Ada dua sahabat saya yang berprofesi sebagai guru dan bertemu secara tidak sengaja pada satu acara.Â
Kami pun segera bertegur sapa dan bertanya kabar dengan hati gembira karena hampir satu dekade tidak pernah bertatap muka untuk berdiskusi.Â
Kami bertiga berprofesi sebagai guru ASN tapi hanya berbeda jenjang sekolah tempat di mana kami mengajar.
Ujung-ujungnya, ada satu sahabat guru dari SMP yang tinggal satu kota denganku, yang entah bagaimana awalnya, tiba-tiba  membahas kebijakan Mas Nadim Makarim, Mendikbud Ristek kita yang sekarang ini.Â
"Pak Nadim itu gimana sih?! Â Masak guru yang telah ikut atau belum selesai mengikuti DikLat Guru Penggerak, kok langsung bisa diangkat sebagai kepala sekolah!".
Belum juga saya memberikan pendapat, dia sudah menambahi lagi. "Apa guru-guru muda yang ikut guru penggerak itu mampu menjalankan satu sekolah yang penuh dengan permasalahan pendidikan yang kompleks".Â
Lagi-lagi, belum saya jawab, dari kejauhan istrinya memanggil mengajaknya pulang. Langsung saja sahabat itu segera berpamitan pada kami berdua yang masih berusaha menangkap arah keluh-kesahnya sebagai guru pada umumnya.
Saya yakin sahabat tadi hanya mencari cara melepaskan kegalauannya akan kebijakan dari Mas Nadim yang dianggap kontroversial.Â
Sedangkan, sahabat guru satunya yang usianya jauh lebih muda dari saya, segera mendekat dan setengah berbisik ke telinga saya.Â
"Mas, saya ini masih kaget dan tidak percaya, bahwa saya baru saja dilantik dan menerima Surat Keputusan Pengangkatan sebagai seorang kepala sekolah di salah satu SMP di satu kecamatan yang agak pinggiran secara mendadak!".
Seketika saya jabat tangannya dan saya beri ucapan selamat serta meyakinkan dia bahwa jabatan itu adalah amanah yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan hati demi majunya pendidikan negeri ini. Â
Saya tambahkan pula bahwa pendidikan kita harus berani berubah dan berinovasi untuk mengejar ketertinggalan akan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dalam hal ini adalah kualitas lulusan anak didik bangsa di banding negara maju lainnya.
"Terima kasih, Mas! atas doa dan dukungannya semoga saya mampu menjalankan tugas ini. Jujur!, saya masih ragu karena rasanya baru beberapa tahun menjadi guru. Usia saya masih terlalu muda dan bahkan saya juga belum pernah menjadi wakil kepala sekolah atau tugas penting lainnya di sekolah. Saya juga tidak punya prestasi apapun, namun malah diberi tugas berat ini".
Setelah berkata seperti itu, teman saya tadi pamit undur diri, namun saya masih sempat mengamati rona wajahnya yang tidak menunjukkan kegembiraan bahkan cenderung ada gurat kelelahan.Â
Apalagi sorot matanya justru terlihat sayu seperti ada beban berat di hatinya. Saya langsung teringat akan Kebijakan Mas Menteri Pendidikan kita yang tertuang dalam
"Permendikbud No. 40 Tahun 2021, menjelaskan bahwa sertifikat guru penggerak menjadi salah satu syarat untuk menjadi kepala sekolah. (detik.com., 25/10/2012)"
Pada satu agenda di Kalimantan Barat, masih dari sumber yang sama, Mas Nadim meminta Kepala daerah untuk memprioritaskan para guru penggerak untuk segera diangkat menjadi kepala sekolah dan sekaligus bisa menjadi pengawas sekolah. Hal itu dtambahi pada Permendikbud No. 26 Tahun 2022.
Apalagi muncul adanya berita yang simpang siur kebenarannya bahwa kepala sekolah yang sudah terlalu lama menjabat, harus siap untuk menjadi guru lagi dan jika usia masih memungkinkan bisa diangkat menjadi pengawas sekolah.Â
Berita seperti itu merupakan kado akhir tahun yang tidak diharapkan oleh para kepala sekolah yang sudah lama terasah menjadi seorang manager di satu institusi pendidikan.
Kegamangan akan mampukah atau maukah mereka berdiri mengajar di depan kelas lagi adalah satu pertanyaan yang mengusik para pemerhati pendidikan. Meskipun sesungguhnya jabatan kepala sekolah itu sebenarnya adalah
 "Guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah".Â
Dari kalimat itu artinya, sewaktu-waktu, seorang kepala sekolah bisa menjadi seorang guru lagi yang berdiri di depan kelas untuk melaksanakan 3 tugas pokoknya, yaitu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi hasil proses  belajar mengajar pada anak didiknya.
Saya yakin, kebijakan Mas Nadim ini sangat tidak populer dan dipandang pesimis oleh semua pihak terutama mereka yang merasa paling dirugikan, namun di masa yang akan datang, masyarakat akan menuai hasil dari kebijakannya.Â
Ibarat menanam pohon kelapa, kelak anak cucu yang akan menikmati buahnya.
Guru-guru yang secara fisik masih tangguh, mempunyai etos dan semangat kerja di dunia yang tinggi, berprestasi di bidang akademik atau non-akademik, punya integritas, visi dan misi pada peningkatan kualitas pendidikan, TIDAK ADA salahnya bagi mereka untuk diberikan kesempatan sebagai seorang leader di satu sekolah.Â
Biarkan mereka mencari terobosan segar bahkan "gila" dengan ide-ide briliannya bagaimana berani untuk membuat keputusan menghadapi tantangan dunia yang berubah sangat cepat
Saya bukanlah guru penggerak. Hal itu karena syarat usia yang sudah menjelang pensiun ini. Jangankan jadi guru penggerak, untuk menggerakkan anggota badan sendiri saja sudah susah payah.Â
Namun, terlepas dari itu semua, saya akan selalu ikut bergerak, berkontribusi dan mendukung adanya perubahan pendidikan agar mampu menuju ke masyarakat global dan yakinlah bahwa kualitas pendidikan kita akan bisa sejajar dengan negara maju lainnya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H