Pandemi global covid-19 yang terjadi saat ini benar-benar membuat negara-negara di dunia kalangkabut. Selain dampak kesehatan yang mengancam jiwa, isu resesi akibat covid-19 pun seolah menjadi momok menakutkan yang siap menyambut dan mengancam stabilitas ekonomi.Â
Semua aktivitas yang melibatkan kerumunan massa atau potensi interaksi sosial yang tinggi seperti perkantoran, sekolah, fasilitas umum, pasar tradisional, mal, ruang publik, dan kegiatan pariwisata terpaksa harus dibatasi.Â
Masyarakat juga dihimbau untuk patuh pada protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh WHO seperti menerapkan social distancing (pembatasan sosial), physical distancing (jaga jarak), cuci tangan dengan menggunakan sabun / hand sanitizer, memakai masker dan sebisa mungkin tidak keluar rumah untuk memutus rantai penularan.Â
Hal tersebut tentu saja terpaksa harus dilakukan karena hingga saat ini para ilmuwan belum bisa menemukan vaksin yang mujarab untuk menyembuhkan virus berbahaya ini. Maka dari itu solusi sementara yang ditawarkan yakni dengan mengoptimalkan upaya pencegahan.Â
Mau tidak mau, langkah ekstrim yang diambil sejumlah negara adalah dengan menerapkan lockdown seperti yang dilakukan oleh pemerintah China ketika awal virus covid-19 muncul di kota Wuhan pada Januari 2020 lalu.
Lockdown dilakukan secara bertahap dan terstruktur, pada tahap awal, otoritas setempat masih memperbolehkan masyarakat berbelanja untuk memenuhi kebutuhan, transportasi juga masih diperkenankan tetapi dengan jumlah armada yang terbatas.Â
Masyarakat hanya dihimbau sebisa mungkin untuk tidak keluar rumah (self-isolation) jika memang tidak ada keadaan mendesak. Kemudian secara bertahap mobilitas mulai dibatasi, masyarakat tidak diperbolehkan untuk keluar lintas distrik, petugas disiagakan untuk memantau keadaan dan tahap terakhir adalah lockdown secara total.Â
Setelah WHO mengumumkan bahwa virus covid-19 menjadi pandemi global, beberapa negara juga mengambil langkah yang sama dengan China, yakni melakukan lockdown, seperti Italia, Denmark, Spanyol, Singapura, Prancis, Vietnam, dan Malaysia.Â
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Meskipun sebelumnya Indonesia memiliki pengalaman dalam menangani kasus wabah penyakit menular seperti SARS pada tahun 2002, flu burung (H5N1) tahun 2007, pandemi flu babi tahun 2009, MERS-CoV pada tahun 2012 dan ebola di tahun 2014 tidak serta merta membuat Indonesia menjadi tanggap terhadap datangnya bencana maupun pandemi yang muncul secara tiba-tiba.Â
Sayangnya Indonesia tidak pernah mau belajar dari pengalaman masalalu. Hal tersebut terbukti dengan selalu banyaknya korban jiwa yang entah diakibatkan oleh adanya bencana alam maupun wabah penyakit. Terlebih masalah covid-19 saat ini. Setiap hari kurva penularan virus corona di Indonesia terus meningkat, bahkan lonjakan kasusnya bisa mencapai ribuan per-hari.
Kebijakan yang diambil pemerintah juga dirasa kurang tegas dan terkesan plinplan karena kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan para tenaga medis, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat.Â