Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mencegah Terjadinya Perilaku Revenge Porn di Kalangan Pelajar

26 Januari 2024   20:40 Diperbarui: 28 Januari 2024   12:01 3240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelecehan seksual. Berikut hal-hal yang harus dilakukan oleh korban revenge porn(SHUTTERSTOCK/Photographee.eu)

"Bila ku tau, Kau harus mau, Bila ku mati, Kau juga mati..."

Itulah salah satu bait penggalan lagu yang berjudul 'Possesif' dari Naif yang mewakili ketidakpahaman kita akan makna yang sejati dari sebuah CINTA.

Bagaimana tidak? Saat ekspresi cinta dimaknai sifat possesif, yaitu perasaan memiliki yang absolut oleh mereka yang sedang berada di lautan asmara. Semua tidak menyadari kedalaman lautan dunia 'Romance' yang penuh dengan angin badai dan mara bahaya yang mengintainya.

Salah satunya adalah saat ada musibah yang mengharuskan putus hubungan asmara, justru bisa memicu tingkat permusuhan dan berusaha melakukan tindak kejahatan kepada orang yang tadinya dicintai dengan penuh kasih sayang.

Baca Juga : Workaholic? Nggak Usah Pacaran Saja deh!

Kita mungkin pernah dengar ada kasus penyiraman air asam (acid liquid) kepada wajah bekas kekasih atau istri karena diputus hubungan kasih. Bahkan terjadi juga kasus pembunuhan serta penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu pasangan karena perasaan benci, marah, cemburu atau alasan lainnya.

Nah, akhir-akhir, banyak kasus Revenge Porn pada mereka yang pernah terlibat hubungan asmara kemudian putus. Sedihnya, hal itu banyak dilakukan oleh mereka yang masih berstatus pelajar tingkat SLTP atau SLTA di berbagai kota di tanah air.

Apa sih Revenge Porn itu?

Bila didefinisikan secara bebas, istilah revenge porn itu adalah perilaku menyebarkan gambar, foto atau video yang bersifat pornografi dan seksual di media sosial via internet tanpa sepengetahuan dari subjek sebagai korbannya dengan tujuan untuk membalas dendam karena permasalahan asmara (revenge).

Dampaknya, para korban dari tindak Revenge Porn ini akan menjadi trauma, malu, ketakutan, cemas dan akhirnya mengisolasi diri dari pergaulan. 

Rata-rata, dalam kasus ini, para korbannya dengan persentase terbesar didominasi oleh gender perempuan. Sebaliknya, bila korbannya dari gender laki-laki, pasti ada motif pemerasan (blackmailed) demi mendapatkan uang sebagai tebusan (ransom) agar foto atau video dirinya tidak diunggah di medsos.

Ilustrasi istilah Perilaku jahat pada kasus Revenge Porn. Sumber gambar Shutterstock.com
Ilustrasi istilah Perilaku jahat pada kasus Revenge Porn. Sumber gambar Shutterstock.com

Baca Juga : Nabung Bersama Pacar, Spekulasi Berani atau Investasi Ceroboh?

Mereka para pelaku yang masih berstatus pelajar tersebut tidak menyadari bahwa aksi revenge porn terhadap 'mantan' pacar atau kekasihnya itu sudah masuk pada ranah tindak kejahatan sesuai dengan hukum yang berlaku di tanah air kita.

Pertama, melakukan pelanggaran terhadap UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) dalam pasal penyebaran konten pornografi dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun atau denda 1 Miliar Rupiah sesuai pasal 27 ayat 1.

Kedua,Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU PTKS) pada pasal 14 yang mengatur kekerasan seksual secara elektronik dengan ancaman hukuman 4 tahun atau denda 200 Juta Rupiah.

Dimungkinkan juga masih ada beberapa pasal dari Undang-Undang Pidana lainnya untuk menjerat pelaku karena telah menyebarluaskan konten yang berisi pornografi.

