Tindakan yang sekilas terlihat begitu remeh, seperti mematikan lampu atau mematikan peralatan elektronik yang tidak terpakai, sebenarnya memiliki dampak yang begitu besar jika dilakukan oleh banyak orang. Butuh bukti? Mungkin kita dapat mencontoh apa yang dilakukan para kawanan semut di sekitar kita. Semut adalah serangga eusosial (hidup berkoloni) yang berasal dari keluarga formisidae dan termasuk dalam ordo himenoptra bersama dengan lebah dan tawon. Jenis semut terbagi atas semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut. Satu koloni semut dapat menguasai sebuah daerah luas untuk mendukung kegiatan mereka. Koloni semut disebut juga dengan "superorganisme" karena anggota koloni mereka yang begitu banyak dan membentuk sebuah kesatuan. Sebagai makhluk yang hidup berkoloni, seekor semut sangat peka terhadap teman-teman sekawanannya. Ketika mereka menemukan salah satu anggota koloninya tewas, semut-semut lainnya bekerja sama untuk menyingkirkannya. Hal tersebut sangat bermanfaat bagi populasi mereka karena dapat menghindari penyebaran infeksi penyakit. Dalam menjalankan kesehariannya, mereka memiliki sarang di bawah tanah. Bagaimana mereka dapat membuat sarang tersebut, sementara tubuh mereka sangat kecil dan mudah rapuh? Mula-mula, mereka berkumpul untuk membuat lubang-lubang berpori yang memungkinkan udara masuk ke dalam tanah. Lubang-lubang tersebut berfungsi sebagai jalan untuk semut-semut lain masuk ke dalam sarang dan beraktivitas. Dalam perjalanan mengangkut makanan ke sarang, para kawanan semut membagi tugasnya kepada anggotanya secara berkelompok. Ada kelompok yang akan mengangkut makanan, ada kelompok yang akan mengawal di depan barisan, dan ada kelompok yang akan mengawasi jalannya proses distribusi makanan di belakang barisan. Terkadang, beberapa semut juga sering berganti tugas jika ada salah satu semut yang kelelahan atau tidak bisa melanjutkan perjalanan. Sebenarnya, apa yang dapat diteladani dari para semut tersebut? Rupanya para semut berbadan kecil dan sekilas terlihat rapuh itu sudah menguasai hal yang agaknya masih terasa sulit untuk diamalkan oleh manusia; bekerja sama. Terkadang kita sering lupa bahwa sesuatu yang baik dan bermanfaat pasti muncul karena sebuah kerja sama yang baik pula. Tanpa kehadiran tumbuhan, mungkin tidak akan ada yang bisa bernapas. Tanpa kehadiran hewan, mungkin banyak individu yang kelaparan. Tanpa kehadiran manusia, mungkin rantai makanan akan putus dan kehadiran hewan dan tumbuhan menjadi sia-sia. Setiap individu dapat membuat perubahan karena segala sesuatu saling berhubungan. Semangat itu juga kami tularkan kepada para relawan yang telah berpartisipasi dalam serangkaian kampanye Earth Hour Indonesia 2014 menjelang aksi Switch Off yang telah usai hari Minggu, 23 Maret 2014 kemarin melalui kampanye penghematan energi dan air dengan aksi bersepeda yang diselenggarakan serentak di 29 kota di Indonesia sebagai bentuk apresiasi kami terhadap lingkungan. Di Jakarta sendiri, kampanye penghematan energi dan air didukung oleh 300 peserta yang bersepeda dari kampus London School of Public Relation sampai ke Bundaran Hotel Indonesia bersama BFI Finance, Garuda Indonesia, dan London School of Public Relation. Sebagai penutup, aksi bersepeda di Jakarta diakhiri dengan membuat konfigurasi foto di kawasan Bundaran Hotel Indonesia. [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Aksi Konfigurasi Earth Hour di Jakarta (23/3) l © WWF-Indonesia/Irwan CITRAJAYA"]
“Earth Hour sebagai gerakan kampanye lingkungan terbesar di Indonesia percaya kalau setiap orang bisa membuat perubahan.” ucap Nyoman.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Pevita Pearce, Nugie, dan Miss Indonesia 2014, Maria Rahadjeng, dan Dr. Efransjah, CEO WWF-Indonesia, sebagai para pendukung kampanye Earth Hour Indonesia 2014. Pevita menyampaikan kalau ia sudah tidak menggunakan pendingin udara di kamarnya selama setahun terakhir untuk menghemat energi. Berbeda dengan Nugie yang datang menggunakan sepeda, ia berusaha untuk konsisten menerapkan gaya hidup ramah lingkungan di kesehariannya, seperti mencabut pengisi baterai ketika baterai sudah penuh, berjalan kaki untuk berpergian ke tempat yang dekat, dan membuang sampah di yang sudah disediakan. Miss Indonesia 2014, Maria Rahadjeng, juga mengungkapkan hal yang serupa. Ia mendukung penghematan energi dengan mematikan alat elektronik yang sudah tidak digunakan lagi. [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Para pendukung gerakan Earth Hour Indonesia l © WWF-Indonesia/Irwan CITRAJAYA"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H