Bila berbeda pendapat dengan Bupati, mestinya diselesaikan secara elegan. Jangan membuat masyarakat sebagai anak-anaknya menjadi bak anak ayam yang kehilangan induknya. Bercuap-cuap ke sana-kemari tidak jelas.
Tupoksi Wakil bupati sudah jelas ada dalam perjanjian sebelum masa menjabat. Ibarat Wakil, itu kepanjangannya dalam Bahasa Jawa adalah 'aWak karo siKil'. Awak adalah Badan, sedangkan Sikil adalah Kaki.
Artinya, Bupati sebagai Kepala, harus selaras berjalan dengan Badan dan Kaki-nya.  Bila saling berbeda arah, di situlah kita menyebutnya sebagai  'terpeleset, jatuh atau tersungkur'.
Mari kita berprasangka baik pada Lucky Hakim bahwa beliau mundur karena tidak bisa amanah dalam menjalankan tugasnya sebagai Wakil bupati Indramayu. Kita harus pahami benar bahwa, saat ini, musuh terbesar diri beliau adalah 'hati nurani'nya sendiri.
Pembelajaran politik apa yang didapat dari kasus mundurnya Lucky Hakim itu?
Bila ini terjadi di negara Jepang atau Korea, serta di beberapa negara Eropa, mundur dari jabatan karena tidak bisa menjalankan amanah atas jabatan yang diemban itu adalah hal yang sangat dihormati.
Bahkan, sebagai bentuk tanggung jawab moral, pejabat yang meletakkan jabatan itu banyak yang melakukan harakiri atau bunuh diri.
Nah, bagaimana dengan di kita? Jangan dong! Langka lho!, Â seorang pejabat mundur dari jabatannya, kecuali terpaksa karena ditangkap pihak berwajib atas dugaan tersangkut tindak pidana korupsi saja sih!
Itu pun, saat ditangkap dan dibawa pihak berwajib, masih sempat melambaikan tangan atau mengacungkan dua jari kepada media cetak ataupun elektronik yang meliput penangkapannya yang membentuk huruf "V".Â
Itu terbaca Victory yang berarti kemenangan. Ah!, siapa juga yang menang dan siapa juga yang kalah?
Salam
ayjmb-xmuuer-amci lvyusv