Mencermati dari ancaman hukuman yang menimpa para pelaku revenge porn di atas, rasanya sungguh amat sangat disayangkan bila generasi muda kita, khususnya para pelajar yang terjerat kasus di atas gegara ketidakpahaman mereka akan dampak perilaku revenge porn pada keberlanjutan masa depannya yang menjadi rusak.

Sebagai pendidik, orang tua dan juga bagian dari masyarakat termasuk saya pribadi, sungguh hal ini adalah tamparan yang keras dan harus dijadikan pembelajaran bersama untuk menjaga anak didik kita terhindar dari kasus revenge porn tersebut.

Mereka para pelajar yang masih dalam masa pubertas dan mencari pengakuan diri saat hormon feromon dalam tubuhnya, membuatnya tidak berdaya dalam melawan rasa ketertarikan pada lawan jenis serta menganggapnya bahwa sensasi itu adalah sebuah bentuk dari perasaan CINTA suci. Mereka belum mampu untuk memahami perbedaan makna dari "cinta dan nafsu".

Para guru juga pasti akan mengetahui dan telah mengamati perilaku setiap harinya serta menemukan tanda-tanda bahwa banyak dari anak didiknya di sekolah yang saling mempunyai kekasih atau pacar. Hanya saja, banyak di antara mereka yang terlibat asmara, tidak mengetahui batasan dan larangan dalam sebuah hubungan asmara.

Baca Juga : Kolaborasi Guru dan Orangtua Murid : Bergerak Bersama Untuk Tujuan yang Berbeda Arah

Banyak juga guru atau orangtua yang enggan untuk membahas pendidikan seks di sekolah karena merasa jengah dan menganggap sebagai satu hal yang tabu. Dampaknya, anak didik lebih memercayai pengetahuan tentang dunia asmara serta seks itu dari teman-teman seusianya tanpa mengetahui kebenaran hakikinya.

Anak didik tidak menyadari bahwa revenge porn itu bisa berbentuk perilaku komunikasi verbal langsung atau ucapan saat melakukan chatting di aplikasi medsos dengan lawan jenisnya. Misalnya, kalimat rayuan, berkomentar hinaan berbasis perbedaan gender, menguntit orang yang dikagumi (stalking) atau mengamati anggota tubuh lawan jenis secara sembunyi-sembunyi.

Apalagi saat ini diperparah dengan berbagai aplikasi di dunia maya yang menampilkan konten-konten berisi foto atau video singkat yang mengumbar aurat demi mendapatkan banyak like dan subscriber yang ujung-ujungnya bertujuan cuan juga.

Solusinya Bagaimana?

  • Guru, orangtua dan masyarakat mempunyai porsi dan tanggung jawab yang sama dalam mencegah kasus revenge porn terjadi pada para generasi muda di tanah air. Mereka harus bahu membahu berkomunikasi bersama dalam menangani kasus revenge porn tersebut tanpa saling menyalahkan pihak satu sama lain.
  • Sekolah harus memberikan pendidikan seks pada murid dengan mendatangkan pihak-pihak yang berwenang seperti tenaga kesehatan, dokter, bidan, psikolog dan dinas BKKBN.
  • Pihak kepolisian dari dunia hukum serta dampak sanksi pidana yang mengancamnya bila melakukan tindakan revenge porn. Dalam hal ini bisa juga perlu menghadirkan tokoh agama melalui seminar di sekolah secara berkala dan berkesinambungan.

Upaya apapun yang berdampak positif dalam mencegah kasus revenge porn harus tetap digiatkan. Semua itu demi mencegah para generasi muda kita agar terhindar dari jeratan hukum. Apapun, tindakan pencegahan itu pastilah lebih baik daripada penanganan dan penyesalan setelah terjadi.

"Cinta sejati itu tidak pernah meminta, namun memberi. Cinta tulus itu membahagiakan dan bukan menyakiti. Cinta suci itu tidak memiliki, tapi mengikhlaskan serta mendoakan dalam kesuksesan'

Magetan, 26 Januari 2024

Artikel ditulis untuk Kompasiana.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun