Mohon tunggu...
Eko Sudaryanto
Eko Sudaryanto Mohon Tunggu... Freelancer - Awam yang beropini

Awam yang beropini!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Surat Keputusan Kapolri Dapat Bercerita Banyak Hal!

26 September 2012   12:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:39 2069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_201172" align="aligncenter" width="475" caption="SK Kapolri tentang Penetapan Pemenang Lelang Pengadaan Simulator Mengemudi (Foto: Tempo.co)"][/caption] E. SUDARYANTO, KOMPASIANA. Meskipun Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor Kep/193/IV/2011 yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Timur Pradopo, tentang penetapan PT. Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT. CMMA) sebagai pemenang lelang pengadaan simulator mengemudi, tidak dapat dijadikan bukti keterlibatan Kapolri dalam kasus korupsi di Korlantas. Namun SK tersebut dapat digunakan KPK untuk menelusuri para petinggi polri yang diduga terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam "pat gulipat" lelang yang merugikan negara kurang lebih Rp 100 milyar. Dalam berbagai kesempatan Kapolri dan pejabat tinggi Polri lainnya, selalu menyatakan proses lelang/tender telah melalui prosedur yang benar, hingga keluar Surat Keputusan Kapolri tersebut di atas. Sebaliknya fakta menunjukkan bahwa penetapan PT CMMA sebagai pemenang tender adalah sebuah kesalahan fatal yang disengaja! Setidak-tidaknya di tingkat Panitia Lelang. Fakta pertama, mengapa PT CMMA ditetapkan sebagai pemenang lelang, sementara perusahaan tersebut tidak mempunyai kemampuan dan pengalaman membuat "driving simulator"? Hal ini akhirnya terbukti setelah diketahui bahwa, perusahaan tersebut membeli barang yang dipesan Korlantas dari perusahaan lain, yaitu PT. Inovasi Tehnologi Indonesia/PT ITI. Dan ironisnya, untuk untuk tender pengadaan "driving simulator" senilai Rp 198,7 miliar yang dimenangkan PT CMMA, perusahaan ini hanya membeli dari PT ITI dengan total harga Rp 90 milyar! Ada selisih 100-an milyar yang kini dianggap sebagai kerugian negara! WOW!!! Fakta kedua, pengakuan dari Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang, yang diperintahkan oleh Direktur PT CMMA Budi Susanto untuk membawa uang Rp 2 milyar ke kantor Korlantas dan memberikannya kepada Inspektur Jenderal Djoko Susilo, atau kepada siapapun yang menerima. Dan patut diduga masih lebih banyak lagi uang haram hasil "pat gulipat" lelang yang mengalir ke dalam institusi penegak hukum ini. Sebagaimana pada kasus korupsi proyek pemerintah lainnya, adanya "mark-up" harga dan gratifikasi merupakan salah petunjuk adanya hal yang tidak beres dalam proses lelang/tender, yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Nah, seandainya benar (dan semoga KPK dapat membuktikannya) telah terjadi "pat gulipat" antara Panitia Lelang dengan Direktur PT CMMA Budi Susanto, untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari proyek ini, pasti ada "harga" yang harus dibayar! Agar kebusukan ini tidak terendus dan dipermasalahkan pejabat polisi yang lain atau di atasnya, baik sekarang atau di masa yang akan datang, maka mereka harus pandai-pandai "menggarap" para pejabat tersebut secara berjenjang dari bawah ke atas, dan mungkin juga ke samping. Lalu siapa pejabat tinggi yang harus "ditenangkan" (tentu saja dengan uang) secara vertikal? Menurut logika jawabnya ada pada Surat Keputusan Kapolri Nomor Kep/193/IV/2011 tersebut! Secara berjenjang di situ disebutkan (yang memberikan paraf persetujuan) : Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai konseptor, Kepala Sekretariat Umum, Asisten Kapolri Bidang Sarana dan Prasarana, Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan, Inspektur Pengawasan Umum dan Wakil Kepala Polri. Terakhir Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo yang menandatangani surat keputusan tersebut. Oleh karena itu, ketika KPK menetapkan mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka, hal yang tidak berani dilakukan Polri yang juga sedang menyidik perkara yang sama, lembaga pemberantas korupsi ini diyakini telah betada di jalur yang benar untuk mengungkap tuntas kasus korupsi pengadaan simulator mengemudi di Korlantas. Karena KPK tinggal menarik ke bawah, ke atas dan mungkin sedikit menyamping. Dan terakhir, "kengototan" Polri untuk tidak menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus yang melibatkan beberapa perwira menengah/perwira tingginya itu, justru semakin memperkuat dugaan bahwa, jika tidak segera "dilokalisir" kasus ini dapat "menyeret" lebih banyak perwira tinggi selain Irjen Djoko Susilo! (SMG-26092012)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun