Mohon tunggu...
EA Bimandaru
EA Bimandaru Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar di SMA Seminari Mertoyudan

Saya berasal dari Pontianak dan saat ini merantau sebagai pelajar di SMA Seminari Mertoyudan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alarm Peringatan pada Institusi Pendidikan

12 September 2022   21:25 Diperbarui: 12 September 2022   21:30 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari dulu hingga sekarang pendidikan menjadi bagian fundamental bagi suatu negara. Bangsa Indonesia adalah salah satunya yang ingin mewujudkan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengupayakan salah satu sarananya yaitu dibidang pendidikan. Pendidikan adalah sarana yang pas, dikarenakan tidak jauh dari lingkungan hidup kita. Pendidikan dapat kita peroleh dari rumah maupun sekolah atau fakultas. Tanpa adanya pendidikan sekiranya pikiran kita akan menjadi sempit, hanya sebatas tahu namun tidak mendalami lebih jauh.

Pelopor bangsa yang mencetuskan institusi pendidikan di Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara meyakini bahwa dengan adanya sarana ini dapat menjadikan generasi muda menjadi cerdas, kritis, mendalam dalam berbagai hal, berjiwa nasionalis dan patriotis serta mampu mengarahkan negara ke depannya lebih baik. Meskipun pendidikan telah mendarah daging sampai pelosok nusantara, masih saja berbagai kasus memberi bercak noda kotor pada hakikat dari berdirinya sistem pendidikan. Salah satu kasus yang sering muncul dalam dunia pendidikan ialah asusila. Manusia mempunyai hak dan kewajiban dalam hidup. Kasus ketidakmanusiaan mencoreng nilai luhur ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila pada sila ke-2: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Walau pemerintah mengusut tuntas berbagai kasus berbau asusila, dsb., berbagai perkara kembali muncul terutama sering terjadi di lingkungan sekolah, entah itu dari pihak institusi, guru, ataupun sesama pelajar.

Sulit Dihilangkan, Perlahan dipulihkan

Pendidikan di Indonesia kembali tercoreng. Hal ini ditandai dengan kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah yang mengakibatkan beberapa orangtua tidak percaya lagi. Ketidakpercayaan orangtua tersebut mengakibatkan marak istilah Homeschooling dibicarakan. [1]

 ata sementara yang diambil dari kompas.com menjabarkan bahwa kekerasan pada anak sebanyak 11.952 kasus dengan kekerasan seksual sebanyak 7.004 kasus. Berarti 58,6 persen tersebut adalah kasus kekerasan seksual kepada anak salah satunya terjadi di lingkungan persekolahan.[2] Data dari kementerian PPPA mencata ada 8.478 kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2021 dan 1.272 kasus, merupakan kasus kekerasan seksual.[3][4] Miris sekali bahwa kasus terkait perundungan maupun pelecehan marak terjadi pada kaum muda khususnya anak-anak. Kendati demikian, walaupun hanya berbentuk kasus yang sudah terjadi, hal ini harus diusut tuntas oleh pemerintah terkait masa depan korban yang risikonya mengalami ganguan mental, ekonomi, fisik bahkan dalam hal relasi "sosial." 

 Padahal secara konstitusional yang telah diatur dalam UUD 1945 mengenai HAM pasal 27 sampai pasal 34 namun, masih terjadi berbagai pelanggaran asasi di Indonesia. Muncul dibenak para orangtua korban kemudian adalah mengapa sekolah yang tempatnya mendidik malah menghancurkan masa depan anak? atau lebih spesifik lagi, kenapa belajar harus di sekolah, bukankah bisa belajar di rumah? Seperti yang tercantum pada pasal 31 ayat (1), UUD 1945 bahwa "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan."

 Memang seperti itu ala kadarnya, namun jika asusila terus terjadi apakah para orangtua tidak merasa sedih dan khawatir? Ada hal yang harus diperbaiki yaitu tujuan, dan fungsi pendidikan pada masa kini diperjelas. Untuk mewujudkan generasi yang cerdas demi menunjang Indonesia maju, kurikulum baru pun dicetuskan yaitu merdeka belajar. Walaupun kurikulum berbasis baru, satuan pendidikan harus terus diperbaiki.

