya. 

Beberapa hari Guru Aji terlihat murung. Tapi, sebagai pemimpin dia tidak boleh terlalu lama murung. Dia harus menemukan cara menebus kesalahannya sekaligus mengapreasiasi kesetiaan murid-muridnya.

Lahirlah syair tentang tragedi itu. Syair yang diceritakan turun-temurun dari zaman ke zaman.

hana caraka
data sawala
padha jayanya
maga bathanga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun