Mohon tunggu...
Junaedi Ham
Junaedi Ham Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

Bekerja di Balang Institute Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Segar

Media Sosial dan Respon Berlebihan

18 Mei 2019   00:11 Diperbarui: 18 Mei 2019   00:53 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.

Beberapa bulan terakhir, justru saya dibuat Linlung dalam bermedia sosial, selalu murung dan berakhir bingung. Berharap akan berakhir dengan berlalunya Pemilu. Harapan itu sedikit terkabul, sesegera ketika ramadhan menjemput.

Masa pemilu yang melahirkan banyak istilah, didominasi oleh Pilpres atau kategori pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Kecebong dan Kampret misalnya, kata yang paling populer dan  sering muncul dalam kolom-kolom komentar di media sosial. Dalam pengertiannya dua istilah tersebut adalah perwujudan dari dua species mahluk hidup dari ekosistem yang berbeda. Kecebong adalah  larva binatang amfibi (katak dan sebagainya) yang hidup di air dan bernapas dengan insang serta berekor, sedangkan kampret merupakan kelelawar kecil pemakan serangga, hidungnya berlipat-lipat. Penggunaan istilah ini adalah upaya justifikasi dari dua kubuh pendukung pasangan calon Capres dan Cawapres yang sifatnya provokatif "negatif" saling menjatuhkan.  Sebutlah proses tersebut adalah bagian dari interaksi dua kubuh yang manpu melahirkan reaksi. Reaksi yang muncul biasanya ketersinggungan, membela diri, iri hati bahkan patah hati dan berakhir di polisi.

Seperti wabah virus dengan cepat menyebar di media informasi. Sebagian ilusttasi dipolarisasi atas nama demokrasi. Beruntunglah dua istiliah ini tidak pernah dipakai dalam pertemuan resmi, misal dalam debat Capres yang mempertemukan dua tokoh utama. Beruntunglah juga, perdebatan dan saling tuding dua kubuh pendukung baik secara individu maupun kelompok belum terdapat catatan yang mengaku sebagai Cebong maupun Kampret, jika pun ada mesti dilengkapi catatan medis, positif tidaknya terifeksi jejak cebong dan kampret dalam tubuhnya. Dengan demikian pola interaksi yang terbangun diantara kubuh pendukung hanyalah  respon berlebihan dalam menggunakan media sosial.

Tibalah Ramadhan, datang menghampiri menguji keimanan dan tidak peduli kubuh dari mana. Memberi peringatan untuk kembali berbenah diri dan dalam hati. Lebaran menanti untuk saling memberi, maaf dan khilaf untuk kembali suci. Bijak dalam menggunakan media sosial, tebarkan kebaikan  dan jaga kedamaian

Adillah sejak dalam pikiran (Pramoedya Ananta toer)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun