Saya jadi ingat dengan salah seorang sahabat saya, sebut saja Taufik, jika dibolehkan, dia sudah bisa disebut 'Wibu".
Mengapa demikian?
Bagaimana tidak! Semua model pakaian, style rambut dan gaya bicaranya selalu disisipkan banyak kata-kata atau kalimat dalam bahasa Jepang bila berbincang santai di sudut Cafe. Lucunya, aplikasi pengaturan bahasa dalam handphone-nya menggunakan huruf Jepang (Kanji, Hiragana dan Katakana).
Obsesinya yang berlebihan tentang Jepang pada semua aspek negatif dan positifnya membuatnya mengidolakan hanya orang Jepang. Pingin punya pacar atau istri, juga harus orang Jepang. Bahkan, taufik tadi, sering menuliskan namanya dalam bahasa Jepang dan itu pun mengarang sendiri.
Pengaruh jeleknya, sikapnya juga mulai cuek dan tidak peduli dengan budayanya sendiri. Dia selalu hadir di event Cosplay anime Jepang dan semua lagu yang didengarkan hanya musik dari negera Jepang. Keren, nggak?!
Apa bedanya Wibu dengan Otaku?
Secara garis besar, istilah Jepang, yaitu Otaku, juga sama maknanya dengan Wibu. Hanya kefanatikannya pada Jepang tidak secara keseluruhan, yaitu pada satu hal spesifik saja seperti anime, manga (komik Jepang), kartun, musik, pakaian kimono atau makanan.
Mereka yang disebut komunitas Otaku ini masih bisa bersosialisasi di masyarakat dan gaya hidupnya tidak separah mereka dari komunitas Wibu. Jarang ada komunitas Otaku di banyak negara, kecuali pada komunitas Wibu yang sudah mendunia.
Baca Juga : Sakura Lepas dari Dalam Pelukan
Ada juga komunitas Otaku di Korea Selatan (Deokhu : dalam bahasa Koreanya) yang menggemari aspek tertentu yang ada di budaya Jepang dan hal ini aneh juga mengingat hubungan Jepang dengan Korea di masa Penjajahan dulu