Beberapa tahun lalu, lembah desa yang bernama Randugede Hidden Paradise (RHP) adalah satu desa pariwisata unggulan yang berkelanjutan dan mampu menarik ribuan pengunjung disetiap akhir pekannya namun mendadak tertidur lelap karena beberapa faktor sebagai penyebabnya.
Faktor Pertama adalah hantaman badai Covid-19 di awal tahun 2020. Pandemi yang menyebar masif di seluruh dunia, mau tidak mau memaksa semua aktivitas terhenti karena adanya lockdown di semua tempat yang menjadi pusat kerumunan masa. Tidak terkecuali sektor pariwisata di banyak tempat termasuk Randugede Hidden Paradise ini.
Baca Juga : Dampak Memboyong Konsep Hutan Bambu Arashiyama Jepang ke Magetan, Indonesia
Hal itu tidak menjadi masalah bagi pemilik destinasi wisata dengan modal besar di banyak tempat, namun akan berbeda bila modal untuk pembuatan tempat wisata berasal dari semua warga desa yang dikelola melalui BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) demi menggerakan perekonomian warga desa itu sendiri.
Faktor Kedua adalah Manajemen keuangan dalam mengelola tempat wisata seperti di desa Randugede tersebut. Dibutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk perawatan fisik dan sarana di tempat pariwisata karena hampir semua bangunan masih semi permanen yang dibangun dengan bambu sebagai material utamanya.
Otomatis biaya pembayaran jawa perawatan juga akan menjadi tinggi yang disebabkan mudah lapuknya material bangunan rumah pariwisata di Randugede gegara dimakan usia dan cuaca.
Faktor Ketiga adalah adanya persaingan ekowisata berbasis pemberdayaan masyarakat beberapa di desa di Magetan membuat keberadaan Randugede Hidden Paradise (RHP)menjadi sedikit terabaikan. Minimnya jumlah spot dan event eco eduwisata pariwisata yang ditawarkan membuat daya tarik para pengunjung menjadi turun.
Baca Juga : Perhatikan Hal ini Saat Berwisata ke Jembatan Kaca!