"..Gak nduwe brengos, gak nakal, yo gak ngrokok, terus la opo awakmu ngaku dadi wong lanang...!"
Mungkin Anda pernah mendengar penggalan kalimat tersebut di atas dari budayawan kondang asli Jombang, yaitu Cak Nun yang nama lengkap beliau adalah Emha Ainun Najib.
Saya yakin bahwa Cak Nun tidak mengajak kita, sebaiknya, sebagai kaum Adam untuk merokok. Semua itu hanya candaan beliau untuk berdalih akan kegemaran beliau sendiri dalam hal merokok.
Bila kalimat beliau dalam bahasa Jawa itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya "..Tidak punya kumis, tidak nakal, juga tidak merokok, terus mengapa Anda mengaku sebagai orang laki-laki..!"
Kenyataannya kita mengetahui bahwa merokok itu tidak melulu didominasi para kaum lelaki. Beberapa wanita juga ada yang mempunyai hobi merokok dengan berbagai alasan tentunya.
Benarkah bahwa rokok elektrik itu digemari oleh para kawula muda?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya mencoba menggali informasi langsung dari beberapa anak muda yang sering nongkrong di Bece Cafe yang berlokasi di downtown dan tidak begitu jauh dari rumah saya.
Dari 7 anak muda yang semuanya terlihat sedang asyik merokok di situ, hanya ada 2 anak yang memang kecanduan rokok elektrik atau sering disebut vape.
Kedua cowok yang saat ini sedang berstatus mahasiswa itu mengaku bahwa mereka mengenal rokok elektrik sejak berada di bangku sekolah menengah atas dan sejak itu tidak bisa beralih ke rokok filter atau kretek konvesional lain dengan bahan baku tembakau.
Sedangkan, dua cowok lainnya, Erik (nama samaran) yang terlihat tampan dan Bayu yang berpostur tinggi (juga nama samaran) mengaku secara jujur bahwa dulu pernah merokok elektrik (vape), namun akhirnya memilih kembali ke rokok filter konvensional dengan menyebutkan tiga alasan.
Pertama,cita rasa dari rokok vape yang dihisapnya dianggap kurang menendang di lidah mereka alias hambar saja.
Kedua, varian rasa rokok elektrik terasa aneh karena aroma buah-buahan, rasa coklat, rasa kacang-kacangan, rasa mint yang sejuk atau dingin dan rasa orisinil (tasteless).
Ketiga, asap yang dikeluarkan oleh vape dianggap terlalu padat dan lebih tebal daripada rokok konvensional.
Sedangkan ketiga cowok lainnya mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak pernah menyentuh vape atau rokok elektrik. Meskipun harga alat vape dikatakan murah, yaitu berkisar Rp200.000 sampai dengan Rp500.000, tetap tidak membuat mereka tertarik sama sekali untuk mencicipinya.
Dari hasil wawancara santai di atas, artikel tidaklah mencerminkan atau mewakili bahwa apa yang diulas di sini adalah valid dan reliable, namun minimal saya mendapatkan pemahaman akan dunia per-vape-an tersebut.
kesehatan mereka, semua hanya tertawa lebar dan ada satu anak cowok yang nyeletuk, "Meskipun merokok, yang penting tetap berolahraga, pak!"
Saat saya ingatkan bahayanya merokok padaSungguh, pemerintah harus segera memperketat aturan merokok bila tidak ingin kesehatan para generasi muda kita menjadi rusak.
Saya jadi ingat akan kalimat teman kuliah saya, Hernandez dari Mexico yang mengatakan "Indonesia is a heaven country for smokers!". Meskipun dia mengatakannya sambil bercanda, namun rasanya benar juga nih!
Kawula muda yang gemar merokok apakah disebabkan oleh budaya kita?
Sudah jadi mahfum orang banyak saat melihat anak muda di sini yang merokok beramai-ramai bahkan dengan mengenakan seragam sekolah pun, mereka juga berani. Masyarakat yang melihatnya juga terkesan cuek saja dan menganggap hal itu bukan urusannya.
Pernah ada kasus di sekolah saat saya memanggil salah satu orangtua yang anaknya sebagai murid di saya kedapatan merokok dan jawaban orangtuanya sungguh mengejutkan karena dia juga mengizinkan anaknya tadi untuk bebas merokok di rumah.
Saya hanya bisa mengelus dada. Bila seperti itu, guru atau pihak sekolah menjadi tak berdaya untuk melarangnya dan hanya bisa mengingatkan bahwa merokok di lingkungan sekolah adalah pelanggaran berat.
Saya sebagai pendidik juga menyadari fenomena tersebut. Anak-anak sekolah yang pada umumnya berasal dari daerah pedesaan, sejak berada di bangku sekolah dasar atau sekolah menengah pertama, mereka sudah mulai mengenal rokok untuk pertama kalinya.
Coba saja cermati, bila ada hajatan selamatan dan pernikahan di desa atau kampung, anak-anak remaja itu segera ikut sibuk membantu menjadi peladen, atau pelayan yang menghantarkan makanan ke para tamu undangan.
Di situlah mereka mulai bebas karena melihat banyak temannya yang merokok. Bila tidak mau ikut, pasti akan dianggap BUKAN lelaki sejati atau macho seperti dalih Cak Nun di atas.
Salam
Keheningan malam di Magetan
3 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H