Berawal dari dirawatnya empat orang anak pasien gizi buruk di RSUD Lanto Daeng Pasewang kabupaten  Jeneponto. Mungkin, sebagian masyarakat kita mengaggap hal itu adalah masalah biasa dan tidak perlu direspon secara berlebihan.Â
Toh pemerintah pasti akan turun tangan, apalagi jika sudah ramai diperbincangkan di media sosial. Juga tidak perlu ada demo di kantor DPR tanpa didesak pun mereka akan ambil bagian, apalagi jika hitungannya masuk untuk kepentingan Dapil pasti akan tampil. Masyarakat kita sudah terbiasa melihat kebijakan pasif yang menunggu hadirnya masalah untuk eksis.Â
Jadi, tidak usah ada embel-embel berdemokrasi secara intelektual, kami masih lebih intelektual dari pada bapak-bapak, kata salah satu Pendemo menimpal ajakan anggota DPRD untuk berdemokrasi secara intelektual di ruangan rapat komisi I saat aksi kemaring kamis 30 Januari 2020, tidak disebutkan apa maksud dari anggota DPRD mengajak Pendemo berdemokrasi secara intelektual.
Jika hanya sedikit orang yang merespon dan sebagian masyarakat kita menganggap hal biasa, boleh jadi pemerintah belum serius memberikan edukasi pentingnya pemenuhan gizi kepada masyarakat.Â
Mungkin benar adanya pernyataan orator di depan para anggota DPR bahwa pemerintah telah gagal mendistribusikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Seperti tulisan @Sutan Jaya Negoro yang diunggah dalam status Facebook  berjudul BUTA DAN TULIKAH PEMERINTAH JENEPONTO?.
Saat gizi buruk menjadi sorotan, disaat hampir bersamaan pula pejabat kita ramai-ramai memberikan perhatian. Beberapa dari mereka berkunjung ke rumahnya, Â menjenguknya di rumah sakit, tak tanggung-tanggung mereka, pasien gizi buruk di bebaskan dari biaya rumah sakit dan diberikan bantuan, sungguh sebuah kerja keras yang benar-benar bertanggungjawab. Tentunya disertai dengan postingan-postingan di media sosial agar masyarakat tahu mereka sedang bekerja.
Seorang pengguna facebook memposting sebuah status "Gizi buruk lagi Jeneponto, Bupati datang memberi bantuan. Masalah selesai" pernyataan ini merupakan sindiran pedas kepada pemerintah bahwa penyelesaian persoalan tidak se-instant demikian.Â
Paling mengejutkan saat perwakilan dinas kesehatan mepersentasekan angka stunting kabupaten Jeneponto di depan Pendemo tercatat 41,3 persen, artinya hampir separuh anak-anak Jeneponto terancam kehilangan masa depan.Â
Sementara kita ketahui bahwa Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama dan dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan fisik, perkembangan otak, tentunya sangat mempengaruhi produktivitas dan kreatifitas di usia produktif. Stunting sendiri telah dikampanyekan di Indonesia melalui Keminfo sejak tahun 2014 dengan gerakan "Genbest" (Generasi Bersih dan Sehat).
Sulawesi Selatan sendiri menetapkan 11 kabupaten/kota sebagai kawasan penderita gizi buruk yang relatif tinggi, di dalamnya termasuk Jeneponto. Untuk mengatasinya Pemprov menyiapkan anggaran sebanyak 8 miliar. Hal ini berarti pemerintah provinsi memiliki niat baik agar pemerintah kabupaten bekerja keras dan menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk menangani gizi buruk.
Semoga saja di lapangan penangannya benar-benar serius agar anak-anak kita dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global. Itu harapan besarnya. Semoga saja pemerintah daerah dalam penaganannya dapat berbesar hati melihat masa depan generasi tidak mesti dipolitisasi.
Pada komentar terakhir akun @Sutan Jaya Negoro menuliskan "sama sama berharap, ke depannya tidak mendengar kabar seperti ini lagi di Jeneponto tercinta".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H