Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hati-hati, Anda Bisa Termasuk "WIBU" Bila Terlalu Fanatik dengan Jepang

12 Desember 2023   11:22 Diperbarui: 13 Desember 2023   07:31 1640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menggemari satu budaya pakaian saja bisa disebut Otaku atau Deokhu (Bahasa Korea). Lokasi Universitas SungKyun Kwan est.1398 Sumber gambar d

"Di mana bumi dipijak, Di situlah langit dijunjung"

Kalimat pada pepatah di atas, bila dipahami, diikuti dan dijalankan dengan benar, pasti tidak ada konflik yang terjadi di semua aspek kehidupan bermasyarakat. Namun memahmi pepatah itu saja terkadang sudah enggan, apalagi menerapkannya.

By the way, apakah Anda pernah mendengar istilah "Wibu"?

Mungkin sebagian besar orang tidak bergitu memahaminya dan bila tahu pun juga tidak paham dengan apa yang dimaksud istilah tersebut. Namun, bila mendengar kata "Otaku", rata-rata yang banyak yang mengerti dengan maksudnya.

Itu adalah istilah dari bahasa Jepang yang pada awalnya bermakna negatif dengan tujuan untuk menghina atau meledek orang lain yang berperilaku a-sosial dan dianggap aneh karena dianggap keluar dari norma serta adat masyarakat negara sendiri.

Kesan pertama selama saya tinggal dan kuliah di Jepang, sebetulnya memang ada budaya "aneh" dalam kehidupan orang Jepang di mata saya. Mulai dari way of life, etos belajar dan bekerja, pola pikir, gaya hidup, model pakaian dan rambut, dan hobi mereka serta masih banyak lagi lainnya.

Akan tetapi setelah beberapa waktu berbaur dengan masyarakat di Jepang, akhirnya menjadi paham dan kesalahan terbesar saya adalah menggunakan standar ukur budaya sendiri pada standar budaya asing di negara mereka sendiri. Karena saya tinggal di Jepang, artinya budaya dan adat mereka saya junjung dalam arti saya hormati.

Bagaimana bila budaya Jepang tersebut dibawa pulang ke negara saya?

Bila ada pertanyaan seperti itu sih rasanya sah-sah saja membawa budaya Jepang untuk diterapkan di kehidupan di negara sendiri terutama yang bersifat positif seperti etos kerja, semangat belajar dalam keilmuan, disiplin kerja dan tepat waktu.

Nah, membahas serba serbi wibu, sebenarnya ada kata olok-olok dalam bahasa Inggris "Weeaboo"  kepada mereka yang terobsesi berlebihan atau totalitas membawa budaya, budaya, bahasa dan dan adat orang Jepang dalam kehidupannya sehari-hari. Kemudian kata itu sering ditulis dan dilafalkan 'Wibu' dan dipakai oleh banyak orang dari berbagai negara.

Saya jadi ingat dengan salah seorang sahabat saya, sebut saja Taufik,  jika dibolehkan, dia sudah bisa disebut 'Wibu".

Mengapa demikian?

Bagaimana tidak! Semua model pakaian, style rambut dan gaya bicaranya selalu disisipkan banyak kata-kata atau kalimat dalam bahasa Jepang bila berbincang santai di sudut Cafe. Lucunya, aplikasi pengaturan bahasa dalam handphone-nya menggunakan huruf Jepang (Kanji, Hiragana dan Katakana).

Obsesinya yang berlebihan tentang Jepang pada semua aspek negatif dan positifnya membuatnya mengidolakan hanya orang Jepang. Pingin punya pacar atau istri, juga harus orang Jepang. Bahkan, taufik tadi, sering menuliskan namanya dalam bahasa Jepang dan itu pun mengarang sendiri.

Pengaruh jeleknya, sikapnya juga mulai cuek dan tidak peduli dengan budayanya sendiri. Dia selalu hadir di event Cosplay anime Jepang dan semua lagu yang didengarkan hanya musik dari negera Jepang. Keren, nggak?!

Apa bedanya Wibu dengan Otaku?

Secara garis besar, istilah Jepang, yaitu Otaku, juga sama maknanya dengan Wibu. Hanya kefanatikannya pada Jepang tidak secara keseluruhan, yaitu pada satu hal spesifik saja seperti anime, manga (komik Jepang), kartun, musik, pakaian kimono atau makanan.

Manga atau komik Jepang yang sangat digemari dan sudah disulih ke banyak bahasa di dunia. Sumber gambar Dokumen pribadi
Manga atau komik Jepang yang sangat digemari dan sudah disulih ke banyak bahasa di dunia. Sumber gambar Dokumen pribadi

Mereka yang disebut komunitas Otaku ini masih bisa bersosialisasi di masyarakat dan gaya hidupnya tidak separah mereka dari komunitas Wibu. Jarang ada komunitas Otaku di banyak negara, kecuali pada komunitas Wibu yang sudah mendunia.

Baca Juga : Sakura Lepas dari Dalam Pelukan

Ada juga komunitas Otaku di Korea Selatan (Deokhu : dalam bahasa Koreanya) yang menggemari aspek tertentu yang ada di budaya Jepang dan hal ini aneh juga mengingat hubungan Jepang dengan Korea di masa Penjajahan dulu

Mau tahu urutan tertinggi 10 negara di dunia dengan peringkat komunitas Wibu-nya?

Dari beberapa sumber yang dirangkum, Filipina adalah Negara peringkat pertama, disusul El Savador, dan Indonesia, wuiih, ada di peringkat ketiga di dunia yang menggemari atau terobsesi dengan negara Jepang secara berlebihan.

Sedangkan untuk urutan keempat sampai dengan keenam ada di negara Nikaragua, negara Peru dan Malaysia, setelah itu disusul Negara Bolivia, Kosta Rika, Honduras dan Chili.

Jika diperhatikan seksama, ternyata Negara-negara dari Amerika Tengah banyak yang mendominasi komunitas para Wibu itu. Kadang mereka sampai rela dan menghabiskan banyak waktu dan dana hanya untuk bisa mengikuti salah satu event dunia di Jepang, seperti Cosplay yang mengacu pada tokoh di anime atau manga yang diagendakan setiap tahunnya.

Bagaimana dengan Anda dan saya? Jangan-jangan secara tidak sadar,kita semua  juga masuk pada kategori Wibu atau Otaku meskipun kadar persentasenya masih rendah!

Artikel ditulis untuk Kompasiana.

12 Desember 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun