Mohon tunggu...
Dzoulfiqar Gani
Dzoulfiqar Gani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi Komunikasi Politik Wakil Dalam Konteks Artikulasi Kepentingan Wakil

25 Desember 2022   23:31 Diperbarui: 25 Desember 2022   23:37 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masyarakat merupakan kelompok individu yang menghuni suatu kawasan dengan berbagai interest yang melingkupi kehidupannya. Masyarakat sendiri tentu menjadi suatu realita sosial yang tidak bisa dihindari oleh eksistensi suatu negara di seluruh dunia. Bahkan, pemerintah yang merupakan komponen utama dalam menjalankan negara pun tentu berasal dari masyarakat. 

Masyarakat yang menjadi penopang kehidupan bernegara pasti paham akan perannya di negara tersebut. Dengan berbekal pengetahuan yang mendasar perihal kenegaraan, masyarakat seharusnya sudah memahami akan perannya dalam mempengaruhi politik di negara tersebut. 

Prinsip demokrasi yang dianut oleh masyarakat suatu negara pun tentu sangat berdampak terhadap pola pikir masyarakatnya. Tanpa memahami konsep demokrasi yang ada, masyarakat akan sulit untuk menyuarakan pendapatnya karena perbedaan ideologi dari pemerintah itu sendiri.

Dalam konteks demokrasi sendiri, masyarakat tentu diizinkan untuk memberikan berbagai pandangannya perihal politik. Hal tersebut tentu berkaitan erat dengan kepentingan setiap individu atau kelompok yang ada di negara tersebut. Dalam penyampaian pendapat dan kepentingannya, masyarakat pada awalnya dapat langsung mengemukakan pendapatnya di muka umum. Hingga pada akhirnya demokrasi diterapkan di negara yang cukup besar hingga harus menggunakan konsep perwakilan politik dalam menyampaikan kepentingannya.

Sistem perwakilan sendiri menjelaskan hubungan antara pihak wakil dan terwakil, yang mana wakil memegang wewenang untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang di buatnya dengan terwakil. Wakil dalam hal ini adalah lembaga legislatif, sedangkan terwakil adalah masyarakat. Konsep tersebut sangat penting dalam proses demokrasi, yang jika dirunut dari sejarah nya, pada era Yunani Kuno demokrasi pada mulanya bersifat langsung dengan bentuk negara kota atau polis. Akan tetapi, kemudian berubah menjadi perwakilan karena adanya perluasan wilayah, perang, dan peristiwa historis lainnya yang tidak memungkinkan adanya partisipasi politik secara langsung.

            Berdasarkan sejarah dunia, Republik Romawi kuno merupakan negara pertama yang diketahui di dunia yang menggunakan sistem perwakilan politik. Konsep tersebut menghilang seiring bergantinya romawi menjadi kekaisaran dan dikuasai gereja katolik yang membuatnya tenggelam selama ribuan tahun, hingga muncul kembali ke permukaan oleh para pembaharu politik setelahnya. Hingga saat ini, terdapat sebuah tantangan yang nyata terkait sistem perwakilan, yakni sudahkan perwakilan tersebut bersifat inklusif.

Sistem perwakilan modern dimulai dengan munculnya parlemen sebagai lembaga perwakilan setelah adanya Magna Carta Raja John di Inggris pada abad ke-11. Kemudian berkembang gagasan bahwa penguasa harus mewakili seluruh bangsa. Istilah wakil diperkenalkan oleh Thomas Smith pada abad ke-14, dimana hubungan antara wakil dan yang diwakili diartikan sebagai duta atau pengganti wakil. Thomas Hobbes beberapa abad kemudian memperkenalkan agensi perwakilan atas perwakilan mereka. Bersamaan dengan itu juga disepakati bahwa para wakil bertindak atas nama kelompok yang diwakili. Abad ke-19 melihat munculnya pemikir seperti John Stuart Mills dan Buchanan, yang selanjutnya memperkaya studi tentang sistem politik perwakilan.

Praktik di Indonesia sendiri, sejarah mencatat telah ada transformasi sistem politik yang cenderung otoriter menjadi lebih demokratis. Hal tersebut tentu ditunjukkan dengan karakteristik pemerintah Indonesi dari masa ke masa yang dinilai bergerak ke arah yang lebih baik. Dapat terlihat dari kualitas demokrasi yang ditunjukkan semenjak masa orde lama hingga masa pasca reformasi seperti saat ini. Hal yang sangat terasa bagi masyarakat tentu ialah hak-hak individu yang mencakup hak dalam menyuarakan pendapat di muka umum dapat lebih bebas dibandingkan dengan masa-masa rezim terdahulu. Pada konteks perwakilan politik, Indonesia tentu telah lama menganut trias politica yang mengizinkan adanya keseimbangan kekuasaan. Lembaga legislatif di Indonesia telah berdiri sejak dahulu, namun secara kualitas perwakilan politik di Indonesia seringkali melupakan hal-hal yang sebetulnya sangat penting untuk dilakukan. Terutama dalam kontek menjaga hubungan baik dengan konstituen yang seringkali miss dalam beberapa hal. Fenomena tersebut tentu erat kaitannya dengan kemampuan komunikasi politik para wakil rakyat terhadap konstituennya. Sehingga pada akhirnya komunikasi politik yang dilakukan oleh para wakil tentu haruslah dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat.

Komunikasi politik sendiri dapat diartikan sebagai metode berkomunikasi untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat melalui kapasitas seorang aktor politik sebagai pejabat publik. Pada praktiknya komunikasi politik ini dilakukan dengan maksud untuk menciptakan citra baik di muka publik, maka seringkali para pejabat publik yang di antaranya adalah anggota legislatif melakukan hal tersebut. Karena fungsi dari komunikasi politik ini adalah untuk menyampaikan pesan yang dapat memberikan persepsi baik bagi publik terhadap dirinya. Dalam praktiknya, para wakil dapat melakukan komunikasi politik kepada para konstituen secara langsung atau tidak langsung. Dalam artian bahwa komunikasi yang dilakukan oleh para pejabat publik itu dapat dilakukan oleh dirinya sendiri atau melalui utusannya, karena yang terpenting adalah para pejabat publik dapat memberikan pemahaman atau pun kejelasan bagi para konstituennya.

Peran komunikasi politik yang dilakukan oleh para wakil tentu menjadi salah satu hal yang menjadi keharusan untuk dilakukan oleh para wakil. Kewajiban untuk terus memberikan feedback yang holistik kepada para konstituen memang pada dasarnya merupakan kewajiban dari wakil masyarakat. Bagi para konstituen sendiri tentu gaya komunikasi politik dari para wakilnya kerap menjadi tolok ukur kepercayaan masyarakat terhadap para wakilnya. Penilaian masyarakat terhadap para wakil tentu ditentukan oleh cara mereka bertindak dan memperlakukan para konstituennya. 

Dari treatment tersebut masyarakat yang diwakilkan tentu akan menilai kelayakan para pejabat publik tersebut untuk mewakili kepentingan mereka di parlemen. Sebenarnya komunikasi politik ini sangat erat kaitannya bagi seluruh pejabat politik, karena hal tersebut tentu merupakan metode yang digunakan oleh mereka untuk menyampaikan pesan-pesan terkait permasalahan pemerintah atau pun negara. Dalam prosesnya tentu tidak serta merta dilakukan begitu saja, terdapat tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan informasi kepada publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun