Mohon tunggu...
Junaedi Ham
Junaedi Ham Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

Bekerja di Balang Institute Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Siaran Pers Front Perjuangan Rakyat (FPR) Menyambut May Day 2019

30 April 2019   08:54 Diperbarui: 30 April 2019   09:02 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Buruh Internasional (May Day) 2019
Front Perjuangan Rakyat (FPR) memastikan akan melakukan aksi dan kampanye massa untuk memperingati Hari Buruh Sedunia, 1 Mei 2019 (May Day). Momentum bersejarah untuk meneladani dan memajukan tradisi berjuang klas buruh dan rakyat tertindas di seluruh dunia melawan klas penghisap dan penindas. 

Perjuangan tanpa kenal menyerah oleh jutaan klas buruh yang telah memberikan inspirasi terhadap jalan baru kehidupan rakyat. Keteguhan sikap, pengorbanan, serta disiplin baja dalam perjuangan yang bergelora membuahkan hasil yang dapat dinikmati oleh rakyat di seluruh penjuru dunia hingga saat ini.

FPR pada May Day tahun ini mengkoordinasikan mobilisasi dan aksi massa di dua negara, yaitu Indonesia dan Hong Kong. Di Indonesia, FPR mengkoordinasikan aksi dan kampanye di 19 (sembilan belas) propinsi di Indonesia: DKI Jakarta, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Gorontalo. Puncak aksi massa akan dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 1 Mei 2019 yang berpusat di Istana Negara, Jakarta dan juga secara serentak dijalankan tiap propinsi  kota/kabupaten dan luar negeri.  

Menjelang 1 Mei 2019, FPR terus melaksanakan berbagai rangkaian kegiatan melalui kerjasama dengan berbagai organisasi sektoral anggota FPR ataupun jaringan organisasi lainnya. Edukasi dan propaganda massa, dialog, seminar, aksi piket, penyebaran selebaran, dan panggung kebudayaan menjadi rangakain kegiatan untuk memperkuat persaturan dan memajukan kesadaran rakyat dalam menyongsong May Day 2019.

Dalam momentum May Day 2019 ini FPR telah menetapkan tema kampanye, yaitu "Perkuat Persatuan Klas Buruh dan Kaum Tani Serta Seluruh Rakyat Tertindas: Lawan Seluruh Kebijakan Rezim Jokowi yang Menindas Buruh dan Rakyat Indonesia".

Tema ini mendasarkan pada kondisi klas buruh, kaum tani, dan rakyat di berbagai sektor lainnya yang terus mengalami kemerosotan hidup akibat perampasan hak ekonomi, politik dan kebudayaan akibat kebijakan rezim Jokowi yang anti rakyat dan hanya mengabdi pada kepentingan kapitalisme monopoli asing, khususnya Amerika Serikat. 

Imperialisme AS terus melipatgandakan penghisapan dan tindasan terhadap rakyat seluruh negeri termasuk Indonesia melalui rezim boneka Jokowi. Hal tersebut dilakukan oleh Imperialis AS untuk bertahan dari degradasi sistem neoliberal yang terus mengalami krisis yang semakin tajam.

Dikte neoliberal imperialis AS secara konsisten terus dijalankan oleh rezim Jokowi-JK dengan memberikan "karpet merah" dan jalan mulus bagi kepentingan bisnis kapitalis monopoli internasional. Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) terus digulirkan hingga 16 jilid yang menjadi payung seluruh skema neoliberal di Indonesia. PKE jilid IV telah melahirkan PP No. 78/2015 tentang Pengupahan untuk memastikan politik upah terus berjalan. Pada tahun 2019, kenaikan upah buruh hanya mencapai 8,03%. Klas buruh dan pekerja lainnya mengalami defisit yang semakin tajam karena kenaikan upah tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan pokok yang sangat tinggi dan cepat.


Sementara itu, untuk meningkatkan super profit dari kapitalis monopoli dan borjuasi besar komprador, pemerintah terus mengintensifkan skema Labour Market Flexibility (fleksibilitas pasar tenaga kerja) berupa kontrak jangka pendek, outsourching, dan pemagangan. Skema ini semakin merampas hak klas buruh atas kepastian kerja dan kesejahteraan. Pemagangan Nasional meningkatkan keuntungan bagi pengusaha karena mengurangi pengeluaran untuk upah buruh (merampas upah). Dengan skema ini, buruh (magang) bekerja dengan beban yang sama dengan buruh (tetap), namun hanya diberikan upah (uang saku) sekitar 60 - 70% dari upah minimum.

Rezim Jokowi juga terus mengintensifkan perampasan tanah lebih sistematis melalui program Reforma Agraria Palsu dan Perhutanan Sosial. Program bagi-bagi sertifikat sesungguhnya melegitimasi perampasan dan monopoli tanah yang semakin luas dan sama sekali tidak mengatasi ketimpangan penguasaan tanah. Sebaliknya, semakin menjerat kaum tani dalam skema perampasan tanah, dan melahirkan buruh tani ataupun pengangguran di perdesaan. Kaum tani dipaksa bermitra dengan tuan tanah besar yang menjerat kaum tani melalui penghisapan feodal yang keji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun