Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Ingin Kondisi Keuangan Sehat Selama Ramadan? Pahami Dulu Indikatornya!

19 Maret 2024   16:18 Diperbarui: 28 Maret 2024   09:46 2355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iluatrasi kondisi keuangan yang tidak sehat dan harus diobati. (Sumber gambar: dokumentasi pribadi)

"Saat bangsa Amerika, Rusia, China, dan Rusia berlomba-lomba menghabiskan anggaran keuangan mereka hanya untuk bisa pergi dan mendarat di Bulan, bangsa Indonesia malah lebih hebat lagi karena mereka harus bertahan hidup dari bulan ke bulan."

Humor di atas yang bergaya sarkasme atau satir itu sebetulnya sindiran bagi kita semua akan sulitnya mengatur kondisi keuangan agar dalam kondisi sehat. Karena bila sakit, akan membuat semua ambruk dan akan mengganggu serta merepotkan keluarga atau bahkan orang lain.

Rasanya aneh juga, masak sih ada istilah kondisi keuangan atau finansial yang sehat? 

Tentu saja, hal itu ada dan bisa dimaknai sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam menyeimbangkan kebutuhan dengan kondisi finansial demi memenuhi kebutuhan finansial di masa depan berikut kemampuan mengantisipasi pengeluaran yang tidak terduganya.

Nah, bisa disebut keuangan kita dalam kondisi sehat bila ada indikator pertama bahwa pendapatan atau penghasilan keuangan kita lebih besar daripada pengeluaran, Tinggal sekarang berapa persen dari total jumlah penduduk secara keseluruhan di sekita kita yang mempunyai indikator pertama tersebut.

Indikator kedua malah dianggap sebagai hil yang mustahal, bahwa seseorang itu tidak mempunyai utang alias bebas dari utang. Bila ada pun, akan disebut sehat bila persentase cicilan utangnya hanya sekitar 25% sampai dengan 30% dari penghasilan per bulannya.

Indikator ketiga sebagai keuangan yang mapan terletak pada kemampuan kita dalam membayar semua tagihan keuangan seperti PLN, PDAM, internet, biaya sekolah, pajak kendaraan dan lainnya termasuk utang secara tepat waktu, namun tidak mengganggu neraca keuangan kita untuk hidup dan beraktivitas setiap bulannya.

Mampu memiliki investasi adalah indikator keempat. Pada poin ini, rasanya hanya mereka yang memang punya penghasilan lebih yang akan mampu berinvestasi. Bila tidak pun, hanya bagi mereka yang mempunyai intuisi jiwa bisnis dan mampu melihat peluang beserta risiko asuransi kerugiannya.

Indikator terakhir, rasanya semakin ngeri sedap juga bahwa mereka yang disebut mempunyai kondisi keuangan sehat adalah mempunyai dana darurat, misalnya deposito, tanah, properti rumah, harta tidak bergerak atau bergerak, logam mulia dan surat berharga (obligasi).

Semua itu untuk mengantisipasi hal-hal tidak terduga misalnya adanya resesi ekonomi, inflasi, di PHK, bencana alam yang massif, sakit parah dan lain sebagainya. Saat itu terjadi, tidak akan menggoyahkan keuangan kita di masa depan karena stabilitas finansial yang kokoh.

Bagaimana dengan keuangan di saat Ramadan dan lebaran?

Wah, jujur saja pasti jawabannya hancur lebur deh. Apalagi pasca lebaran, bisa-bisa semua mengibarkan bendera putih. Mana, pasca lebaran adalah musimnya anak sekolah atau masuk universitas dan itu membutuhkan dana yang tidak sedikit yang sebelumnya sudah habis-habisan untuk berlebaran.

Agar jangan sampai terjadi pada kasus seperti saya yang berpengalaman keuangan minus alias tidak sehat, ini ada 5 tips untuk mencegah adanya pengeluaran yang tidak perlu saat Ramadan sampai berlebaran.

  • Hiduplah hemat dengan perencanaan untuk menu dan berbuka puasa sekali pun.
  • Buatlah rencana anggaran untuk pakaian, parcel, angpao lebaran, dan biaya transpotasi.
  • Biasakan tetap disiplin menabung meskipun di bulan Ramadan. Tetapkan minimal saving.
  • Hindari kegiatan di luar rumah seperti makan ke cafe, restoran atau tempat kongkow lainnya dengan teman untuk penghematan.
  • Belanjalah sekaligus dalam jumlah besar namun hanya sekali karena itu menghemat banyak hal seperti transport, juga mengantisipasi perubahan harga dan lainnya

Pengalaman saya yang selalu babak belur di bulan Ramadan dan pasca lebaran, membuat saya menjadi banyak belajar dari kesalahan yang saya buat. Untuk itu, janganlah menirunya karena ini hanya untuk para ahli yang sering salah dan tidak mau belajar.

Kisah ini diuraikan untuk ramadan bercerita 2024 dan ramadan bercerita 2024 hari 9 di Kompasiana.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun