Munculnya nama-nama menteri baru di Kabinet Indonesia Maju (KIM) tentu saja membuat masyarakat Indonesia memiliki harapan besar demi keberlangsungan negara kita tercinta. Erick Tohir, Tito Karnavian, Jenderal Fachrul Razi, Wishnutama hingga Prabowo Subianto adalah sosok-sosok yang berhasil “mencuri” perhatian Presiden Republik Indonesia (RI) untuk ditarik pada pusaran kerjasama dalam andil menuntaskan segala polemik bangsa sesuai keahlian masing-masing.
Tentu Joko Widodo (Jokowi) sudah menimbang-nimbang secara matang dalam penyusunan kabinet jilid duanya, menariknya Jokowi menggandeng Prabowo rekan kompetisinya kala mencalonkan diri pada saat kontestasi pemilu Presiden-Wakil Presiden kemarin.
Bergabungnya Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerinda) di KIM tentu saja membuat pro-kontra di masyarakat, khususnya partai koalisi pengusung Prabowo-Sandi.
Setelah rentetan peristiwa politik sedemikian alotnya baik di dunia nyata ataupun dunia maya selama masa kampanye sampai terlahir istilah cebong-kampret hingga penetapan Presiden-Wakil Presiden periode 2019-2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), ending perjalanan politik Prabowo ternyata dilantik Jokowi menjadi Menteri Pertahanan (Menhan) RI.
Publik mungkin menilai bahwa Prabowo tidak konsisten, tapi ada sebuah pembelajaran positif bagi kita semua terkhusus generasi muda yang getol terlibat urusan politik mengenai pentingnya menurunkan ego politik demi kemaslahatan umat dan bangsa.
Prabowo dengan segala macam pertimbangan dan konsekuensi yang akan diterimanya telah mengambil keputusan mau menyokong kinerja KIM di bawah tampuk kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf. Bila rasa gengsi mendominasi serta tak menggunakan kebesaran hati maka Prabowo tidak akan menerima tawaran Menhan tersebut.
Di tengah maraknya “perebutan” kekuasaan dan krisis kepemimpinan, Prabowo berusaha menanamkan pembelajaran pada khalayak luas agar persatuan Indonesia lebih penting di atas kuasa politik.
Track record Prabowo sendiri di bidang pertahanan tak perlu diragukan lagi, sebagai mantan Komandan Jenderal Kopassus dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (AD) tentu teknik penguasaan lapangan Prabowo bisa dikatakan khatam di luar kepala.
Meskipun belum berhasil tatkala Pilpres 2019, Prabowo menunjukkan pentingnya etika politik di terapkan dan ditumbuhkan kembali di Indonesia. Dipandang dari kacamata etika politik dalam bukunya Herman Khaeron menjabarkan bahwa saat ini di era transformational leadership harus ada tiga kemampuan yang dimiliki pemimpin yaitu kemampuan untuk berimajinasi (imaginative capacity), kemampuan untuk membayangkan sesuatu yang dikejar bersama (ability to visualize purposes) serta kemampuan untuk melahirkan nilai-nilai baru dalam lingkungan kerja (ability to generate values at work). Apabila kemampuan tersebut dikuasai oleh para pemimpin negeri ini, sudah pasti Indonesia kuat bahkan bisa menggungguli negara adikuasa sekelas Amerika.
Demi Indonesia semakin maju maka alangkah baiknya apabila masyarakat memegang prinsip berpolitik secukupnya, bersaudara selamanya.Toh, visi misi kita sebagai masyarakat Indonesia tetap sama, kan? Ingin hidup bahagia, aman, nyaman dan sejahtera. Mari belajar dari Prabowo, mendewasakan hati dan mendewasakan diri demi kecintaan kita terhadap ibu pertiwi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H