Ada beberapa yang menjadi catatan pribadi saat tinggal dan kuliah di Nagasaki,Jepang dan membandingkannya dengan kota Hiroshima yang juga pernah saya kunjungi.
Pertama, jumlah korban dari bom atom, lebih banyak terdampak di Kota Hiroshima dibanding Nagasaki. Hal itu karena topografi kota Hiroshima yang luas dan datar (flat).
Kata Hiroi berarti luas dan datar, sedangkan Shima berarti pulau atau tempat. Oleh karena itu, dampak dari letusan, gelombang panas dan radiasinya langsung menghamtam apapun yang menghalanginya.
Sedangkan kota Nagasaki terletak di daerah pegunungan dan banyak bukit sehingga resonansi ledakan menjadi tertahan yang secara tidak langsung telah menjadi 'dinding penahan'.
Kedua, kota Hiroshima dijadikan target utama karena diduga sebagai basis militer Jepang. Sedangkan kota Kokura dan Niigita merupakan kota penyuplai amunisi atau dianggap sebagai gudang senjata militer Jepang (Arsenal) pada masa perang dunia kedua.
Kota Nagasaki sendiri dipilih sebagai sasaran terakhir karena dianggap sebagai kota Maritim, yaitu tempat galangan kapal perang dibangun. Selain itu, juga adanya Mitsubishi Arms Factory atau pabrik senjata.
Kampus saya, yaitu Universitas Nagasaki, dulunya adalah tempat pabrik senjata tersebut yang lokasinya kurang dari 1.000 meter dari berdirinya taman perdamaian Nagasaki (Heiwa Koen) dan Museum Bom Atom.
Baca Juga: Sakura Lepas dari Dalam Pelukan
Ketiga, Tanah di Hiroshima dan Nagasaki yang utamanya ada di dekat Hypocenter (titik lokasi jatuhnya bom atom saat meledak), tidak bisa ditanami karena terbakar menjadi hitam kelam dan dicurigai terkontaminasi radiasi.
Oleh karena itu, hampir semua area tanah di daerah tersebut ditimbun tanah dari tempat lain yang banyak mengandung humus yang tingginya mencapai beberapa meter tebalnya agar bisa ditanami pohon.
Keempat. Karena merasakan langsung akan dampak bom atom tersebut, masyarakat Jepang, pada tanggal 6 Agustus dan 9 Agustus setiap tahunnya, akan mengingat peristiwa yang mengerikan itu dengan berdoa di Taman Perdamaian baik di kota Hiroshima maupun Nagasaki.
Kelima, momentum itu juga dipergunakan seluruh warga Jepang untuk mendeklarasikan dan mengajak masyarakat seluruh dunia untuk bersama-sama berikrar dan berbuat sesuatu yang nyata demi menjaga terwujudnya perdamaian dunia.