Mohon tunggu...
Junaedi Ham
Junaedi Ham Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

Bekerja di Balang Institute Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Petani Kopi Hutan Desa Labbo

8 Februari 2021   22:22 Diperbarui: 10 Februari 2021   09:45 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daeng Bido senang saat menceritakan pengalamannya sambil melinting tembakau yang disimpannya dalam bungkus plastik yang sudah mulai kusut, kemudian menaruhnya kembali di atas bangku yang berada di depannya, menyuguhkan ke orang-orang yang duduk di dekatnya untuk mencobanya. Beberapa cangkir kopi menjadi penghangat saat ngobrol.

Di tengah perbincangan saya mengajukan pertanyaan mengenai kebiasaan masyarakat menebang pohon dalam kawasan hutan. Masyarakat menebang pohon sekitar tahun 90 an akhir untuk membangun rumah.

Jari riolo biasa tongki anna'bang kayu lalang ri boronga? (dulu sering menebang kayu dalam hutan?)

Biasa, punna labbayu balla, atau labbaung masigi (iya. saat ingin membangun rumah, atau membangun masjid).

Ia menunjuk dinding papan rumahnya yang panjangnya 4 meter dengan lebar sekitar 30 cm, lebih lebar dari papan pada umummnya yang hanya ukuran 20 cm.

Usia papan itu mungkin sekitar 20 tahun dan terlihat masih kokoh. Rumah di kampung Bawa' di dominasi rumah panggung, salah satu cirinya di bawah kolom terdapat tumpukan kayu bakar dari pohon kopi yang telah dipotong-potong dengan ukaran yang sama, tersusun rapi di sela-sela tiang rumah.

Saat diskusi mengenai hutan desa dan kebiasaan masyarakat menebang kayu, Abi biasanya lansung menimpali.

Jari rikamonnea bebasmaki antama a'lamung kopi toh tenamo ni larangki? (jadi sekarang masyarakat sudah tidak dilarang menanam kopi toh dalam kawasan?)

Iyo, kasukkuranna injo masyarakaka bebasmi antama a'lamung-lamung (iya, masyarakat bersyukur karena sudah bisa menanam)

tapi teaki anna'bangi kayu, kijagai kabajikanna injo boronga (tapi jangan lagi menebang kayu dan menjaga agar tetap berfungsi sebagai hutan).

Tenamoyya, iya mami sijagai, ka naissengmi masyarakaka (sekarang masyarakat saling menjaga agar tidak terjadi lagi penebangan kayu).

Pertanyaan Abi sebenarnya untuk menegaskan apakah masyarakat tidak lagi menebang kayu yang ada dalam kawasan hutan. Karena selain akan berhadapan dengan hukum, tentu akan mengganggu kelestarian hutan, juga akan berdampak pada fungsi hutan sebagai daerah resapan air. Syukurlah, seperti yang dilontarkan oleh daeng Bido, masyarakat kini telah sadar dan saling menjaga agar hutan tetap lestari.

Saat ini kopi jenis Arabika telah dikembangkan dalam kawasan hutan desa meskipun terbilang belum produktif, hanya menghasilkan sekitar 3-5 liter cherry kopi/pohon, tetapi masyarakat sudah memproleh hasilnya tanpa harus melakukan perambahan hutan.

Selain itu, terdapat potensi madu hutan yang juga bernilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Informasi yang sama dari Daeng Rulla(43) menurutnya tanaman kopi telah memberikan kontribusi perbaikan ekonomi keluarganya. Sebelumnya dia sering ke Makassar menjadi buruh bangunan, ia tidak ingat pasti tahunnya, saat itu gaji buruh bangunan untuk tukang batu sebesar Rp 15 ribu dan buruh masih Rp 6 ribu. Saat itu masyarakat Lali' Jangang masih menaman jagung sebagai komoditi utamanya.

Pacce tallasaka riolo, apa punna baddoji ni lamung, baganna antama kopiyya lampa baji-baji todo tallasa'na tau kennea mae (dulu hidup susah, nanti saat kopi dikembangkan kehidupan masyarakat sedikit membaik) 

Selain menanam kopi daeng Rulla juga membangun jaringan pasar ke salah satu pedagang Cina di Makassar, membeli kopi petani dan membawanya ke Makassar.

Setiap pengiriman dapat memperoleh untung sekitar 300-500 rupiah per kilonya. Sekali pengiriman tergantung banyaknya kopi yang ia beli dari petani, biasanya daeng Rulla mengirim sekitar 15 ton ke Makassar. Musim panen kopi dimulai bulan Mei-Juni dan berakhir pada bulan Agustus-September.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun