Mohon tunggu...
Eko Sudaryanto
Eko Sudaryanto Mohon Tunggu... Freelancer - Awam yang beropini

Awam yang beropini!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anggota DPR yang Lebih Suka Bertengkar?

7 Desember 2011   14:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:42 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Haruskah Anggota DPR selalu mengedepankan emosi dan PENDEKATAN KONFRONTATIF, setiap kali melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Pemerintah atau Wakil Pemerintah?

Pertanyaan tersebut selalu muncul di benak saya, setiap kali mendengar atau melihat, melalui media dan tayangan TV, berita tentang jalannya RDP antara pihak Pemerintah dan DPR. Seperti yang terjadi hari ini, ketika Komisi III DPR dan Menkumham melakukan pembahasan seputar kebijakan pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi para terpidana korupsi.

Sebuah kebijakan dari Menkumham yang baru, dan mendapat apresiasi positif dari masyarakat dan para penggiat anti korupsi. Namun justru mendapat tentangan keras dan penuh emosi dari beberapa Anggota Dewan. Seperti yang diperlihatkan hari ini oleh Wakil Ketua Komisi III DPR dari fraksi GOLKAR, Aziz Syamsuddin, yang sempat mengancam dan menghardik Menkumham Amir Syamsuddin dan wakilnya, Denny Indrayana.

Dalam masalah ini, beberapa anggota DPR, khususnya dari Komisi III, terkesan lebih membela kepentingan para koruptor yang terkena dampak kebijaksanaan Menkumham tersebut.

Mengapa? Jika para Anggota Komisi III DPR menghormati keinginan rakyat yang mereka wakili, dan setia pada komitmen untuk memberantas korupsi yang telah menggurita, yang seharusnya mereka pertanyakan adalah: apakah kebijakan pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi para koruptor itu baik dan dapat dilakukan? Apakah kebijakan ini berpotensi melanggar Undang-undang dan peraturan yang telah ada? Jika kebijakan ini dianggap baik, tapi berpotensi melanggar UU dan peraturan yang ada, perlukah melakukan revisi atau membuat UU yang baru?

Menurut saya, pertanyaan-pernyataan tersebut di atas cukup sederhana, dan bisa muncul di benak para awam sekalipun. Tetapi mengapa tidak muncul di pikiran mereka? Atau pernah menggedor-gedor pikiran, tetapi karena alasan tertentu mereka enggan menyuarakan? Mungkin hanya mereka sendiri dan Tuhan yang tahu jawabnya!(E. SUDARYANTO-07112011)ï¿»

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun