"Waktu rasanya berjalan dengan cepat saat keinginan kita belum sepenuhnya terpuaskan, namun waktu juga terasa berjalan lambat saat kita berada di situasi yang tidak menyenangkan".
Itulah penggambaran yang tepat saat saya menyempatkan waktu bagi diri sendiri untuk mengeksplor Kota Kyoto, Jepang.
Selepas acara di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Osaka, Jepang guna melaporkan hasil lomba Robot Internasional tingkat pelajar di Universitas Okayama yang mampu menyabet banyak medali emas, saya segera meluncur ke Osaka Eki (Stasiun) untuk menuju Kota Kyoto.
Baca Juga :Â Paris, Kota Paling Romantis dengan Jalan Terindah di Dunia
Perjalanan dengan Shinkansen, kereta tercepat, rasanya juga terasa pelan. Itu semua karena perasaan saya ingin segera tiba di Stasiun Kyoto.
Memang ada beberapa destinasi yang ingin saya kunjungi sebelum balik ke tanah air. Siapa pun bila mendengar kata Kyoto, pasti teringat bahwa itu adalah ibukota pertama di Jepang sebelum pindah ke Tokyo.
Kota kuno dengan banyaknya rumah kayu dari abad 17, masih dipertahankan bangunannya sampai dengan sekarang.
Di situ, banyak dipergunakan untuk lokasi syuting film. Salah satunya adalah film tentang Kenshin 'Battousai' Himura yang terkenal itu.
Begitu tiba di Kyoto Eki, dengan ciri khas tower depan stasiun, saya segera ke terminal bus kota Kyoto yang terletak di depan stasiun kereta api.
Tidak terlalu sulit bagi saya untuk menemukan bus bomor 101 atau 205 untuk menuju ke Kinkaku-ji. Hanya 250 Yen, atau setara dengan 275 ribu Rupiah untuk perjalanan sekitar 30 menit
Di samping ada panduan buku pariwisata gratis yang ada di setiap sudut terminal termasuk juga peta kota di dalamnya, saya juga mampu berbahasa Jepang. Jadi jarang menemukan masalah bila bertugas dan bepergian ke seluruh wilayah Jepang.
Sayangnya, saya datang di kuil Rokuon-ji, (nama lain dari Kinkaku-ji) menjelang musim panas. Bila Anda ingin berkunjung, musim yang bagus untuk spot foto adalah musim gugur, musim semi dan musim dingin.
Jika musim dingin, salju warna putih bertumpuk dengan perpaduan nuansa warna emas dari kuil akan menghasilkan foto yang indah.
Pun saat musim gugur. Semua daun pohon berubah warna (momiji) dari hijau ke kuning, merah, coklat akan membuat nuansa foto Anda akan berbeda.
Sedangkan, musim semi, bila pas waktunya, bunga sakura yang bermekaran (Cherry blossom) di sekitar kuil Kinkaku-ji akan memberikan kesan ceria dan bahagia.Â
Ada kolam yang mengelilingi Kinku-ji dan disebut Kyoko-chi. Pas airnya tenang, bila difoto akan ada bayangan terbalik seperti kaca. Tampak indah sekali.
Namun, juga harus diingat! Kuil ini akan penuh dengan pengunjung bila bersamaan dengan Hanami, yaitu awal bulan Mei. Sekolah juga akan libur musim semi selama satu minggu (Haru Yasumi). Di saat itu, bunga sakura berbunga atau bermekaran lebat di mana-mana.
Biaya masuk ke Kinkaku-ji ini termasuk murah. Hanya 500 Yen, sekitar Rp 50.000 sampai dengan Rp 75. 000 sudah termasuk pamflet yang berisi penjelasan tentang kuil emas tersebut.
Disebut kuil emas, memang dindingnya dilapisi kertas emas. Kata 'Kin', (dibaca 'king'), artinya 'Emas'. Sedangkan 'Ji', artinya 'Kuil'. Bangunan yang terdiri dari 3 lantai itu, hanya lantai 2 dan 3 saja yang benar-benar ada lapisan emas murni berkilauan.
Kuil untuk beristirahat dan bersemedi dari umat Shinto, atau penganut aliran Budha, Jepang dibangun pada tahun 1397 oleh Yoshimitsu Ashikaga dan di atas atapnya ada patung burung api (Phoenix)
Maaf, artikel ini harus saya akhiri di sini. Jujur, saya tidak bisa fokus karena ada gadis cantik di sebelah saya yang sedang berpose foto dengan pakaian Yukata (Kimono untuk musim panas) yang menjadi penyebabnya.
Salam
Catatan Kyoto's Travel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H