Perlahan, penasaran mulai muncul di relung hati tentang siapakah si lucu ini. Netra gelapnya menangkap sesuatu yang terkalung di leher jenjang si gadis. Tanda pengenal, sungguh pas. Taralian Inggrid. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Jurusan Psikologi. Oh, sungguh plagmatis.
      "Haruskah aku mencarinya? Well, untuk meminta izin. Kurasa itu cukup urgent untuk menjadi sebuah alasan." Monolog Gala mencari pembenaran untuk menjalankan aksinya.
      Setelah melanjutkan proses edit pada foto si gadis, tak seperti rencana awalnya. Bukannya memilih foto lain untuk diedit, jemarinya justru mengetikkan beberapa kata kunci di mesin pencarian. Mencari tahu akan kegiatan yang tengah diikuti oleh Taralian--- atau Inggrid? Entahlah siapapun nama panggilannya.
Menemukan jadwal kegiatan yang diikuti si gadis, senyum merekah pada belah bibirnya. Tinggal tiga hari tersisa untuk mendapatkan kesempatan bertemu. Dia harus bergerak cepat. "Sampai jumpa besok, bebek." Gala membereskan perlengkapan edit dan bersiap untuk naik ke pulau kapuk kesayangan yang setiap malam memanjakannya. Ahh dia bisa tidur dengan senyuman malam ini. Keraton Jogjakarta Hadiningrat. Jam sepuluh pagi.
***
      Jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi dan duo kembar sudah rusuh saat sarapan di cafeteria hotel. Memperebutkan hal yang sungguh memalukan jika didengar.
      "Leon, diem ya. Sudah kubilang ayam goreng ini dimasak dengan api sedang." Lian berucap dengan nada yang sedikit dinaikkan.
      "Api besar, Lian. Lihat saja ada beberapa bagian yang warnanya lebih gelap. Pasti tidak dibalik di waktu yang tepat." Sanggah Leon dengan mulut penuh nasi.
      Jengah, Lian hanya menanggapi dengan dengusan. Merasa bodoh mau meladeni topik gila dari kembarannya. Menghabiskan makanannya dengan segera setelah mendengarkan aba-aba dari panitia bahwa lima menit lagi mereka akan berangkat ke Keraton Jogjakarta --destinasi mereka berikutnya.
Memasukkan suapan terakhir, kemudian berdiri dan membereskan barangnya. Tak lupa memberikan geplakan sayang pada sang kembaran dan berlari sembari tertawa lepas menuju bis. Menghindari serangan balasan. Yang terkena geplakan hanya diam dan melirik sebentar. Luarnya saja, di dalam hati sudah ia utarakan sumpah serapah untuk sang kembaran tercinta. Membereskan makan dan barangnya kemudian berjalan mengekor adik beda tiga menitnya itu.
      Ketika Leon masuk kedalam bis, ia sudah mendapati kembarannya tengah bersiap untuk menyambung tidur. Menundang decak malas dan sebuah toyoran di kepala Lian. Namun di luar dugaan, sang empu hanya diam dan menggeliat sebentar. Merasa kecewa akan respon yang tidak sesuai perkiraan, Leon akhirnya duduk diam di samping Lian dan mulai menyumpal telinganya dengan headset.