 Alarm Dini Bagi Satuan Pendidikan

 Mendidik anak bagi sebagian orangtua perkara gampang-gampang susah. Memilih tempat bagi anak menimba ilmu sama dengan memberi jalan menuju impian mereka. Semua metode belajar itu baik adanya. Ada berbagai dampak baik maupun buruk yang membayangi keduanya. Homeschooling salah satu sistem pendidikan yang sudah diakui dengan resmi oleh pemerintah Indonesia melalui peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 129 tahun 2014. Lagi dan lagi dunia pendidikan di Indonesia dikejutkan oleh kasus pelecehan seksual pada anak di bawah umur yang terjadi di lingkungan sekolah.

 Pada hari Senin, 12/9/2022, dari berita di Kompas TV, telihat munculnya kasus pelecehan seksual kepada siswi SD oleh kepala sekolah dan pegawai sekolah yang terjadi di Medan, Sumatera Utara. Dari data tersebut dapat dicermati bahwa permasalahan di sektor pendidikan sangat pelik. Sehingga tidak hanya terfokus pada pengembangan kurikulum baru saja melainkan di luar itu harus diperbaiki. Ada tiga hal yang ditakuti para orangtua maupun anak yaitu perudungan, intoleransi, hingga kekerasan. Belum lama ini juga pada bulan Juli 2022 Indonesia kembali dihebohkan melalui jejaring dunia maya tentang adanya kasus anak SD di Tasikmalaya meninggal setelah dipaksa menyetubuhi kucing oleh teman-temannya hingga membuatnya despresi dan meninggal.

 Dalam mendidik anak khususnya dijenjang pendidikan, kolaborasi antara kepala sekolah, para pendidik, guru, orangtua maupun peserta didik adalah jalan utama untuk meminimalisir terjadinya kasus kekerasan di lingkungan sekolah. Kekerasan yang dipicu oleh keinginan pribadi membuat keresahan bagi para orangtua dalam melepas tanggung jawab sejenak yang diserahkan pada pihak sekolah untuk mendidik anak-anak mereka. Alarm peringatan pada institusi ini kembali bergelora oleh sejumlah kasus dari tahun ke tahun yang terus bertambah.

 

Langkah Selanjutnya

 

Tujuan dari pendidikan yaitu mencerdaskan generasi penerus bangsa dan membangun pondasi dasar untuk impian mereka. Hal itu digerakkan oleh para pendidik. Para pendidik menggemban tugas mulia begitu pula orangtua dalam membangun karakter anak. Solusi pertama, para pendidik harus bersikap hangat, komunikatif dan aksertif dalam mendidik peserta didik dengan memoleh kemampuanya, berpikir kritis, mandiri dan memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam hidup mereka untuk berbangsa dan bernegara. Solusi kedua, diperbaikinya sistem satuan pendidikan. Contohnya: diletakkan beberapa pengawasan dalam struktur organisasi pendidikan. Solusi ketiga yaitu Homeschooling. Sempat disinggung di awal bahwa metode tersebut kembali mencuat akibat kasus dipersekolahan terus terjadi yang membuat para orangtua menjadi resah.

 

Solusi ini dianggap menjadi langkah akhir sebab dengan dilandasi berbagai alasan yang prihatin seperti kebutuhan khusus, kekecewaan pada metode pendidikan, trauma, hingga kemampuan yang terhalang oleh batasan di sekolah. Metode homeschooling berbeda dengan sekolah umum. Contohnya, waktu lebih fleksibel, biaya yang menguras kantong, laporan pada dinas pendidikan tingkat kota atau kabupaten, anak dapat istirahat dengan cukup, pengawasan ekstra orangtua. Tetapi, segala metode pendidikan itu baik adanya walaupun kasus dipersekolahan membuat resah para orangtua bahkan penegak hukum ataupun masyarakat setempat. Oleh sebab itu, hendaknya pihak institusi pendidikan khususnya persekolahan tidak menutup-nutupi kasus ini sehingga dapat berjalan bersama mencari akar cara mencegah kasus ini untuk tidak terulang dikemudian hari.

 

            Sumber:

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun