Mohon tunggu...
Ariel A. Kutajeng
Ariel A. Kutajeng Mohon Tunggu... -

Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bacalah! Dengan Nama Tuhan-mu yang Menciptakan

2 Desember 2017   06:40 Diperbarui: 2 Desember 2017   08:40 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya cukup mengherankan ketika wahyu pertama yang turun pada Muhammad Saw sebagai nabi terakhir dalam ajaran umat islam adalah perintah "Bacalah!".

Hal ini karena konon Rasulullah Saw adalah seseorang yang buta huruf. 

Namun, Tuhan pasti punya alasan sendiri mengapa membaca justru menjadi kata pengantar untuk keseluruhan petunjuk hidup manusia yang kemudian dirangkum ke dalam sebuah kitab suci bernama Al-Qur'an.

dalam tulisan ini sendiri kita tidak akan membahas mengenai membaca secara universal, tapi spesifik pada membaca buku.

Kenapa harus buku?

di era media sosial ini, arus informasi berlalu begitu cepat. maka segala bentuk informasi dapat dengan mudah ditemukan melalui browsing internet dan dari begitu banyak artikel-artikel kecil yang sudah ringkas, jelas, dan padat. Begitu sesuai dengan pribadi manusia zaman ini yang ingin segala sesuatu hadir serba instan.

namun, artikel tetap tidak bisa menggantikan posisi buku sebagai sumber informasi utama. Tidak hanya karena sumber dan kebenaran dalam artikel sering kali diragukan, melainkan buku menyediakan pengalaman luar biasa untuk masuk ke dalam sudut pandang pengarang, merasakan setiap detail penjelasan dan penjabaran secara komprehensif, serta memiliki kemampuan unik untuk menarik pembaca ke dalam alam idea untuk bertemu langsung dengan pikiran pengarang.

Itulah mungkin mengapa Said Nursi, ulama turki yang disebut-sebut sebagai Bediuzzaman atau keajaiban zaman berulang kali menekankan bahwa membaca Risalah Nur(kumpulan tulisan Said Nursi) lebih penting dari pada bertemu dengan beliau langsung. 

Dulu ketika saya berusaha menamatkan "Islam Rahmatan lil Alamin", buku dengan tebal lebih dari 400 halaman karangan Fatullah Gulen. Memang pada awalnya saya yang duduk di bangku kelas dua SMA kala itu cukup sulit untuk memahami buku tersebut, namun hal itu yang menjadikannya menarik.

terkadang saya merasa bosan. Sehingga alih-alih membaca, saya malah menghitung jumlah lembar dari buku tersebut.

saat itu, berminggu-minggu buku itu tak pernah hilang dari tas gendong yang selalu saya bawa ke manapun saya pergi. lalu setiap ada kesempatan saya membuka buku tersebut untuk melanjutkan bacaan atau mengulang-ulang halaman yang belum saya pahami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun