Mohon tunggu...
Eko Sudaryanto
Eko Sudaryanto Mohon Tunggu... Freelancer - Awam yang beropini

Awam yang beropini!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akankah "Pendekatan Konfrontatif" Anggota Komisi III DPR Melahirkan Interpelasi?

8 Desember 2011   14:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:40 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

25 orang anggota Komisi III DPR dari 7 fraksi sepakat akan mengajukan HAK INTERPELASI, karena merasa TIDAK PUAS atas jawaban Menkumham Amir Syamsuddin tentang kebijakan pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi dan terorisme.


Tentu saja mereka tidak puas, dan bahkan tidak akan pernah merasa puas atas jawaban Menkumham, karena mereka salah menerapkan strategi pendekatan untuk mendapatkan penjelasan yang gamblang darinya.


Seperti yang dimainkan oleh Azis Syamsuddin dari fraksi GOLKAR dalam rapat dengar pendapat kemarin, Komisi III DPR menerapkan PENDEKATAN KONFRONTATIF untuk mendapatkan penjelasan dari Menkumham, atas dikeluarkannya kebijaksanaan yang mereka anggap melanggar UU dan Peraturan Pemerintah.


Sebuah pendekatan yang terbukti telah mengaburkan fokus kedua belah pihak pada substansi masalah yang sedang mereka pertanya-jawabkan. Sebuah pendekatan yang justru dapat memicu timbulnya emosi berlebihan, yang menggiring perdebatan dalam acara RAPAT DENGAR PENDAPAT, menjadi konflik yang mengarah kepada penyerangan pribadi dan saling bantai! Seperti hujatan dan pengusiran terhadap Wamenkumham Denny Indrayana oleh seorang politisi GOLKAR yang namanya telah disebut di atas.


Jika kita kembali ke substansi permasalahan yang di pertanyakan para anggota Komisi III tersebut di atas, saya jadi ingat pendapat pak Mahfud MD. Di awal-awal kontroversi kebijakan Menkumham ini, beliau kurang lebih pernah menyatakan bahwa, secara terang-terangan tak ada pelanggaran terhadap UU dan Peraturan Pemerintah yang ada. Karena, meskipun remisi dan pembebasan bersyarat adalah hak para terpidana, namun menurut UU, syarat-syarat pelaksanaannya di atur dalam PP. Nah, salah satu syarat yang ditetapkan dalam PP itu, pemberian remisi dan pembebasan beryarat itu harus MEMPERHATIKAN RASA KEADILAN MASYARAKAT!


Meskipun secara hukum masih sangat DEBATABLE, poin inilah yang menurut Ketua Mahkamah Konstitusi dapat dijadikan pintu masuk dikeluarkannya kebijaksanaan moratorium maupun pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi dan terorisme.


Menurut saya, jika kedua belah pihak peduli pada pemberantasan korupsi dan upaya membuat jera para pelaku, poin inilah yang seharusnya dieksplorasi untuk mendapatkan jalan terbaik yang sesuai dengan UU dan PP yang ada. Juga tentang kemungkinan diadakan revisi atau pembuatan UU dan PP yang baru, sebagai payung hukum pelaksanaan kebijaksanaan tersebut di atas, jika dianggap perlu dan baik.


Tetapi publik sudah tahu apa yang terjadi dalam acara Rapat Dengar Pendapat antara Menkumham dengan Komisi III DPR kemarin. Dan sangat naif dan bodoh jika para anggota Komisi III percaya, bahwa alasan sebenarnya pihak Menkumham tidak dapat hadir pada RDP lanjutan hari ini, adalah karena ada kegiatan atau acara lain!(E. SUDARYANTO-081211)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun