Di bulan ramadan ini, sungguh berat rasanya untuk menyeimbangkan antara bekerja rutin di kantor setiap hari mulai dari pagi sampai pukul 15.00 dan selajutnya berkemas-kemas untuk berangkat berolahraga tenis lapangan atau bersepeda menyusuri jalanan pedesaan dan juga malamnya masih juga harus taraweh dan tadarus.
Sehabis sahur dan salat subuh, saya masih harus berliterasi membaca buku atau menulis artikel dan menyiapkan tugas kantor sampai waktunya berangkat kerja lagi.
Itulah rutinitas yang saya jalani setiap hari selama bulan puasa ini. Untuk itu harus ada komitmen dan disiplin yang kuat agar semuanya bisa dijalani dengan ikhlas dan penuh semangat agar apa yang dilakukan bisa menjadi amalan ibadah.
Rasanya waktu beristirahat untuk tidur menjadi singkat. Hebatnya, tidak ada perasaan lelah atau malas yang muncul dalam diri ini. Semua itu diniati untuk memanfaatkan waktu yang berjalan agar tidak terbuang sia-sia selama bulan yang penuh ampunan ini.
"Iqra!, Iqra!, Iqra!"
Itulah kalimat malaikat Jibril saat menurunkan wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hiro, yang artinya, "Baca!, Baca! dan Bacalah!".Â
Oleh karena itu, mari kita pergunakan banyak malam hari untuk membaca Al Qur'an dan juga arti terjemahannya. Baik dengan lantunan suara yang keras maupun dengan membaca secara diam dalam hati mempunyai manfaat yang sama.
Kita harus paham, bahwa pertama kali ilmu itu masuk ke dalam otak kita, semua harus melalui aktivitas membaca. Namun, sayangnya minat dan daya baca masyarakat kita sangatlah rendah. Boleh dikatakan bahwa dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang menyukai literasi. (Survei Unesco).
Empat Buku Agus Mustofa.
Selesai salat subuh, ada 4 buku Agus Mustofa yang saya rekomendasikan bagi Anda untuk dibaca. Akan tetapi sebelumnya mari kita cari tahu, siapa sih Agus Mustofa itu?
Mencermati biodata yang tertulis di sampul selimut bukunya, dijelaskan secara singkat bahwa Agus Mustofa dilahirkan di Kota Malang pada tanggal 16 Agustus 1963. Sejak kecil beliau sudah bergelut dengan dunia filsafat seputar pemikiran tasawuf.
Alumnus Fakultas Teknik dengan jurusan Teknik Nuklir Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, justru semakin mendalami ilmu tasawuf dan sains sehingga disebut Tasawuf Modern di tahun 1982.
Setelah itu pernah bergabung sebagai wartawan di Koran Jawa Pos, Surabaya pada tahun 1990 dan telah menulis lebih dari 20 buku dengan format yang khas, yaitu Islam, Sains, dan pemikiran Modern.Â
Berikut 4 buku beliau:
1. Pusaran Energi Ka'bah. Serial ke-1 Diskusi Tasawuf Modern.
Dalam buku seri 1 ini membahas fenomena, mengapa orang Islam bertawaf dengan mengelilingi Ka'bah dengan arah melawan arah jarum jam, atau ringkasnya berjalan melingkar ke kiri.
Kenapa juga berdoa di sekitar Ka'bah bisa mustajab? Mengapa salat di Masjidil Haram bisa bernilai ratusan ribu kali lipat pahalanya? Juga mengapa seluruh umat Islam di mana pun mereka berada, salat mereka harus mengarah pada satu titik sebagai kiblatnya, yaitu Ka'bah.
Di buku inilah beliau menjelaskan secara gamblang dan ilmiah. Kita dibuat memahami secara logis dengan menggunakan akal kita serta didukung secara ilmu pengetahuan. Tidak heran, bukunya telah menjadi Best Seller saat pertama kali diluncurkan.
2. Ternyata Akhirat Tidak Kekal. Serial ke-2 Tasawuf Modern.
Sungguh, judul ini saja sudah mengundah kontroversial, tetapi dengan mengedepankan pertanyaan dalam ajang diskusi tasawuf, seperti Benarkah Akhirat tidak kekal? Kekal mana bila dibandingkan dengan Allah Azza wa Jalla, sang Penciptanya?
Bagaimana Allah merekam semua perbuatan manusia dan mengadilinya kelak? Bagimana cara Allah membangkitkan manusia dari dalam kuburnya? Apakah akan terus ada di muka Bumi sampai kiamat?
Di buku inilah, Agus Mustofa mengajak kita para pembaca untuk berdiskusi secara Qur'ani dan Kauni.
3. Bersatu Dengan Allah. Tasawuf Modern
Wah, pada buku ini mengingatkan kita kalimat dalam Bahasa Jawa, "Manunggaling Kawula Gusti", yang artinya, Menyatunya Manusia dengan Tuhan. Apa mungkin? Semua itu akan dijawab diulas di buku ini dengan model diskusi antara penulis dan pembaca.
Mulai dari pertanyaan di manakah Allah? Apakah berada di dalam Surga? Apakah di langit? Apakah bersama kita setiap saatnya? Bukankah DIA ada di Arsy?, Lha, Arsy Allah itu di mana letaknya?
Di sinilah, Agus Mustofa dengan kepiwaian dan pengalaman tauhidnya akan diceritakan kepada kita semua agar kita menjadi golongan orang-orang yang suka berfikir dengan diskusi tasawuf modern.
4. Salah Kaprah Dalam Beragama Islam
Di buku ini dan saat ini sedang saya baca berulang kali agar bisa mendapat pemahaman, ada beberapa pro dan kontra mengapa Agus Mustofa perlu membahas ini dalam bukunya yang termasuk Best Seller juga.
Mulai dari sub topik masalah Cara berdakwah yang buruk, Memilih beragama atau berilmu agama, Khusyuk, adakah di luar salat? dan masih banyak lagi yang tidak bisa lengkap harus terulas di artikel ini.
***
Pada prinsipnya, kita sebagai manusia dan disebut sebagi mahluk yang berakal juga bisa jadi malah semakin kehilangan akal kita dalam menghadapi permasalahan yang mendera di dalam kehidupan ini.
Sebaiknya, Anda baca sendiri deh!, buku terbitan dari Padma Press, Surabaya ini agar bisa mendapatkan pemahaman secara menyeluruh daripada saya menuliskannya yang ditakutkan malah menjadi bias dalam menangkap inti maksudnya dari pemikiran Agus Mustofa.
Semoga buku yang bersifat religi ini bisa memberikan manfaat di Ramadan bercerita 2024. Artikel Ramadan bercerita 2024 hari 17 ditulis untuk Kompasiana.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H