Setelah duduk dan membaca daftar buku menu makanan di Resto Seafood "Mekar Jaya" milik Ibu Yunita, sahabat lama saya yang berlokasi Jalan Letjen Suprapto, Kelurahan Sidoarjo Kota Pacitan, tiba-tiba mata saya menangkap ada menu unik yang muncul, yaitu Fish and Chips lengkap dengan gambarnya.
Segera tanpa ragu, hati ini tergerak untuk memesannya. Jika mau tahu alasannya mengapa saya melakukannya, karena menu makanan itu mempunyai nilai 'nostalgia' yang lumayan berkesan bagi saya selama saya tinggal di Australia Barat.
Baca Juga: Belajar dari Kasus Magang Ferienjob di Jerman! Pahami Dulu Hal Ini!
Begitu melihat dua porsi menu Fish and Chips yang dihidangkan rapi di meja depan saya, belum juga saya cicipi, eh!, entah mengapa, tiba-tiba pikiran ini langsung teringat pada Program makan siang gratis dari Presiden terpilih, Prabowo-Gibran saat mereka berdua melakukan kampanye sebelum pemilihan presiden dilaksanakan.
Tapi tunggu sebentar! Ini bukan masalah pemilihan presiden dan wakil presidennya, melainkan program yang ditawarkan itu dianggap sebagai salah satu terobosan dalam memperbaiki gizi para generasi muda yang semakin lalai dengan asupan yang dibutuhkan selama masa pertumbuhan fisik anak sekolah sebagai generasi penerus bangsa.
Hanya saja, saat ini bisa ditebak-tebak, tim dari Prabowo-Gibran sebagai Presiden terpilih 2024-2029 pasti sedang berhitung masalah anggaran yang dibutuhkan, sasaran program kepada siapa saja tepatnya dan menu apa yang menyehatkan namun tidak akan membebani anggaran negara.
Fish and Chips adalah solusinya?
Tepat sekali! Itu adalah jawaban dari semuanya dan banyak argumentasi yang menjelaskan kenapa menu Fish and Chips sebaiknya diberikan pada anak-anak sekolah untuk program makan siang.
Menu Fish and Chips itu merupakan makanan favorit saya sehari-hari selama menjalani hidup di Kota Perth, Australia Barat di tahun 2010-an.Â
Disamping harganya cukup murah, porsinya lumayan besar dan banyak untuk ukuran perut saya dan gizinya tinggi karena ada sayuran seperti selada, juga karbohidrat dari kentang sebagai pengganti nasi.
Biasanya dihidangkan di atas piring dengan kertas minyak sebagai alasnya. Gunanya, saat makanan tersebut tidak habis saat disantap, bisa segera kita bungkus dengan kertas tersebut dan dibawa pergi atau disimpan untuk dinikmati nanti saat senggang atau merasa lapar lagi.
Kekayaan laut kita yang menyediakan ribuan ton ikan yang berprotein tinggi, ternyata masih banyak yang disia-siakan. Sedihnya, terkadang kekayaan ikan laut kita sering dicuri oleh nelayan dari negara lain karena kita sebagai pemiliknya tidak memahami nilai gizi dan ekonominya yang tinggi.
Potensi kelautan kita dalam produksi perikanannya merupakan peringkat ke-13 di dunia namun menjadi aneh saat disebutkan bahwa tingkat konsumsi ikan masih rendah dan hal ini sungguh memprihatinkan.
Dibandingkan dengan Malaysia, tingkat konsumsi ikan laut pada mereka bisa disebut lebih tinggi daripada warga Indonesia. Ini yang aneh!
Faktor apa yang menyebabkan rendahnya tingkat konsumsi ikan di Indonesia?
Pertama, ketidakpahaman masyarakat Indonesia tentang gizi dan manfaat protein yang ada pada ikan untuk kesehatan yang utamanya pada menguatkan otot jantung dan juga untuk asupan gizi yang dibutuhkan oleh otak dalam meningkatkan kecerdasan.
Kedua, rendahnya keterampilan dalam mengolah hasil perikanan untuk diolah menjadi makanan yang menyehatkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya berita di Sumatera baru-baru ini tentang kasus pembuangan puluhan ton ikan laut hasil tangkapan nelayan karena tidak laku dijual.
Ketiga, tidak meratanya dan rendahnya layanan distribusi hasil tangkapan ikan laut untuk dipasarkan pada warga kota yang lokasinya jauh dari pesisir pantai sehingga masyarakat di sana tidak mengenal dan terbiasa untuk mengonsumsinya sehari-hari.
Keempat, rendahnya teknologi pengolahan dan pengawetan hasil tangkapan ikan untuk diolah secara langsung siap saji ataupun dalam bentuk makanan mentah yang tetap segar sebagai komoditas ekspor dengan menjaga standar kualitas dan kuantitas tentunya.
Kampanyekan gerakan makan ikan laut?
Ibu Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia periode 2014-2019, dari dulu juga sudah mencanangkan gerakan untuk mengkonsumsi ikan laut pada masyarakat Indonesia, namun kita mengetahui sendiri bahwa hasilnya juga tidak menggembirakan.
Saking gregetannya melihat potensi kekayaan ikan laut kita yang sering dicuri, sampai ada idiom dari beliau untuk menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing bila tertangkap basah mencuri ikan di perairan laut Indonesia.
Jadi, tidak ada salahnya untuk memaksimalkan konsumsi ikan laut yang banyak gizi dan proteinnya, meletakkan menu Fish dan Chips dengan segelas susu murni untuk program makan siang gratis bagi anak sekolah adalah solusi yang tepat di masa depan.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di masyarakat sekitar bergerak di bidang home industry kuliner dan sudah memenuhi syarat, bisa ditunjuk untuk menjadi penyedia atau supplier jasa boga bagi program makan siang gratis untuk anak-anak sekolah di seluruh tanah air.
Baca Juga: Gimbap Ala Chef Zaini, Menu Berbuka Anak Kost yang Hemat dan Sehat
Dampaknya, perekonomian masyarakat mulai dari nelayan, usaha distribusi dan transportasi, jasa boga kuliner masyarakat dan orang tua murid akan mampu menggeliatkan perekonomian masyarakat menengah ke bawah dan akan bisa menjaga stabilitas semua sektor dan kemandirian tingkat hidup masyarakat di setiap daerah.
Artikel ditulis untuk Kompasiana.com
Pacitan, 29 Mei 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H