PEMETARAAN PENDIDIKAN SEBAGAI PERSIAPAN GEBRAKAN BARU DUNIA PENDIDIKAN KURIKULUM MERDEKA BELAJAR
Aurellia Dwi Rully Dzulkarnain (Sumenep)
Pemerataan pendidikan atau kurikulum baru dulu? Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan adalah faktor yang penting untuk mendukung majunya suatu negara. Saat ini, pendidikan di Indonesia masih mencapai peringkat ke-54 dari 78 negara (Arifa, 2022), padahal, suatu negara akan dinilai maju ketika pendidikannya juga maju. Hal tersebut adalah kenyataan pahit yang harus kita semua terima, namun tidak dengan dipertahankan. Menyadari hal itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim membuat suatu gebrakan dalam dunia pendidikan, yaitu kurikulum merdeka belajar.
Bicara soal pemerataan, tentunya yang pertama kali muncul dipikiran adalah adil bukan? Pemerataan pendidikan berarti setiap pelajar layak mendapatkan hak pembelajaran dalam jumlah yang sama dan persaingan yang adil. Namun nyatanya, hingga saat ini pendidikan di Indonesia belum merata. Masih terdapat sekolah unggulan dengan sarana prasarana yang sangat memadai dan terdapat sekolah yang tertinggal dengan sarana prasarana yang masih sangat minim. Bahkan, masih saja terdapat beberapa daerah yang tidak mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya. Cepat atau lambat kita harus sadar akan keadaan Indonesia yang seperti ini dan segera membuat suatu solusi akan krisis ini.
Hai, perkenalkan namaku Aurellia Dwi Rully Dzulkarnain. Teman-teman dan keluargaku biasa memanggilku Aurel, Orel, dan Oyen. Saat ini aku bersekolah di SMA Negeri 1 Sumenep. Bisa dibilang aku cukup merasakan begaimana kualitas pendidikan yang tidak merata mempengaruhi proses pembelajaran. Sebelum menuntut ilmu di Sumenep, aku menuntut ilmu di SMP Negeri 1 Gresik. Selama aku bersekolah di Sumenep ini, aku cukup bisa merasakan perbedaan kualitas pendidikan di 2 daerah ini, bukan berdasarkan ilmu dan jenjang pendidikannya, melainkan berdasarkan lingkungan sekolahnya yang tidak jarang membuatku cukup kesulitan dalam beradaptasi dan kalimat "wah kok bisa gini?" "oh ternyata disini begini toh" banyak terlintas dipikiranku selama disini. Fasilitas, perlakuan guru terhadap murid ataupun sebaliknya, dan jumlah tanggungan tugas yang diberikan benar benar berbeda. Awal kelas 10 dulu, soal yang menurutku tergolong mudah, menurut beberapa temanku disini terbilang susah, padahal aku tidak termasuk pada golongan anak yang pintar si smp.
Tidak meratanya pendidikan juga dirasakan oleh salah seorang guruku yang juga mengajar di sekolah lain yang bertempatkan di Ibu Kota Jakarta. Ketika beliau memberikan soal kepada muridnya yang berada di Jakarta, banyak siswa yang mengeluh bahwa soalnya terlalu mudah. Tidak jarang juga terdapat siswa yang meminta tambahan materi, karena merasa bahwa materi yang diberikan terlalu sedikit, padahal tugas dan materi yang diberikan oleh guruku ini didasarkan pada tanggungan tugas dan materi yang umum diberikan di sekolahku. Dari beberapa pengalaman yang aku ceritakan tadi sepertinya sudah cukup untuk memperlihatkan betapa tidak meratanya pendidikan di negara kita ini.
Permasalahan mengenai pendidikan yang belum merata ini dapat diselesaikan dengan berbagai cara, salah satunya adalah teknik from city to village. Ketika seseorang ingin membuat suatu perubahan, umumnya mereka membutuhkan motivasi atau "wejangan" dari seseorang yang sudah handal dalam hal tersebut, melalui seminar, penyuluhan, dll. Hal ini terlintas ketika aku mengamati bahwa teman-temanku sering antusias ketika ada pemberitahuan bahwa akan ada sosialisasi dari alumni yang diterima di universitas ataupun sosialisasi dari seseorang yang sudah dikenal dengan kesuksesan dalam karirnya. Teman-teman sering merasa seperti "mendapatkan suntikan tenaga untuk ambis" setelah menghadiri sosialisasi. Solusi from city to village ini tentunya memerlukan beberapa pertimbangan, seperti fakta bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan, belum meratanya sarana prasarana dan akses internet di beberapa daerah, dan ketimpangan kualitas pendidikan di Indonesia.
Teknik from city to village dapat di implementasikan dengan cara memberikan kesadaran kepada para "orang sukses" di daerah tersebut, betapa pentingnya pendidikan yang merata untuk kemajuan Negara Indonesia. Dengan begitu, para "orang sukses" ini akan berkeinginan untuk sering-sering memberi motivasi, mengadakan seminar, dan mengajar atau magang di beberapa daerah Indonesia yang masih minim pendidikan dan terpencil. Sehingga, transfer ilmu dapat terlaksanakan dengan baik, dan diharapkan ketimpangan kualitas pendidikan dapat berkurang.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan bisa mulai meningkatkan sarana pra sarana dan akses internet ke beberapa daerah yang terpencil atau minim akses internet, bukan hanya memperbarui sarana prasarana dan akses di kota besar yang sebenarnya sudah cukup untuk menampung kebutuhan pendidikan di daerah tersebut. Sehingga, pelajar yang berada di daerah kecil memiliki kesamaan akses untuk meng-eksplor pendidikan maupun pengajaran yang setidaknya sama dengan para pelajar di kota besar. Dengan begitu, pemerataan pendidikan dapat berjalan dengan lebih baik, dan hambatannya dapat berkurang. Sebagaimana yang tertera pada UUD 45 pasal 31 ayat 1 bahwa "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan" dan UUD 45 pasal 31 ayat 2 yang menyatakan bahwa "setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya".
Lalu apakah itu merdeka belajar? Apa hubungannya dengan pemerataan pendidikan? Merdeka belajar adalah suatu kurikulum yang mulai diluncurkan sejak tahun 2020 dimana para pelajar memiliki kesempatan untuk fokus pada minat dan bakatnya, sehingga pelajar dapat mengembangkan bakatnya dan dapat lebih menguasai bidangnya. Kurikulum ini juga lebih menitik-beratkan pengajaran bukan hanya pada akademik dan non-akademik, namun juga pada karakter untuk mempersiapkan para pelajar sebelum terjun ke masyarakat. Tahun ini sekolahku mendapatkan kesempatan untuk mendaftar sebagai sekolah penggerak, namun dikarenakan terdapat beberapa hal yang belum terlaksanakan, menyebabkan gagalnya tujuan tersebut. Berdasarkan informasi dari salah seorang guru, tahun depan SMA Negeri 1 Sumenep akan mendaftar kembali untuk menjadi sekolah penggerak. Perlu diketahui bahwa tidak terdapat pemaksaan dalam penerapan kurikulum ini hingga tahun 2024 mendatang. Kurikulum ini menyediakan 3 opsi implementasi, yakni menerapkan beberapa bagian kurikulum merdeka belajar tanpa mengganti satuan pendidikan yang telah diterapkan, menggunakan perangkat ajar yang telah disediakan, dan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar. Hingga saat ini, jumlah sekolah yang telah menerapkan kurikulum merdeka mencapai 2500 sekolah (Setianingsih, 2022). Merdeka belajar terbagi menjadi 3 poin penting, yakni sekolah penggerak, organisasi penggerak, dan guru penggerak.
Sekolah penggerak adalah salah satu program dari kebijakan kurikulum merdeka belajar dengan lingkup PAUD, taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan sekolah luar biasa (SLB). Pada jenjang PAUD hingga TK, akan difokuskan untuk belajar sembari bermain. Pada jenjang SD hingga SMP, akan diberlakukan penggabungan beberapa mata pelajaran IPA dan IPS, serta perubahan pelajaran Bahasa Inggris untuk SD yang sebelumnya adalah pelajaran muatan lokal menjadi mata pelajaran pilihan, dan pelajaran TIK untuk SMP menjadi mata pelajaran wajib. Untuk jenjang SMA, akan dihilangkannya kebijakan pemisahan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Para siswa akan memiliki kesempatan untuk memilih mata pelajaran numerasi dan literasi yang mereka minati untuk dipelajari demi memenuhi kebutuhan mereka dalam mengejar cita-cita (JTO, 2022).