Mohon tunggu...
E HerniWidiastuti
E HerniWidiastuti Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penggerak GUSDURian, WKRI

Profesi keseharian menjadi guru Olahraga di SMP N 2 Purwokerto. Aktif di organisasi Wanita Katolik RI (WKRI) DPC Kristus Raja Purwokerto dan tergabung dalam komunitas GUSDURian Banyumas. Hobi menyanyi, akting dan tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Rasa Teman (1)

8 November 2022   14:25 Diperbarui: 8 November 2022   15:44 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kunci keberhasilan dalam melakukan komunikasi adalah adanya rasa saling percaya di antara kedua pihak yang berinteraksi. Rasa saling percaya akan bertumbuh di antara keduanya apabila masing-masing pihak memiliki kedekatan emosional, bersikap setara dan tidak menggurui, serta ada rasa aman dan nyaman dalam berbagai situasi  . 

Manakala kondisi tersebut sudah terbentuk, niscaya komunikasi akan berjalan dengan natural dan tidak ada kepura-puraan. 

Hal ini  sedikit banyak akan memudahkan mengurai permasalahan  jika suatu saat ada peristiwa yang memerlukan  solusi. 

Selain itu, dengan situasi yang sudah terbangun seperti ini pastilah  situasi belajar mengajar di kelas pun akan berlangung dengan nyaman. 

Jika pembelajaran nyaman, maka siswa dapat belajar dengan baik dan tujuan pembelajaran pun tercapai sesuai harapan. 

Guru sebagai pengganti orang tua di sekolah  sudah semestinya memiliki skill dalam membangun relasi komunikasi dengan siswa.

Karena guru tidak hanya berperan sebagai transformer pengetahuan, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral manakala siswa membutuhkan pendampingan psikologis. 

Seperti halnya ketika mereka bermasalah di rumah, orang tua akan turun tangan menangani. 

Demikian pula ketika siswa memiliki masalah di sekolah, guru harus ambil bagian mendampingi  siswa dalam upaya mencari solusi. 

Tidak mudah, tetapi sebenarnya juga tidak sulit, tergantung dari masing-masing pribadi guru sendiri. 

Maukah  guru membuka diri dengan perubahan zaman yang tentunya juga merubah pola pikir dan style komunikasi siswa, maukah guru menyetarakan diri dengan siswa, maukah guru bersikap layaknya seorang teman? 

Ini menjadi tantangan bagi guru jika ingin membangun komunikasi setara  antara guru dan siswa. 

Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah mau membuka diri terhadap perkembangan zaman yang mempengaruhi dalam cara berkomunkasi. 

Seiring perkembangan zaman yang selalu berubah,  cara bersikap, bertindak dan bertutur pun juga mengalami perubahan. Demikian pula halnya dengan siswa. 

Dulu di masa penulis masih sekolah, ketika akan berbicara dengan guru selalu dipikirkan sebelumnya kalimat yang akan diucapkan. Supaya tidak salah dalam berucap, dan terjaga  tutur katanya. Bahkan sikap tubuhnya pun juga dijaga, supaya gesturnya di hadapan guru terlihat sopan. 

Lalu bagaimana dengan  saat ini ?  

Meski masih banyak siswa yang menjaga sikap sopan dalam bersikap dan bertutur, namun tidak dipungkiri fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak siswa yang kurang mengedepankan etika ketika berinteraksi dengan guru. Mereka tidak sepenuhnya salah dalam hal ini. 

Selain mungkin karena kebiasaan cara mereka berkomunikasi dengan keluarga di  rumah, hal ini bisa juga karena pengaruh kemajuan teknologi.  

Kemudahan teknologi dalam  melakukan komunikasi tertulis dengan WA, menyebabkanketrampilan berkomunikasi langsung tatap muka menjadi rendah.   

Contoh sederhana, saat berkomunikasi via WA, dengan mudahnya mereka menuliskan kata "oke, yoi, y, yeach" ketika mengiyakan apa yang dikatakan guru.

Manakala cara bertutur di WA seperti itu  lalu menjadi komunikasi langsung ketika bertatap muka, kebiasaan itu pun otomatis terbawa. Dan sebagai guru  yang memiliki pola komunikasi  tertata, pada umumnya kemudian menjadi risih dengan pemilihan kata tersebut. 

Maka di sinilah perlunya guru memahami perubahan cara berkomunikasi yang otomatis mempengaruhi pergeseran cara bersikap, bertindak dan bertutur. 

Untuk itulah, dibutuhkan sikap membuka diri dengan perubahan yang terjadi. Namun demikian bukan berarti kemudian guru melakukan pembiaran terhadap cara siswa berkomunikasi. 

Di sinilah tugas guru untuk memberikan contoh dan pemahaman bagaimana bersikap, bertindak dan bertutur yang beretika. 

Purwokerto, 081122

E Herni Widiastuti

Guru SMP N 2 Purwkerto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun