Juli lalu merupakan bulan yang sibuk bagi sebagian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pasalnya, selain dilaksanakannya Ujian Akhir Semester bagi mahasiswa kampus UMJ, di bulan itu bertepatan pula dengan agenda pelaksanaan KKN UMJ untuk tahun ajaran 2020-2021.
Sistem pelaksanaan KKN UMJ 2021 masih serupa dengan tahun lalu yang sempat meraih rekor MURI sebagai perguruan tinggi pertama yang melaksanakan KKN secara online. Pelaksanaan KKN UMJ tahun ini menggunakan sistem Hybrid online/offline, yang pada praktiknya, program KKN yang dijalankan setiap peserta dapat dilakukan secara full-online, full-offline, atau gabungan kedua metode tersebut.
Salah satu program KKN UMJ 2021 yang dilakukan secara full-online ini dijalankan oleh Subkelompok Kelompok 11. Dengan mengangkat isu kesehatan mental di kalangan pelajar tingkat menengah atas, program ini diberi judul "Sarasehan Kesehatan Mental: Memperkuat Resistansi Mental Pelajar di Kala Pandemi Covid-19".
Pada pelaksanaannya, Subkelompok Kelompok 11 menggandeng Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PR IPM) SMK Muhammadiyah 01 Tangerang Selatan sebagai mitra KKN. Melalui sosialisasi program yang dilakukan oleh PR IPM SMK Muhammadiyah 01 Tangerang Selatan pada beberapa platform media sosial, program ini menargetkan seluruh pelajar SMK Muhammadiyah 01 Tangerang Selatan sebagai peserta diskusi sarasehan kesehatan mental.
Ide tentang program diskusi sarasehan yang membahas isu-isu seputar kesehatan mental di kalangan pelajar tingkat menengah atas ini tentu tidak datang dari ruang kosong. Subkelompok Kelompok 11 bersama dengan mitra kerjanya melihat bahwa sejak pandemi Covid-19 menghantam masyarakat dunia, masalah kesehatan mental di kalangan pelajar jadi semakin krisis, dan perlu adanya upaya peningkatan kesadaran para pelajar tingkat menengah atas terhadap pentingnya memerhatikan kesehatan mental.
Diskusi sarasehan dipilih sebagai medium untuk mengomunikasikan isu kesehatan mental kepada pelajar tingkat menengah atas, karena pada dasarnya diskusi sarasehan merupakan salah satu metode diskusi dengan gaya informal dan membutuhkan spontanitas. Keunggulan metode diskusi sarasehan ini akan menjadi daya tarik bagi peserta diskusi, dan tentunya sangat relevan untuk menyampaikan permasalahan kesehatan mental kepada pelajar tingkat menengah atas yang umumnya energik dan spontan.
Berangkat dengan konsep yang dirancang matang-matang, program diskusi sarasehan kesehatan mental ini kemudian mendapatkan jadwal pelaksanaannya, yakni pada hari Sabtu (24/7/2021), melalui platform Zoom Cloud Meetings.
Program diskusi sarasehan ini melibatkan seorang pemateri dari kalangan profesional, Smita Dinakaramani, praktisi psikolog klinis remaja dan dewasa yang juga disibukkan sebagai asisten profesor di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Dengan menghadirkan seorang psikolog profesional langsung, diharapkan peserta diskusi dapat memperoleh pengetahuan baru seputar isu-isu psikologi remaja sekaligus memberi kesempatan untuk para peserta bercerita mengenai pengalaman-pengalaman psikologis yang pernah mereka alami, khususnya pada masa pandemi Covid-19 ini.
Pada bagian awal sebelum masuk sesi diskusi, pemateri memaparkan bahan materinya dalam durasi 30 menit sebagai pengantar. Lalu agenda berlanjut ke acara inti, yakni diskusi secara interaktif. Kegiatan diskusi lebih banyak diisi dengan tanya-jawab oleh peserta dan pemateri. Dari total 44 orang peserta yang hadir, terdapat tujuh pertanyaan yang dijawab langsung oleh pemateri. Lima pertanyaan merupakan pertanyaan yang berdasar pada pengalaman personal, dan dua lainnya merupakan pertanyaan mengenai fenomena psikologi yang umum terjadi di kalangan remaja.
Pada pertanyaan-pertanyaan yang berdasarkan pengalaman personal, pemateri menanggapi dengan memberikan rekomendasi-rekomendasi awal dalam menangani masalah psikologis yang dialami. Rekomendasi yang diberikan masih bersifat umum, dan pemateri menyarankan untuk menghubungi penyedia layanan kesehatan jiwa jika masalah mulai berdampak buruk.
Sementara dua pertanyaan selanjutnya lebih bersifat umum. Pertama, pertanyaan dari Eliani Kusnedi mengenai kecenderungan mendiagnosis diri sendiri (self-diagnose) sebagai pengidap bipolar yang kerap terjadi di kalangan remaja. Pemateri menanggapi pertanyaan ini dengan terlebih dulu mengapresiasi adanya peningkatan kesadaran terhadap isu kesehatan mental pada remaja. Namun pemateri juga menjelaskan bahwa mendiagnosis diri sendiri bukanlah langkah yang tepat dalam menangani masalah kesehatan mental, dan perlu adanya pemeriksaan langsung dari psikolog atau psikiater untuk mengetahui masalah yang dialami.