Kini daeng Rulla telah memiliki cucu berumur 3 tahun, hasil pernikahan dari anak perempuannya. Sebuah rumah ukuran lebar 9 meter dan Panjang 12 meter dibangun untuk anak perempuannya yang sudah menikah, menghadap ke sebelah barat berhadapan dengan jalan desa, meski dindingnya nampak belum tertutup plesteran tapi cukup megah untuk ukuran masyarakat Lali' Jangang.
Saat ini ia masih punya anak lelaki berusia 19 tahun, ia berencana tahun ini akan menikahkannya.
Battuko punna Pabbuntinga di!, sekitar bulan sagantuju. katanya, mengundang kami untuk datang di acara pernikahan anaknya sekitar bulan delapan tahun ini.
Saat diskusi mengenai pernikahan anaknya, Abi memberi masukan agar anaknya melanjutkan sekolah saja, menikah setelah sekolahnya selesai. Ia hanya tertawa lalu tersenyum kepada kami.
Katanya anak-anak di kampung jika tidak dinikahkan kerjaannya hanya keluyuran, main hp, begadang, dan tak mau ke lahan. Ya... jalannya adalah dinikahkan.
Jalanan aspal terputus di ujung kampung dan tidak terhubung ke desa lain, yang ada hanya kaki bukit Bonto Masigi yang merupakan bagian dari areal kerja hutan desa Labbo.Â
Sehingga untuk menuju kampung Sangga Timoro dari Lali' Jangang, membutuhkan waktu sekitar 15 menit dengan jarak tempuh sekitar 12 km, berputar ke arah selatan menuju bagian barat kecamatan Tompo Bulu yang berbatasan lansung dengan kecamatan Eremerasa.
Berbeda dengan desa Labbo dan Bonto Tappalang, desa kampala berada di kecamatan Eremerasa meskipun wilayahnya tidak berbatasan lansung dengan desa Labbo namun areal kerja hutan desa Labbo yang berada pada wilayah adminitrasi desa Bonto Tappalang lebih dekat dengan kampung Sangga Timoro. Saat ini setidaknya 20 orang masyarakat Kampala ikut mengelola dalam kawasan hutan desa Labbo.
Mengenai kepemilikan lahan menurut daeng Banang (50) salah satu pengelola dari Sangga Timoro, tidak banyak masyarakat Sangga Timoro memiliki lahan di luar kawasan hutan desa, sehingga pilihannya adalah menanam kopi dalam kawasan.Â
Tanaman kopi masyarakat Sangga Timoro dalam kawasan hutan desa terbilang lebih produktif dibanding dengan masyarakat Lali' Jangang dan Bawa'. Perawatan yang intensif karena lahan yang digarap hanya ada dalam kawasan hutan desa.
Hutan desa menjadi sumber pendapatan warga dengan menanam kopi. Saat ini selain kopi masyarakat mulai menanam tire (porang) di bawah tegakan sebagai komoditi tambahan yang bernilai ekonomi.