Entah kenapa semua langkah-langkah musuh Jokowi untuk menghancurkan kredibilitas Sang Presiden selalu berbalik menampar muka mereka. Semua yang dirancang secara masif dan sistematis, mulai dari isu PKI sampai isu melindungi Ahok si tersangka penista agama, ending-nya berakhir anti klimaks. Rival-rival Jokowi merasa apa yang mereka lakukan menghasilkan klimaks yang maksimal dengan ejakulasi yang berakhir nikmat. Namun ternyata hal itu selalu berkebalikan.
Lihat saja bagaimana situasi pelik yang dihadapi Jokowi saat Budi Gunawan calon Kapolri ditersangkakan oleh KPK. Sangat pelik situasi saat itu. Jokowi dihadapkan pada buah simalakama. Di satu sisi menjaga wibawanya sebagai Kepala Negara dan satu sisi lain menjaga kinerja KPK yang saat itu ditunggangi kepentingan Pimpinannya sendiri. Dan hasilnya, Budi Gunawan batal dilantik tapi juga batal jadi tersangka. Abraham Samad, ikut terkapar bahkan hilang dari orbit elit politik dan kekuasaan negeri ini. Dua-duanya terkapar, dan ini bukti kelihaian Jokowi menjaga strateginya.
Padahal saat itu begitu banyak orang yang pesimis Jokowi bisa mengatasi masalah ini. Bahkan tokoh sekelas Buya Syafii Ma’arif pun seolah melihat Jokowi melindungi Budi Gunawan, dan menyudutkan KPK. Sebaliknya, pemimpin KPK saat itu memiliki agenda sendiri, menjatuhkan wibawa Presiden dengan menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka di saat dia diajukan Jokowi ke DPR RI sebagai calon Kapolri baru.
Lalu, bagaimana Jokowi mampu mengatasi masalah itu? Dan bahkan bisa menempatkan seorang professional dan rissing star Tito Karnavian di posisi Kapolri. Sekaligus menamatkan karir Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Tentu saja itu bukan sesuatu yang serba kebetulan semata, semua pasti telah dirancang matang oleh sang Presiden.
Perlu diingat strategi yang baik itu biasanya hanya mampu dibuat oleh seseorang yang sudah mampu mengendalikan dirinya sendiri. Pada kenyataannya, Jokowi sejauh ini adalah orang kedua yang menjabat Presiden Indonesia yang sangat mampu mengelola emosinya. Satu orang lainnya adalah Presiden kedua, Soeharto. Jokowi tidak pernah menampakkan emosi ketika difitnah, bahkan saat digembosi oleh orang sekitarnya sekalipun, dia tak menunjukkan reaksi emosional. Orang jadi tidak pernah dapat membaca jalan pikiran dan arah strategi yang dijalankannya.
Dan hari ini, Ahok yang katanya orang dekat Jokowi terkena palu hakim dengan vonis dua tahun penjara. Apakah ini bagian dari strategi Jokowi? Bisa jadi. Banyak yang yakin bahwa cara komunikasi Ahok yang merasa paling benar, sok tahu, arogan, anti kritik dan slenge’an akan menyulitkan Jokowi nantinya. Hal ini pasti sudah sangat disadari oleh Jokowi sendiri. Ahok akan menjadi peluru dan pintu masuk untuk menghajar dirinya habis-habisan.
Dan prediksi itu berbuah nyata sejak kasus Al-Maidah 51 yang diucapkan Ahok di Kepulauan Seribu. Momentum ini menjadi peluru canon bagi lawan-lawan Jokowi. Rizieq CS yang sejak lama mengincar Ahok jelas mendapat angin segar. Rakyat Indonesia yang mayoritas muslim jadi lebih gampang untuk dimobilisasi dengan isu sensitif ini. Rizieq menjadi idola baru di Indonesia, padahal sebelumnya Rizieq hanya mampu mengaum di sekitaran Jakarta saja.
Ada peran besar dari Ahok yang melambungkan nama Rizieq Shihab menjadi lebih besar. Membuat nama FPI menjadi lebih garang, dan bahkan beberapa pihak menganggap organisasi ini mulai memiliki dukungan sebesar NU dan Muhammadiyah. Meski pada kenyataannya masih sangat jauh anggapan tersebut.
Dalam kasus ini, Rizieq CS menganggap dirinya sudah memiliki peluru sekelas rudal balistik berhulu ledak nuklir yang kapan saja mampu menjungkalkan Jokowi. Angin pun mengarah ke mereka, sampai-sampai orang-orang sekelas Din Syamsudin dan Amien Rais pun merasa perlu ikut mendukung gerakan itu. Bahkan Din Syamsudin ikut mengomentari tuntutan Jaksa yang hanya menuntut Ahok hukuman percobaan. Hal yang tidak dilakukannya saat Rasyid Amrullah, anak Hatta Rajasa dihukum percobaan saat kasus tabrakan yang menewaskan dua orang di tahun 2013 lalu.
Lihat juga bagaimana Amien Rais merasa perlu terus turun ke jalan untuk tetap dapat memelihara isu penistaan Ahok agar peluru ini tidak kehabisan bahan bakar. Tentu saja Rizieq dan para sahabatnya merasa mendapat angin segar, ditambah lagi dengan dukungan rival-rival Jokowi seperti Ratna Sarumpaet, Fadli Zon, Kivlan Zein, Sri Bintang Pamungkas dan bejibun lagi nama-nama keren lainnya.
Sukses aksi-aksi bela Islam yang dimotori Rizieq semakin membuatnya besar kepala. Berkunjunglah dia ke pelosok negeri bermodal klaim sukses membela Islam dari nistaan seorang Ahok. Di sini sepertinya pemerintah membiarkan apapun kelakuan Rizieq. Bahkan saat di Medan, sang Kapolda memuji Rizieq sebagai Imam Besar Umat Islam Indonesia, sebuah gelar yang tidak main-main dan hanya pernah disematkan pada Rizieq seorang. Semakin melayanglah Rizieq dengan khayalannya sebagai Imam Besar Umat Islam Indonesia.